Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bumi dan Antam Berebut Herald
Bumi Resources kini punya pesaing berat dalam memburu saham Herald Resources Ltd. Pekan lalu, PT Aneka Tambang Tbk. mengajukan penawaran akuisisi atas perusahaan tambang asal Australia yang memiliki konsesi pertambangan seng dan timbel di Dairi, Sumatera Utara itu.
Antam, yang menggandeng perusahaan tambang asal Cina, Shenzhen Zhongjin Lingnan Nonfemet Co.Ltd., mengajukan penawaran A$ 504,8 juta (Rp 4,2 triliun) atau A$ 2,50 per lembar saham. Harga penawaran Antam ini 11 persen lebih tinggi dari penawaran Calipso Investment, anak perusahaan Bumi. Beberapa waktu lalu Calipso menawar Herald A$ 2,25 per saham.
Dalam akuisisi ini, Antam menyetor 40 persen pendanaan. ”Kami yakin proyek Dairi dapat dioptimalkan,” kata Direktur Utama Antam Dedi Aditya Sumanagara. Apabila akuisisi mulus, Antam akan menguasai 52 persen saham Herald, dan 48 persennya dimiliki Zhongjin, karena saat ini Antam sudah mempunyai 20 persen saham di proyek Dairi.
Lisensi 20 Maskapai Dicabut
DEPARTEMEN Perhubungan mencabut 20 lisensi terbang (air operator certificate). Sebanyak 13 lisensi milik operator penerbangan berjadwal seperti PT Bouraq Airlines, PT Indonesia Airlines, PT Star Air, dan PT Nurman Avia Indopura. Sedangkan tujuh maskapai lain yang dicabut lisensinya dari penerbangan sewa seperti PT Gemania Trisila Air, PT Alfa Trans Dirgantara, dan PT Air Regional.
Pencabutan ini dilaporkan ke Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis pekan lalu. ”Maskapainya tidak beroperasi lagi,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Budhi Mulyawan Suyitno. Direktur Sertifikasi dan Kelaikan Udara Departemen Perhubungan Yurlis Hasibuan menambahkan, mereka sudah diperingatkan agar memperhatikan kelaikan terbang. ”Kalau membahayakan keselamatan, ya, langsung dicabut,” kata Yurlis.
Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional (INACA) mendukung langkah ini. ”Kalau yang jelas terbang, lanjutkan. Tapi, yang tidak aktif jangan dibiarkan,” kata Sekretaris Jenderal INACA Tengku Burhanudin. Jika tidak ditertibkan, akan mengganggu maskapai baru yang akan masuk. Lembaganya juga meminta pemerintah konsisten mengevaluasi kepemilikan lisensi tersebut.
Pabrik Koba Tin Disegel
Pabrik pengolahan timah milik PT Koba Tin di Bangka ditutup polisi. Kepala Kepolisian Daerah Bangka Belitung, Brigjen Imam Sujarwo, mengatakan bahwa pabrik itu akan ditutup sampai proses hukum terhadap Koba Tin selesai. Menurut Imam, Koba bersalah karena sub-kontraktornya menambang timah di hutan produksi. ”Sudah cukup buktinya,” katanya, Rabu pekan lalu.
Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Simon Sembiring, mengatakan bahwa kantornya sudah menerima laporan dari manajemen Koba Tin soal penyegelan itu dan sudah mengirim tim pemeriksa ke Bangka.
Pada November 2006, Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto mengirim surat ke Menteri Energi, mendesak pemerintah membatalkan kontrak karya penambangan Koba. Sutanto menuding Koba Tin sebagai dalang kemelut pertimahan di Bangka. Koba dimiliki perusahaan Australia, Kajuara Mining Corporation (75 persen) dan PT Timah Tbk. (25 persen).
Surat Kedua untuk Sukanto Tanoto
Direktorat Jenderal Pajak memanggil pemilik Asian Agri, Sukanto Tanoto, dalam perkara dugaan penggelapan pajak. Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution mengatakan, panggilan pertama sudah dilayangkan dan Sukanto tidak hadir. ”Kami lakukan panggilan kedua,” kata Darmin, Rabu pekan lalu. Jika tetap tak menghiraukan, panggilan terakhir segera dilayangkan.
Bukti yang menyangkut dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri dari kegiatan transfer pricing, hedging, dan pengeluaran fiktif sudah dikumpulkan. Sejak diperiksa pada kuartal pertama tahun lalu, potensi kerugian negara terus membengkak mulai dari Rp 700-an miliar, dan kini mencapai Rp 1,5 triliun. ”Kasus ini akan selesai paling lama akhir Maret,” kata Darmin. Menteri Keuangan membatasi pemeriksaan wajib pajak yang mencurigakan paling lama dua tahun.
Dalam kasus ini, 11 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Terhadap mereka kejaksaan meminta pencekalan. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga sudah memeriksa 53 saksi. Pemanggilan Sukanto lantaran Direktorat Pajak menemukan indikasi keterlibatannya. ”Sudah mulai terindikasi,” kata Darmin. Sebagian berkasnya sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Juru bicara Asian Agri Rudi Victor Sinaga mengaku belum mengetahui soal surat panggilan itu. ”Saya belum melihat suratnya,” kata Rudi. Menurut dia, panggilan ini tidak relevan. Tapi dia tidak memastikan apakah Sukanto kembali tidak hadir setelah mendapat panggilan kedua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo