Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di rumahnya yang mewah di Roma, ia membuka sebotol anggur dan melahap sepotong pizza. Kamis, 24 Januari lalu, bekas Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi merayakan kejatuhan lawan politiknya, tokoh sosialis Romano Prodi, yang menaklukkannya dalam pemilu 2006.
Hari itu, Prodi gagal memperoleh mosi percaya dari Senat. Ada 156 suara yang mendukungnya, tapi suara yang menentangnya lebih banyak (161). Dan itu berarti pemerintahan koalisi kiri-tengah yang dijalankannya hanya bisa bertahan 20 bulan. Sebuah partai kecil, Partai Kristen Demokrat Udeur, menarik dukungannya, lalu bubarlah persekutuan itu. Clemente Mastella, pucuk pimpinan partai Udeur yang mempunyai kedudukan Menteri Kehakiman dalam koalisi, meletakkan jabatannya, lantas meninggalkan koalisi.
Alasan Clemente Mastella agak bersifat pribadi: koleganya dalam pemerintahan tak mendukungnya saat ia menjalani penyelidikan atas tuduhan korupsi, dan istrinya pun berada dalam tahanan rumah untuk tuduhan yang sama.
Ya, inilah politik di Italia. Partai yang hanya mengumpulkan tiga suara dalam majelis rendah itu adalah partai penyeimbang dan sangat menentukan masa depan koalisi pimpinan Romano Prodi. Perbedaan kekuatan antara oposisi dan pemerintah, antara Silvio Berlusconi dan Romano Prodi, terbilang tipis.
Ini kedua kalinya kabinet Prodi limbung gara-gara ulah partai kecil dalam koalisinya. Maret tahun lalu, kabinet Prodi juga terguncang, ketika dua senator anggota partai komunis Rifondazione Comunista, mitra koalisi Prodi, menentang kebijakan luar negeri Prodi. Bekas Presiden Komisi Eropa ini merasa ditikam dari belakang, sehingga terpaksa mengajukan mosi percaya kepada parlemen. ”Mereka (koalisi kiri-tengah) terus-terusan bertempur lewat veto, ancaman, dan pemerasan sehingga melemahkan Perdana Menteri dan memaksanya memediasi (konflik) daripada memimpin,” tulis koran kiri La Repubblica. Prodi selamat setelah partai komunis mengurungkan niatnya, khawatir partai konservatif yang dipimpin Berlusconi kembali berkuasa.
Kini ada kesepakatan di antara sejumlah senator senior, termasuk di kalangan lawan Romano Prodi sendiri, bahwa Italia butuh undang-undang pemilu baru. Pikiran yang sama ada dalam kepala sang presiden, Giorgio Napolitano. Bekas politikus partai komunis ini lebih suka membentuk pemerintah sementara hingga sisa masa pemerintahan selesai tiga tahun lagi, tinimbang menggelar pemilu sela. Napolitano berharap pemerintah sementara bisa mendorong amendemen terhadap undang-undang pemilu agar memberikan jaminan lebih besar pada stabilitas politik.
Celakanya, Presiden butuh konsensus pemimpin partai untuk membentuk pemerintah sementara. Maka Napolitano pun sibuk membujuk pemimpin partai agar setuju membentuk pemerintah sementara. Ia meminta kesediaan Ketua Senat Franco Marini memimpin pemerintah sementara.
Tapi analis politik meragukan kemampuan Marini mengemban misi itu. ”Ini misi yang mustahil,” ujar analis politik Roberto D’Alimonte. Apalagi aliansi partai kanan-tengah menentang perubahan undang-undang pemilu. ”Kami tak setuju undang-undang pemilu harus diubah sekarang,” kata Berlusconi. Menurut Berlusconi, hanya pemilu sela yang dapat mengakhiri krisis politik saat ini. Dan ia sudah menyampaikan pandangannya kepada Presiden Napolitano di Istana Kepresidenan Quirinale, Selasa pekan lalu. Pemilik klub sepak bola AC Milan ini bahkan mengancam akan mengerahkan jutaan pemrotes ke jalanan di Roma jika Napolitano menolak menggelar pemilu.
Jika upaya Napolitano menemui jalan buntu, tak ada cara keluar dari krisis politik ini selain menggelar pemilu sela. Pilihan pemilu sela merupakan kemenangan bagi koalisi kanan-tengah dan sudah dipastikan bahwa Berlusconi akan kembali lagi ke puncak kekuasaan.
Berlusconi, 71 tahun, sangat yakin hal itu akan terjadi. Dan ia pun menyerukan Presiden Giorgio Napolitano segera menggelar pemilu sela. Apalagi jajak pendapat yang digelar koran Corriere della Sera menunjukkan 61 persen rakyat Italia menginginkan pemilu sela dan hanya 33 persen yang lebih suka memiliki pemerintah sementara. Jika pemilu digelar, Berlusconi, konglomerat konservatif, akan kembali ke tampuk kekuasaan dengan suara 54,5 hingga 57,6 persen. Sedangkan partai kiri-tengah Prodi hanya kebagian 42,4 hingga 45 persen. ”Kami kira tak ada jalan selain kembali ke kotak suara,” ujar Berlusconi.
Kini para pendukungnya menjuluki Berlusconi ”Kesatria yang Kembali”. Ia seorang konglomerat media, pemilik klub sepak bola, dan mengaku seorang playboy. Kini dengan dada membusung ia bernafsu kembali ke panggung kekuasaan Italia. Pria yang dikenal pendukungnya dengan julukan Il Cavaliere (Sang Kesatria) itu telah mendeklarasikan dirinya siap sekali lagi menyelamatkan Italia dari pemerintahan yang ia sebut dijalankan oleh kaum komunis dan orang yang tak berkompeten. ”Kita butuh pemilu secepatnya karena negeri ini butuh kita melakukan hal yang penting,” ujar Berlusconi.
Meski selalu terlihat sebagai figur yang suka bersenang-senang dengan gaya hidupnya yang flamboyan, Berlusconi tetaplah seorang politikus yang populer di Italia, juga orang kaya yang berpengaruh. ”Dia unik, seseorang yang sangat manusiawi,” ujar Antonio Bandello, mahasiswa pendukung Il Cavaliere.
Berlusconi lahir di Milan pada 29 September 1936. Ia memulai kerajaan bisnisnya pada usia belia. Berlusconi menggunakan pesonanya untuk apa saja, dari menjual penyedot debu hingga menulis esai di universitas. Pada 1961, ia lulus dari fakultas hukum dan memulai kariernya dalam dunia usaha dengan mendirikan perusahaan konstruksi Edilnord dengan modal pinjaman dari bank tempat ayahnya bekerja. Lewat perusahaan ini, ia pun mengukuhkan diri sebagai pengusaha properti di kota kelahirannya, Milan.
Sepuluh tahun kemudian, dia meluncurkan perusahaan televisi kabel Telemilano, yang merupakan cikal-bakal kerajaan media, Mediaset. Perusahaan investasinya mengontrol tiga stasiun televisi swasta terbesar. Ia juga mendirikan koran terkemuka Il Giornale. Setelah Berlusconi mendirikan partai politik beraliran kanan, Forza Italia, pada 1993, lawan politiknya mengeluh pemilih tak bisa melepaskan diri dari pemberitaan yang menguntungkannya. Ia dituding mengontrol agenda berita televisi miliknya. Bahkan seorang komedian yang nekat menjadikan Berlusconi sebagai bahan lawakan tak pernah lagi bisa tampil di layar kaca.
Saat berkuasa, Berlusconi menyebut dirinya ”Yesus dalam politik”. Tapi ia pernah menjalani penyelidikan atas sejumlah tuduhan korupsi. Tuduhan itu ditutup karena batas waktu penyelidikan selesai. Suatu ketika ia juga menyebut dirinya orang kedua, setelah Napoleon, dalam sejarah politik Eropa, sembari berkelakar: ”Tapi tentu saja (badan) saya lebih tinggi.” Pemerintahannya, selama lima tahun, merupakan pemerintahan dengan rekor terlama di Italia setelah Perang Dunia II. Pemilu sela ini akan memberi Berlusconi kesempatan meyakinkan rakyat Italia lagi bahwa dialah pemenang, atau akan ditelikung seperti nasib Romano Prodi.
Raihul Fadjri (AFP, BBC, Reuters, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo