Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kelas buat poppy, yati, dan...

Sejumlah siswa SMP dan SMA yang dianggap berbakat, dimasukkan dalam program percobaan pendidikan anak berbakat. Diberikan pelajaran ekstra dan diharapkan bisa mengembangkan minat dan bakat. (pdk)

3 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENAMPILANNYA memang tidak meyakinkan. Jalannya pelan, jauh dari sigap. "Saya tidak senang olah raga," kata Chalik Wiratmaja, 17 tahun, pemuda yang jarang tersenyum itu. Tapi Chalik termasuk salah satu dari 59 siswa kelas 2 IPA SMAN I, Jakarta, yang dinyatakan sebagai "anak berbakat". Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K) Departemen P & K mulai April tahun lalu telah merintis program percobaan pendidikan anak berbakat. Dan September ini, anak-anak berbakat di empat SMA dan lima SMP di Jakarta dan Cianjur, akan mendapat program pengayaan pelajaran. "Direncanakan, mereka yang terpilih itu bisa menyelesaikan pelajaran dalam waktu lebih cepat," kata Agus Tangyong dari Pusat Pengembangan Kurikulum BP3K. Dan diharapkan anak-anak itu bisa mengembangkan minat dan bakat masing-masing. Tentu, sebelumnya, dalam diskusi dan seminar tentang sekolah luar biasa yang pernah diadakan, pendidikan anak berbakat menjadi perdebatan: perlu atau tidak. Bahkan BP3K pun pernah mengadakan satu penelitian, tahun 1980, di 40 SD di Jakarta. Kesimpulan yang diperoleh, banyak anak-anak yang sebetulnya berpotensi tinggi tidak berhasil di sekolah. Contoh soal diceritakan Prof. Dr. Utami Munandar, yang ikut terlibat dalam penelitian itu. Seorang murid kelas 1 SD tak bergairah belajar. Padahal berdasar tes psikologi anak ini termasuk berbakat, tingkat kecerdasannya tinggi. Usut punya usut diketahui: dia tak merasa ditantang di sekolah. Pelajaran yang diberikan guru terlalu mudah baginya, hingga ia bosan. Maka percobaan pun dimulai. Dipilih beberapa sekolah di kota dan daerah -- diperkirakan masalah di daerah dan kota berbeda -- yang menunjukkan prestasi. SMAN I Jakarta itu misalnya, memang tercatat sebagai sekolah unggul. Dari sekitar 900 lulusan sekolah itu tahun lalu, misalnya, 118 siswa diterima di perguruan tinggi PP I, dan 42 siswa tahun ini terjaring dalam PP II (penerimaan mahasiswa lewat panduan bakat) Di sekolah ini pun hidup dengan baik kelompok pencinta ilmu. Selain SMAN I, beruntung terpilih SMA Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP), dan SMAN 68 -- ketiganya di Jakarta. Di daerah terpilih SMAN Cianjur. Di tingkat SMP terpilih SMPN I, SMPN 126, dan SMP PPSP, Jakarta. Sedangkan SMPN I dan II di Cianjur merupakan wakil daerah. Untuk tingkat SD dan perguruan tinggi, percobaan masih ditangguhkan. Dari keseluruhan siswa kelas 1, di sekolah terpilih itu lewat seleksi yang ketat, akhirnya 106 siswa SMA dan 62 siswa SMP dinyatakan sebagai anak berbakat. Seleksi antara lain dengan cara tes psikologi, melihat angka rapor, dan menyebarkan daftar pertanyaan yang disusun BP3K. Juga pendapat guru dan kepala sekolah dijadikan pertimbangan. Di hari-hari sekolah biasa, pelajaran untuk anak-anak terpilih itu ya, sama saja dengan yang lain-lain. Meski, mereka dikelompokkan dalam kelas tertentu bersama siswa-siswa yang juga berprestasi tinggi. Tapi di luar jam sekolah mereka mendapat program pengayaan pelajaran, yang diberikan oleh guru-guru yang terpilih pula. Di sembilan sekolah itu terseleksi 56 guru dengan kriteria antara lain: punya pengalaman mengajar yang cukup lama, mampu memahami hambatan belajar anak didiknya. Juga, bisa bergaul secara luwes dengan siswa-siswa, menguasai bidang ilmunya dan selalu berusaha mengembangkannya. Percobaan kali ini baru ditujukan untuk bidang ilmu pengetahuan alam. Guru-guru pembimbing pun dipilihkan antara lain dari guru bidang studi Fisika, Kimia, Biologi, Matematika. Yang menarik bagaimana tanggapan para siswa itu sendiri? Nani Herlina, 13 tahun, kelas 2 SMPN I, Cianjur, heran, mengapa dia terpilih sebagai anak berbakat. "Saya tak pernah jadi juara kelas," katanya. Anak uru agama SPGN Cianjur yang gemar voli ini menganggap terpilihnya dia "pasti ini cuma kebetulan". Sementara Poppy dari SMAN I, Jakarta, dengan malu-malu mengakui, sejak kelas I SD ia memang selalu termasuk tiga besar di kelasnya. Dan Chalik, teman Poppy, tercatat sebagai siswa yang nilai Matematikanya tak pernah di bawah 9. Menurut catatan di sekolahnya kini, tingkat kecerdasannya mencapai 147 -- jauh lebih tinggi dari angka 130 yang menunjukkan seorang yang super cerdas. Tak enaknya, di sekolah-sekolah itu pun kadang terdengar suara sumban. "Yah, terang kami kalah dengan mereka, habis, katanya, mereka diberi pelajaran tambahan," kata Sadiah dari SMAN Cianjur. Tapi cepat-cepat si cewek ini mengakui, "memang mereka tekun-tekun, tak banyak bermain-main." Dan menurut Poppy, dia akhir-akhir ini sering mendengar anak-anak berteriak: "Tuh, lihat anak berbakat ..." kata Poppy menirukan teriakan di sekolahnya. Dan jangan dikira yang kemudian tergolong anak berbakat tak mempunyai ganjalan di hati. "Wah ini kan jadi beban moral," kata Sitti Yati Yaniawati dari SMAN Cianjur "Saya harus belajar lebih banyak lagi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus