Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Alfredo Tanjaya, pengemudi Pajero, yang menabrak dua wanita pengendara motor hingga tewas di Kabupaten Tangerang hingga tewas divonis tiga bulan penjara. Ia kini berstatus tahanan kota akibat kecelakaan yang menewaskan Yovita SS dan Michel Gunawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kecelakaan ini terjadi di lampu merah JHL, Curug, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Jumat, 7 April 2023. Alfredo pun sudah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang dan pada Kamis, 31 Agustus dirinya mendapat vonis dari majelis hakim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum korban, Satrio E Nugroho, mengatakan pelaku dijerat dengan Pasal 310 ayat 4 UU 22/2009 UULAJ. Atas keputusan tersebut dirinya kecewa. "Kami ikuti sejak awal persidangan bahwa semua unsur di Pasal 310 ayat 4 ini terpenuhi. Tapi hanya diputus tiga bulan penjara oleh majelis hakim," ujarnya pada Tempo, Jumat 1 September 2023.
Satrio menuturkan keluarga dan kerabat yang hadir dalam sidang vonis histeris dan kecewa atas keputusan ini. "Dipotong masa tahanan 2 bulan, sisa 1 bulan. Itu pun terdakwa sejak awal persidangan hanya berstatus tahanan kota. Sekalian saja putus bebas," ujarnya.
Menurut dia, hal ini tidak sepatutnya terjadi. Meskipun kedua pihak sebelumnya sudah berdamai, bukan berarti rasa keadilan sudah terpenuhi
“Apalagi sejak awal dari pihak terdakwa tidak menunjukkan empati kepada keluarga korban, hanya terkesan memenuhi syarat keringanan hukuman," ujar Satrio.
Ia mengkritik majelis hakim yang memberikan vonis ringan kepada Alfredo meski dalam pertimbangan putusannya menyatakan terdakwa terbukti lalai sehingga tidak ada alasan pemaafan. “Sehingga tidak patut dihukum hanya 3 bulan dari hukuman maksimal 6 tahun," ujarnya.
Sementara itu Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan Herdian Malda Ksastria mengatakan dalam persidangan kasus ini pihaknya bertugas sesuai prosedur sesuai hukum yang berlaku.
"Kalau dasar kita menuntut perkara itu berdasarkan fakta persidangan dan yang kedua di dalam kasus itu sudah ada surat perdamaian. Itu sebelum perkara ini kita limpahkan dan dalam isi perjanjian tersebut sudah jelas bahwa tidak ada keberatan lagi dari pihak korban," ujarnya.
Malda menuturkan dalam kesepakatan damai yang disepakati kedua pihak pun tertera jika pihak korban tidak menuntut secara pidana. "Ada juga bahasa tidak menuntut secara pidana. Dalam hal penuntutan dasaran itu JPU bisa mengambil sikap, karena ada kesepakatan. Perdamaian itu antara korban dan pelaku tapi kan korban sudah meninggal dan diwakilkan keluarga," kata dia.