Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=2 color=navy>Korupsi</font><br />Pejabat Daerah Berlomba Korup

Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan ditahan karena korupsi. Kasus korupsi juga menjerat 41 bupati dan wali kota lainnya.

4 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBAJU motif kotak-kotak warna biru dipadu celana panjang hitam, Wakil Wali Kota Medan Ramli Lubis menyantap sekotak nasi padang. Tersangka kasus alat pemadam kebakaran yang ditahan di Markas Besar Kepolisian RI ini melahap habis menu makan siang itu.

Makan teratur menjadi penting. Ini cara Ramli di dalam sel menjaga tubuhnya tetap sehat dan bugar. Sarana olahraga alakadarnya baginya tak jadi masalah. ”Saya pingpong setiap hari—tuh, mejanya,” kata Ramli yang biasa menjaga kebugaran itu menunjuk papan tenis meja, tak jauh dari tempat duduknya.

Bukan cuma kebugaran yang diinginkan pria 52 tahun itu. Untuk mengusir stres Ramli khusyuk memanjatkan doa, yang sebelumnya agak jarang dilakukan. ”Sekarang, salat lima waktu saya tunaikan dengan berjamaah,” ujar bekas Sekretaris Daerah Kota Medan periode 2002–2005 itu, yang ditemui Tempo, Rabu dua pekan lalu.

Ramli dikurung dua hari setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Medan Abdillah, 2 Januari lalu. Keduanya ditempatkan di tahanan terpisah. Abdillah yang juga terjerat korupsi kasus alat pemadam kebakaran itu menghuni tahanan Polda Metro Jaya. Menurut hasil temuan KPK, pasangan yang menjabat untuk periode 2005–2010 ini kompak menguras kas daerah. Mereka diduga juga memanipulasi laporan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Ihwal alat pemadam kebakaran, mereka menggelembungkan biaya pembelian dari Rp 9 miliar menjadi Rp 12 miliar. Mobil pemadam merek Morita MLF4-30R dibeli tanpa tender. Surat pengadaan mulai dari tanggal, bulan, dan tahunnya dibikin mundur. Seharusnya 2005 dibuat 6 Februari 2007. Kasus ini juga menyeret mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno.

Ketika KPK mengorek kasus mobil pemadam, penyelewengan anggaran sepanjang 2002–2006 ikut terkuak. Munculnya dari laporan keuangan tukar guling 19 aset milik Pemerintah Kota Medan yang diobral murah. ”Nilai korupsinya mencapai Rp 26,946 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah. ”Abdillah maupun Ramli punya peranan masing-masing dalam kasus ini.”

Ramli membantah tuduhan KPK. Soal penjualan aset berlangsung ketika dirinya masih menjabat sekretaris daerah. Sebagai sekretaris daerah ia tak punya otoritas membuat kebijakan apa-apa. ”Kecuali atas perintah wali kota,” ujarnya. Apalagi, katanya, kasus ini pernah disidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kejaksaan Agung. ”Mereka tidak menemukan bukti saya berbuat korupsi.”

Sedangkan menurut Budisantoso, kuasa hukum Abdillah, soal belanja mobil pemadam dan penyusunan anggaran belanja sudah sesuai prosedur, bahkan selalu disetujui DPRD. ”Termasuk dalam penjualan 19 aset pemerintah,” kata Budi (lihat ”Obral Aset, Upah Kuli Disunat”).

Abdillah juga dituduh gemar membagikan uang kepada sejumlah instansi. Seperti Rp 250 juta yang ia berikan ke kantor Direktorat lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Sebanyak 17 anggota DPRD Kota Medan yang melancong ke Penang, Malaysia, juga dikasih sangu Rp 95 juta.

Dalam dokumen yang diterima Tempo, pria kelahiran 19 Mei 1955 ini royal kepada sejumlah pimpinan Dewan. Besaran uang yang diberikan mulai dari Rp 100 juta sampai Rp 300 juta per orang. Cuma saja, mengetahui KPK tengah mengaduk-aduk perilaku korup Abdillah, karena takut jadi tersangka, para wakil rakyat itu bergegas mengembalikan uang tersebut ke kas daerah.

Wakil Ketua DPRD Kota Medan, Surianda Lubis, membantah terlibat korupsi APBD maupun penjualan 19 aset daerah. Yang terjadi adalah, kata Surianda, pimpinan Dewan sering mengingatkan pemerintah agar membuat laporan setiap enam bulan menyangkut penggunaan anggaran. ”Selama dua tahun cuma sekali menyerahkan laporan semesteran,” katanya.

Potensi sumber keuangan daerah Kota Medan yang dikorupsi, menurut Surianda lagi, sangat banyak. Di bidang pajak penerangan jalan, contohnya, setahun mencapai Rp 90 miliar. ”Tak semuanya dilaporkan,” katanya.

Sekretaris Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Kota Medan, Elfenda Ananda, mengatakan, penyimpangan keuangan ini sudah keterlaluan. Modusnya, dalam menyusun pendapatan dibikin rendah. ”Sebaliknya, untuk belanja, pemerintah menyusun anggaran setinggi langit,” ungkapnya.

Korupsi di lingkungan pejabat daerah juga terjadi di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Bupati Saleh Muljono kini dinonaktifkan oleh Menteri Dalam Negeri dan divonis empat tahun penjara oleh pengadilan setempat. Lelaki 55 tahun ini dinyatakan korupsi menggelembungkan dana proyek gedung DPRD dan Gelanggang Olahraga Ki Mageti Magetan. ”Kami mengajukan banding,” kata Achmad Rifa’i, kuasa hukum Saleh Muljono. Hakim menyatakan Saleh terlibat korupsi anggaran sebesar Rp 32,9 miliar.

Alasan membangun gedung olahraga juga menjerat Bupati Garut, Jawa Barat, Agus Supriyadi. Ia dililit perkara ini setelah Taufik Hidayat, investor proyek gedung olahraga, merasa ditipu Agus. Taufik mengaku telanjur menyerahkan fee Rp 2,5 miliar kepada Agus. ”Ternyata proyeknya fiktif. DPRD tak menyetujui,” katanya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, 16 Januari lalu

Agus bingung mencari duit untuk menutup utang kepada Taufik. Ia, antara lain, menyabet uang operasional pendidikan Rp 1,8 miliar, menyikat uang alat tulis kantor Rp 760 juta. Insentif guru Rp 670 juta juga dirambah. Anehnya, di pengadilan Agus membantah perbuatannya itu. ”Saya nggak pernah menyuruh mencairkan uang,” katanya.

Jaksa KPK Mochammad Rum mengungkapkan, korupsi Bupati Agus Supriyadi telah merugikan negara Rp 10 miliar. Tuntutan hukumannya maksimal 20 tahun. ”Silakan terdakwa Agus keberatan, kami punya bukti,” katanya.

Indonesia Corruption Watch mencatat, sepanjang 2007 sebanyak 41 bupati dan wali kota di Indonesia tersangkut kasus korupsi. Ada yang sudah divonis, ada yang masih menjalani proses penyidikan hingga pengadilan.

Elik S., Sunariah, Sahat Simatupang (Medan), Dini Mawuntyas (Magetan)


Obral Aset, Upah Kuli Disunat

Menguras duit rakyat atas nama pembangunan menjadi trik korupsi aparat birokrasi. Tak jarang, proyek yang mulanya diunggulkan ternyata palsu. Kalaupun ada proyek betulan, pengerjaannya digarong sana-sini. Berikut ini rupa-rupa modus korupsi sejumlah pejabat yang kini diadili.

Medan Wali Kota Abdillah dan wakilnya, Ramli Lubis

Juli 2005 Mengobral aset, di antaranya:

  • Kebun binatang di Jalan Brigjen Katamso seluas 2,9 hektare dipindahkan ke kawasan Simalingkar. Nilai aset lahan semula Rp 26,946 miliar mendapat ganti senilai Rp 28,15 miliar. Ada selisih Rp 1,23 miliar.
  • Penjualan Balai Benih Dinas Perikanan dan Kelautan Medan seluas 1,7 hektare seharga Rp 769 juta.
  • Penjualan bekas Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Medan seluas 2.067 meter persegi seharga Rp 3,461 miliar.
  • Tukar guling Rumah Sakit Paru seharga Rp 30,165 miliar dengan gedung baru delapan lantai senilai Rp 55 miliar. Ada selisih Rp 24,834 miliar.
  • Abdillah pada tahun anggaran 2005 tercatat belanja mobil senilai Rp 10,2 miliar.
  • Aset pemerintah yang seharusnya sebesar Rp 4,741 triliun pada laporan 2005, dibukukan Rp 4,707 triliun. Ada kekurangan sekitar Rp 34 miliar.

Garut Bupati Agus Supriyadi

20 Agustus 2004 Terima duit dari Taufik Hidayat Rp 2,5 miliar (uang terima kasih telah ditunjuk jadi pelaksana proyek).

Cara pemberiannya:

  • Lima lembar cek @ Rp 250 juta langsung ke Agus.
  • Rp 330 juta untuk biaya penelitian.
  • Rp 35 juta uang tutup mulut seorang pejabat.
  • Rp 102 juta, uang pelicin untuk sejumlah pejabat.
  • Rp 206 juta, uang diam panitia lelang tender.

    23 Januari 2006 DPRD Garut menganggap proyek ini fiktif.

    6 Februari 2006

  • Memangkas uang insentif pegawai Rp 25 ribu dari Rp 75 ribu per bulan. Terkumpul Rp 480 juta.
  • Mengambil uang jamuan makan tamu Rp 270 juta.
  • Menguras uang operasional pendidikan Rp 1,8 miliar.
  • Mencomot duit belanja alat tulis kantor Rp 172 juta.
  • Uang yang terkumpul diserahkan ke Taufik Hidayat.

    Magetan Bupati Saleh Muljono

    24 Juli 2003 Menunjuk Direktur CV Budi Karya Mandiri Teguh Setia Budi sebagai pelaksana proyek kantor DPRD.

    6 September 2003

  • Menunjuk Direktur CV Budi Bersaudara Sri Wahyuni sebagai pelaksana proyek Gedung Olahraga Ki Mageti.
  • Teguh dan Sri menyerahkan proyek ke PT Subur Sarana Mitra Sejati Malang.
  • Direktur PT Subur, Liauw Enggarwati memberi imbalan kepada Teguh dan Sri masing-masing Rp 1,5 juta per bulan selama tiga tahun masa pengerjaan proyek. Menyetor duit ke Saleh Muljono Rp 2,7 miliar.

    Korupsi Proyek:

  • Upah kuli Rp 25 ribu disunat jadi Rp 14 ribu per hari.
  • Kayu seharga Rp 30 ribu diganti dengan kayu seharga Rp 17 ribu per meter kubik.
  • Ukuran besi untuk kerangka bangunan berdiameter 12 milimeter ditukar 8 milimeter.
  • Proyek gedung Ki Mageti dikorupsi Rp 2.9 miliar.
  • Proyek gedung DPRD dikorupsi Rp 3,7 miliar.

    Sumber: KPK, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Magetan, Jawa Timur

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus