Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Polri menghadapi berbagai tantangan untuk menyelesaikan sejumlah kasus yang terjadi belakangan. Lembaga penegak hukum itu disorot masyarakat hari-hari ini terkait berbagai perkara janggal yang menarik perhatian khalayak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun Kepolisian disorot setelah dituding salah menangkap tersangka atas nama Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon. Polisi juga menjadi perhatian setelah disebut diduga terlibat dalam kasus tewasnya Afif Maulana, bocah 13 tahun di Padang, Sumatera Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terbaru, aparat penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat itu disebut kecolongan lantaran adanya pabrik narkoba terbesar di Malang, Jawa Timur yang baru terbongkar. Padahal pabrik tersebut berada di lingkungan masyarakat.
1. Tudingan salah tangkap Pegi Setiawan
Kasus Pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana atau Eky di Cirebon pada 27 Agustus 2016 lalu kembali diusut setelah kasus tersebut diangkat ke layar lebar. Tim penyidik Direktorat Kriminal Umum atau Ditkrimum Polda Jawa Barat bersama Mabes Polri ujuk-ujuk menangkap Pegi Setiawan pada Selasa malam, 21 Mei 2024.
Warga Cirebon yang sedang bekerja di Bandung sebagai buruh bangunan itu disebut masuk Daftar Pencarian Orang atau DPO sejak 2016 karena diduga terlibat pembunuhan Vina dan Eky. Polda Jawa Barat mengungkapkan tersangka Pegi Setiawan merupakan otak dari kasus pembunuhan di Cirebon tersebut.
“Kami yakinkan bahwa PS adalah ini, STNK (sepeda motor) yang digunakan saat kejadian kita mengamankan. Kami cek kartu keluarga, ini adalah Pegi Setiawan,” kata Direktur Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Surawan di Bandung.
Penangkapan Pegi sempat ramai di jagat maya lantaran dinilai ada kejanggalan. Pada konferensi pers Polda Jabar, Ahad siang, 26 Mei 2024, pihak kepolisian membawa Pegi ke depan publik. Pegi mengaku, dirinya bukan pelaku pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Vina dan Eky. “Saya bukan pelaku pembunuhan. Saya rela mati,” kata Pegi, pada 26 Mei 2024.
Polisi yang menjaga Pegi sontak menahan dan berupaya menutup mulutnya. Video konferensi pers dengan pengakuan Pegi ini diunggah di media sosial dan menjadi perbincangan publik. Bahkan, video tersebut mencuri perhatian pengacara kondang, Hotman Paris. Hotman mempertanyakan keadilan bagi Pegi yang diduga sebagai korban salah tangkap.
Kuasa hukum Pegi, Sugiyanti Iriani, hakulyakin kliennya sama sekali tidak ada kaitannya dengan kasus pembunuhan Vina dan Eky. Pasalnya, Pegi, kata dia, sudah berada di Bandung sejak Juli 2016, dan baru kembali ke Cirebon pada Desember 2016. Saat kejadian, Pegi tengah di Bandung, bekerja sebagai buruh bangunan.
“Melihat wajahnya aja belum pernah, Vina itu seperti apa, Eky itu seperti apa. Karena malam itu Pegi sedang di Bandung, bekerja sebagai buruh bangunan,” kata Iriani, saat dihubungi Tempo melalui telepon seluler pada Ahad malam, 26 Mei 2024.
Pegi kemudian mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Bandung pada 11 Juni 2024 karena tidak terima dengan penetapan tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki. Sidang praperadilan Pegi seharusnya dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2024, namun ditunda lantaran Polda Jabar absen. Sidang kemudian digelar pada Senin, 1 Juli 2024.
Tim kuasa hukum Pegi mengatakan kliennya diduga menjadi korban salah tangkap oleh Polda Jabar dalam pembacaan gugatan sidang praperadilan di PN Bandung. Kuasa hukum Pegi, Insank Nasaruddin menyebut Polda Jabar tidak memiliki cukup bukti yang kuat untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka pembunuhan Vina dan Eky.
“Penetapan tersangka ini kita lebih menitikberatkan bahwa yang kami nilai di sini adalah salah orang, salah sasaran, salah objek, atau error in persona. Itu yang kami tekanan di dalam permohonan di sidang praperadilan ini,” kata Insank di Bandung, Senin, 1 Juli 2024, seperti dilansir dari Antara.
Selanjutnya: Kematian Afif Maulana di Jembatan Kuranji
2. Siapa tanggung jawab kematian Afif Maulana?
Afif Maulana atau AM, 13 tahun, ditemukan tak bernyawa di bawah Jembatan Kuranji, Padang, Sumatra Barat pada Ahad siang, 9 Juni 2024. Afif meninggal dengan kondisi babak belur: luka lebam di bagian pinggang, punggung, pergelangan tangan, dan siku. Selain itu, pipi kiri membiru dan luka berdarah di kepala.
Warga Kecamatan Lubuk Kilangan itu ditemukan tewas oleh seorang pegawai cafe. Temuan mayat bocah tersebut kemudian dilaporkan ke Polsek Kuranji. Setelah pengecekan di tempat kejadian perkara atau TKP, kemudian diketahui mayat tersebut adalah Afif .
Dari hasil penyelidikan, Afif ikut dalam rombongan konvoi pada Ahad dini hari. Rombongan itu melintasi Jembatan Kuranji dan terlihat membawa berbagai macam senjata tajam. Tim Samapta Bhayangkara atau Sabhara Polda Sumbar, tim khusus pencegahan dan antisipasi aksi tawuran, kemudian mengamankan rombongan konvoi itu.
Tim Sabhara lalu mengamankan 18 orang ke Polsek Kuranji. Satu di antaranya ditahan sedangkan yang lainnya dipulangkan. Namun, Wakil Kepala Polres Kota Padang, AKBP Rully Indra Wijayanto, mengatakan tidak ada yang namanya Afif yang ikut diamankan. Nama Afif baru diketahui setelah penemuan mayat pada Ahad siang tersebut.
Kapolda Sumbar Irjen Suharyono mengatakan korban meninggal karena melompat dari Jembatan Kuranji. Bocah tersebut memutuskan terjun dari ketinggian 12 meter demi lolos dari penangkapan Tim Sabhara. Kesimpulan itu berdasarkan kesaksian rekan yang membonceng korban. Saksi mengaku sempat diajak korban untuk melompat ke bawah jembatan tersebut.
Sementara itu, Direktur LBH Padang, Indira Suryani menduga, berdasarkan investigasi pihaknya, Afif tewas karena mendapat penyiksaan polisi. Hasil investigasi tersebut kemudian diunggah di media sosial Instagram, @lbh_padang dan menjadi viral. Indira menjelaskan investigasi dilakukan dengan cara bertanya kepada saksi kunci yang merupakan teman korban.
“Teman korban berinisial A itu bercerita, jika pada malam kejadian korban berboncengan dengannya di Jembatan Aliran Batang Kuranji, “ ujar Indira, pada Kamis, 20 Juni 2024.
Korban dan saksi yang tengah mengendarai motor tersebut lalu dihampiri polisi yang sedang melakukan patroli. Tiba-tiba polisi menendang kendaraan mereka dan membuat Afif terlempar ke pinggir jalan. Ketika itu, kata A kepada LBH Padang, jarak dirinya sekitar 2 meter dari Afif. Saksi diamankan ke Polsek Kuranji. Ia sempat melihat korban dikerumuni oleh polisi.
“Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan,” ujarnya.
Kemudian, sekitar pukul 11.55 pada 9 Juni 2024, Afif ditemukan meninggal dunia dengan luka lebam di bagian pinggang, punggung, pergelangan tangan, dan siku. Sementara itu, pipi kiri membiru dan luka yang mengeluarkan darah di bagian kepala.
Pada Ahad, 30 Juni 2024, Suharyono kembali menegaskan Afif meninggal karena melompat dari jembatan. Kesimpulan hasil penyelidikan ini berdasarkan keterangan 49 saksi, pemeriksaan tempat kejadian perkara, serta berdasarkan hasil visum dan autopsi terhadap korban.
Di sisi lain, pihak keluarga membantah keterangan polisi tersebut. Hal itu disampaikan Kantor Komnas HAM di Jakarta, Senin, 1 Juli 2024. Mereka memberikan keterangan dan menyampaikan sejumlah dokumentasi ihwal aduan terkait kasus dugaan penganiayaan tersebut.
“Saya yakin seyakin-yakinnya anak saya tidak melompat. Karena tidak ada tanda-tanda di badannya jatuh dari ketinggian,” kata ayah Afif, Afrinaldi di Kantor Komnas HAM.
Indira, yang menjadi kuasa hukum keluarga Afif, menyoroti kondisi mayat korban saat ditemukan. Korban ditemukan dalam keadaan terlentang. Menurutnya, kondisi itu menunjukkan adanya kekerasan. Sebab, apabila Afif jatuh lantaran melompat, Indira berpendapat tubuhnya akan dalam keadaan telungkup.
LBH Padang mengungkapkan keluarga Afif Maulana menyetujui ekshumasi jasad korban. “Keluarga ingin mengetahui siapa yang menyiksa Afif hingga anak mereka meninggal,” kata Indira di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta Pusat, Selasa, 2 Juli 2024.
Pihak keluarga korban berharap, agar ekshumasi ini melibatkan tim di luar Sumatera Barat. Sebab, berdasarkan pengakuan Indira, saat ini situasi di Sumatera Barat sedang tidak kondusif. “Kami ingin dokter-dokter independen kalau bisa di luar Sumatera Barat supaya tidak ada tekanan juga bagi yang lainnya.”
Selanjutnya: Bongkar pabrik narkoba di Malang
3. Kecolongan pabrik narkoba terbesar di Indonesia
Mabes Polri bersama Direktorat Jenderal Bea Cukai berhasil menggerebek sebuah rumah di Kota Malang, Jawa Timur, yang dijadikan pabrik narkoba terbesar di Indonesia pada Selasa siang, 2 Juni 2024. Pabrik narkoba tersebut berlamat di Jalan Bukit Barisan Nomor 2, RT 05 RW 01, Kelurahan Gadingkasri, Kecamatan Klojen.
Ironisnya, rumah ini ternyata berdempetan dengan Kantor Kelurahan Gadingkasri. Keberadaannya sebagai pabrik narkoba tak terendus sebab menyaru sebagai tempat penyelenggara kegiatan atau event organizer (EO) bernama Mitra Ganesha. Tak ada yang menyana rumah itu merupakan clandenstine Lab terbesar di Indonesia yang memproduksi ganja sintetis, ekstasi dan xanax.
Saat jumpa pers Bareskrim Mabes Polri dan Ditjen Bea Cukai di TKP pada Rabu sore, 3 Juni 2024, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada mengatakan pengungkapan kasus itu merupakan hasil pengembangan dari kasus penemuan 23 kilogram sinte di kawasan Kelurahan Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Jakarta Selatan, akhir Desember 2023.
“Setelah dikembangkan dan melakukan profiling, terdapat informasi adanya pabrik narkoba di wilayah Jawa Timur sampai kemudian kita ungkap di Kota Malang ini. Selain BB (barang bukti)-nya, kami juga mengamankan delapan tersangka yang punya peran berbeda-beda, ditambah satu orang WNA Malaysia yang masih buron,” kata Wahyu.
Dari delapan tersangka, hanya YJ yang berperan sebagai peracik narkoba. Pria 23 tahun ini dibantu empat pekerja yang menyiapkan peralatan dan perlengkapan produksi, yaitu FP, 21 tahun; DA, 24 tahun; AR, 21 tahun, serta SS, 28 tahun. Urusan pengedaran dan pengantaran (kurir) diperankan oleh RR, 23 tahun; IR, 25 tahun, dan HA, 21 tahun. Sedangkan buronan berkewarganegaraan Malaysia berinisial KENT.
Barang bukti yang diamankan antara lain, barang jadi narkoba tembakau sinte (gorila) seberat 1,2 ton, 25 ribu pil ekstasi, dan 25 ribu butir pil xanax, 40 kilogram bahan baku MDMB-4en-PINACA setara 2 ton produk jadi serta zat kimia yang bisa digunakan untuk memproduksi 2,1 juta ekstasi.
Polisi juga mengamankan peralatan dan perlengkapan produksi berupa mesin pencampur, mesin pencacah, mesin pencetak, dan mesin pemanas. Salah satu mesin produksi yang ditemukan polisi berukuran besar, dengan dimensi panjang 3 meter dan tinggi 1,5 meter. Di dekat mesin terdapat tumpukan kardus berisi pil putih dan 1,2 ton tembakau gorila.
“Kami juga menyita satu unit televisi yang mereka gunakan sebagai pemandu. Jadi, mereka ini memproduksi barangnya dengan panduan dari jauh menggunakan Zoom meeting lewat televisi,” ujar Wahyu.
Ketua RT 05 Fadhil Ma’ruf mengatakan, ia dan warga setempat tidak menduga rumah tersebut dijadikan pabrik narkoba. Ia menyebut pelakunya cukup pintar mengelabui warga dengan mengontrak rumah yang berdempet dengan Kantor Kelurahan Gadingkasri. Kepada pemilik rumah pengontrak mengaku berasal dari Cikarang, Jabar, yang hendak membuka usaha jasa EO Mitra Ganesha.
“Rumah itu lama kosongnya. Dulu dipakai sebagai tempat fotokopian oleh pemiliknya, tapi belakangan kami enggak tahu kalau kemudian dikontrakkan, tapi yang mengontrak rumah tidak pernah melapor dan mengurus izin tinggal pada kami,” kata Fadhil kepada awak media.
Warga menaruh curiga karena rumah sering terlihat lengang, pintu selalu tertutup, lampu teras dan lampu ruang tamu tak pernah menyala. Tapi saat malam sering terdengar anak muda bergitar dan bernyanyi. Selain itu, sejak dikontrak, pagar besi hitam rumah tersebut dipasangi penutup plastik tebal biru. Padahal, sebelumnya warga bisa langsung melihat ke teras maupun fasad depan rumah tanpa penghalang.
Kecurigaan warga memuncak dua-tiga hari sebelum penggerebekan. Bermula dari merebaknya aroma tak sedap menyerupai bau busuk iwak pe atau ikan pari. Banyak warga komplain dan melapor kepalanya pusing dan mual.
“Baunya bisa mirip iwak pe busuk atau bangkai. Pokoknya enggak enak banget, bikin pusing dan mual. Heboh warga saya sampai ada yang tanya pada saya, barangkali ada mayat manusia di dalam rumah itu,” kata Fadhil.
Warga menduga mungkin aroma busuk tersebut berasal dari sungai kecil di dekat rumah itu yang memang sudah sangat lama tidak dibersihkan. Fadhil dan pengurus RT lainnya sudah sepakat untuk mengadakan gotong royong membersihkan sungai kecil di samping TKP pada Ahad, 7 Juli 2024. Rencana belum terwujud, tim polisi duluan datang menggerebek lokasi.
“Saya bertemu dengan para pengontrak rumah ya pas penangkapan Selasa kemarin. Waktu itu baru lima orang dan semuanya diborgol. Tak seorang pun saya dan warga sini mengenali mereka,” kata Fadhil.
Menurut Kriminolog Universitas Brawijaya, Dr. Prija Djatmika, aparat hukum dan masyarakat kecolongan, tindakan pre-emtif dasn preventif yang dilakukan kepolisian mencegah peredaran narkoba tidak berjalan maksimal buntut penggerebekan pabrik narkoba terbesar di Indonesia itu.
“Masyarakat kecolongan, polisi kecolongan. Jelas ini menunjukkan lemahnya pengawasan oleh Aparat dan masyarakat,” kata Prija dalam dialog Malang Pagi Ini RRI Malang, Jumat, 5 Juli 2024.
Pihaknya mengaku kaget dan menyesalkan adanya pabrik narkotika terbesar di Indonesia yang berada di kawasan pemukiman Kota Malang, yang diungkap Bareskrim Polri, 2 Juli lalu. Menurut Prija, hal ini terjadi karena masyarakat Malang sudah beralih menjadi masyarakat modern yang individualistis, tidak perduli yang terjadi di sekitarnya.
“Orang sudah tidak peduli dan tidak interaksi dengan tetangga. Sudah jadi masyarakat modern yang individualistis,” ujarnya.
Kasus ini, kata dia, kian menegaskan bahwa Kota Malang menjadi sasaran produksi dan peredaran narkotika. Tipikal Malang sebagai kota pendidikan dengan banyak kampus, lembaga pendidikan dan pendatang, membuat kota ini menjadi pasar yang menggiurkan bagi sindikat narkoba baik nasional maupun internasional.
“Kota Malang itu potensial untuk jadi tempat produksi dan peredaran narkoba, kan bahaya. Harus disikapi,” kata Prija.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | ADVIST KHOIRUNIKMAH | AHMAD FIKRI | ABDI PURMONO | INTAN SETIAWANTY | IQBAL MUHTAROM | FACHRI HAMZAH | AMELIA RAHIMA SARI