Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Adakah ampun buat sampak?

Perampok gaji pegawai kodim cianjur dan pembunuh, divonis mati oleh Mahkamah Agung. Masih ada upaya untuk minta grasi kepada presiden. (krim)

3 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH ingat Eddy Sampak? Nama Sersan Mayor AD dari Kodim Cianjur itu menjadi buah bibir setelah merampok Rp 21 juta lebih, menghabisi lima nyawa dengan senjata Karl Gustaf, dan membakar mobil yang ditumpangi. Itu terjadi 20 Agustus 1979. Eddy, ditemani Odjeng, kemudian lari masuk hutan. Ia pun diburu. Dan sebelum sempat menikmati hasil rampokan, ia tertangkap seminggu kemudian. Mahkamah Militer Priangan Bogor yang mengadilinya memvonis mati pada Juni 1981. Agustus kemarin, sehari setelah HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-38, dia diberitahu bahwa Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman mati baginya. Keputusan itu memperkuat putusan yang dijatuhkan Mahkamah Militer Tinggi tahun sebelumnya. Kini hanya tinggal satu jalan bagi Eddy, 44 tahun, untuk mendapat keringanan hukuman: meminta grasi kepada Presiden. Tapi bagi Eddy, soal hidup mati tampaknya tak penting betul. Paling tidak, itulah yang dikesankannya tempo hari, sesaat setelah mendengar vonis di Mahkamah Militer Priangan Bogor. "Hidup mati di tangan Tuhan. Hanya caranya yang berbeda-beda," katanya ketlka itu. Dan ia, sedikit banyak bersyukur, karena selama ditahan, begitu pengakuannya, ia cepat sekali menghafal ayat-ayat Al Quran. Bekas sersan mayor itu, tampaknya sudah puas, karena dendamnya telah kesampaian: membunuh Sersan Mayor Sutardjat, yang diangkat sebagai pejabat Kepala Desa Nagrak. Padahal jabatan tersebut begitu diimpikannya, sampai ketika pemilihan lurah, ia berkorban sampai Rp 3 juta lebih. Toh ia tetap tak terpilih, meskipun maju sebagai calon tunggal. Konditenya memang jelek. Masyarakat, misalnva, tahu betul bahwa sersan yang satu itu suka ugal-ugalan. Sebagai militer, Eddy sebenarnya cukup berbakat. Dia punya lencana sebagai prajurit teladan, dinilai berjasa dalam ikut menumpas G30S/PKI dan gerombolan DI/TII, serta punya Satya Lencana 8 tahun. Sayang, semua penghargaan itu beserta tanda pangkatnya, terpaksa ditanggalkan -- berdasar keputusan hakim. Selain meminta grasi kepada Presiden, upaya lain yang bisa meringankan hukuman, sudah tentu: memohon ampun kepada Tuhan. Moga-moga, masih ada pintu terbuka baginya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus