Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bertubi-tubi Hendarman Supandji dilanda masalah gara-gara sepak terjang anak buahnya. Masih segar dalam ingatan kasus penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan yang diduga menerima suap Rp 6 miliar pada awal Maret lalu. Disusul Kemas Yahya Rahman yang terpaksa melepaskan jabatan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus gara-gara dekat dengan Artalyta Suryani.
Kini ada dua lagi petinggi kejaksaan tersandung perkara penangkapan Artalyta, pengusaha yang akrab dipanggil Ayin itu. Hendarman dituntut mundur karena dianggap tak becus mengawasi perilaku para jaksa. Pria 61 tahun kelahiran Klaten, Jawa Tengah, itu menjawab bahwa mundur bukan tindakan bertanggung jawab.
Menurut dia, lengser persoalan mudah. ”Kapan pun, saya siap,” ujarnya. Tapi, ”Perintah Presiden, saya diminta membenahi kejaksaan, bukan mundur,” katanya kepada Ramidi dari Tempo dalam wawancara khusus Jumat pekan lalu. Berikut ini petikannya.
Apa langkah Anda menghadapi jaksa-jaksa yang melenceng?
Ini yang membuat saya prihatin. Saya dituntut bisa membaca pikiran orang. Sehingga, jika anak buah saya mau berbuat kesalahan, saya segera tahu. Memangnya saya Deddy Corbuzier atau Mama Lauren, yang dapat meramal?
Banyak desakan agar Anda segera mencopot jaksa-jaksa yang diduga terlibat kasus jaksa Urip.
Saya mendengar suara itu. Tapi saya tidak bisa langsung memutuskan karena menunggu hasil pemeriksaan Jaksa Pengawasan. Kalau belum diperiksa langsung dicopot, mereka bisa balik menggugat saya.
Apakah seorang jaksa boleh berhubungan dengan seseorang seperti Artalyta?
Itu salah dan melanggar aturan. Tapi derajat kesalahan dan hukumannya perlu dirumuskan supaya adil. Ada sanksi meringankan, ada yang memberatkan.
Apa pertimbangan Anda menyetujui penangkapan Artalyta begitu ditelepon Wisnu Subroto?
Jaksa Agung Muda Intelijen itu memberikan saran kepada saya, penyuap Urip mestinya juga ditangkap. Saya bilang, jangan dulu. Sebab, akan kacau kalau ditangkap. Satu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, satunya lagi ditangkap jaksa. Saya minta dia menunggu sampai ada kepastian dari Komisi, mereka menangkap Artalyta apa enggak. Jangan-jangan ini rekayasa Komisi atau Artalyta orangnya Komisi. Saya pikir memang enggak fair kalau Komisi hanya menangkap yang menerima suap. Itu dialog saya dengan Pak Wisnu.
Benarkah sejak awal kejaksaan sudah menyiapkan surat penangkapan?
Surat penangkapan memang harus disiapkan.
Anda curiga dengan penangkapan Urip?
Kecurigaan saya adalah kenapa yang menyuap tidak ditangkap. Karena itu, Artalyta Suryani akan kami periksa. Majelis hakim sudah mengizinkan. Keterangan Artalyta menjadi alat bukti untuk mengambil keputusan. Supaya keputusannya kredibel, kami melibatkan Komisi Kejaksaan (lembaga yang dibentuk Presiden untuk mengawasi kinerja para jaksa). Kalau hanya dari kejaksaan, nanti dibilang ”jeruk makan jeruk”.
Bagaimana sebenarnya kehidupan para jaksa?
Saya pada dasarnya positive thinking. Kalau berpikir negatif, akan muncul pikiran jaksa itu suka memeras, melakukan pungli, memperdagangkan perkara. Pandangan saya tak seperti itu. Pada saat saya mulai menjadi Jaksa Agung, ada 350 jabatan yang kosong. Saya angkat mereka tanpa korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tidak ada budaya setor atau pendekatan.
Apakah stok jaksa yang bersih mencukupi untuk membenahi kejaksaan?
Masih ada. Tapi kan tidak ada yang tahu bagaimana di kemudian hari. Itulah pentingnya pengawasan.
Apakah jaksa agung muda yang tersisa masih layak dipertahankan?
Saya enggak bisa ngomong. Tapi saya akan mendengar suara di masyarakat.
Bagaimana dengan desakan agar Jaksa Agung diisi orang luar?
Itu tergantung Presiden. Undang-undangnya mengizinkan, saya paling banter memberikan usul, Jaksa Agung sebaiknya orang luar. Dulu sudah pernah.
Seandainya permintaan mundur Anda datang dari Presiden?
Saya langsung balik kanan. Kalau Presiden minta dengan segera saya mundur, besok atau kapan saja, saya siap. Saya ikhlas. Tapi Presiden justru memerintahkan saya melakukan pembenahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo