PENAMPILANNYA memang tidak meyakinkan. Jalannya pelan, jauh dari
sigap. "Saya tidak senang olah raga," kata Chalik Wiratmaja, 17
tahun, pemuda yang jarang tersenyum itu. Tapi Chalik termasuk
salah satu dari 59 siswa kelas 2 IPA SMAN I, Jakarta, yang
dinyatakan sebagai "anak berbakat".
Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan
(BP3K) Departemen P & K mulai April tahun lalu telah merintis
program percobaan pendidikan anak berbakat. Dan September ini,
anak-anak berbakat di empat SMA dan lima SMP di Jakarta dan
Cianjur, akan mendapat program pengayaan pelajaran.
"Direncanakan, mereka yang terpilih itu bisa menyelesaikan
pelajaran dalam waktu lebih cepat," kata Agus Tangyong dari
Pusat Pengembangan Kurikulum BP3K. Dan diharapkan anak-anak itu
bisa mengembangkan minat dan bakat masing-masing.
Tentu, sebelumnya, dalam diskusi dan seminar tentang sekolah
luar biasa yang pernah diadakan, pendidikan anak berbakat
menjadi perdebatan: perlu atau tidak. Bahkan BP3K pun pernah
mengadakan satu penelitian, tahun 1980, di 40 SD di Jakarta.
Kesimpulan yang diperoleh, banyak anak-anak yang sebetulnya
berpotensi tinggi tidak berhasil di sekolah. Contoh soal
diceritakan Prof. Dr. Utami Munandar, yang ikut terlibat dalam
penelitian itu. Seorang murid kelas 1 SD tak bergairah belajar.
Padahal berdasar tes psikologi anak ini termasuk berbakat,
tingkat kecerdasannya tinggi. Usut punya usut diketahui: dia tak
merasa ditantang di sekolah. Pelajaran yang diberikan guru
terlalu mudah baginya, hingga ia bosan.
Maka percobaan pun dimulai. Dipilih beberapa sekolah di kota dan
daerah -- diperkirakan masalah di daerah dan kota berbeda --
yang menunjukkan prestasi. SMAN I Jakarta itu misalnya, memang
tercatat sebagai sekolah unggul. Dari sekitar 900 lulusan
sekolah itu tahun lalu, misalnya, 118 siswa diterima di
perguruan tinggi PP I, dan 42 siswa tahun ini terjaring dalam PP
II (penerimaan mahasiswa lewat panduan bakat) Di sekolah ini
pun hidup dengan baik kelompok pencinta ilmu.
Selain SMAN I, beruntung terpilih SMA Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP), dan SMAN 68 -- ketiganya di Jakarta. Di
daerah terpilih SMAN Cianjur. Di tingkat SMP terpilih SMPN I,
SMPN 126, dan SMP PPSP, Jakarta. Sedangkan SMPN I dan II di
Cianjur merupakan wakil daerah. Untuk tingkat SD dan perguruan
tinggi, percobaan masih ditangguhkan.
Dari keseluruhan siswa kelas 1, di sekolah terpilih itu lewat
seleksi yang ketat, akhirnya 106 siswa SMA dan 62 siswa SMP
dinyatakan sebagai anak berbakat. Seleksi antara lain dengan
cara tes psikologi, melihat angka rapor, dan menyebarkan daftar
pertanyaan yang disusun BP3K. Juga pendapat guru dan kepala
sekolah dijadikan pertimbangan.
Di hari-hari sekolah biasa, pelajaran untuk anak-anak terpilih
itu ya, sama saja dengan yang lain-lain. Meski, mereka
dikelompokkan dalam kelas tertentu bersama siswa-siswa yang juga
berprestasi tinggi. Tapi di luar jam sekolah mereka mendapat
program pengayaan pelajaran, yang diberikan oleh guru-guru yang
terpilih pula. Di sembilan sekolah itu terseleksi 56 guru dengan
kriteria antara lain: punya pengalaman mengajar yang cukup lama,
mampu memahami hambatan belajar anak didiknya. Juga, bisa
bergaul secara luwes dengan siswa-siswa, menguasai bidang
ilmunya dan selalu berusaha mengembangkannya.
Percobaan kali ini baru ditujukan untuk bidang ilmu pengetahuan
alam. Guru-guru pembimbing pun dipilihkan antara lain dari guru
bidang studi Fisika, Kimia, Biologi, Matematika.
Yang menarik bagaimana tanggapan para siswa itu sendiri? Nani
Herlina, 13 tahun, kelas 2 SMPN I, Cianjur, heran, mengapa dia
terpilih sebagai anak berbakat. "Saya tak pernah jadi juara
kelas," katanya. Anak uru agama SPGN Cianjur yang gemar voli
ini menganggap terpilihnya dia "pasti ini cuma kebetulan".
Sementara Poppy dari SMAN I, Jakarta, dengan malu-malu mengakui,
sejak kelas I SD ia memang selalu termasuk tiga besar di
kelasnya. Dan Chalik, teman Poppy, tercatat sebagai siswa yang
nilai Matematikanya tak pernah di bawah 9. Menurut catatan di
sekolahnya kini, tingkat kecerdasannya mencapai 147 -- jauh
lebih tinggi dari angka 130 yang menunjukkan seorang yang super
cerdas.
Tak enaknya, di sekolah-sekolah itu pun kadang terdengar suara
sumban. "Yah, terang kami kalah dengan mereka, habis, katanya,
mereka diberi pelajaran tambahan," kata Sadiah dari SMAN
Cianjur. Tapi cepat-cepat si cewek ini mengakui, "memang mereka
tekun-tekun, tak banyak bermain-main." Dan menurut Poppy, dia
akhir-akhir ini sering mendengar anak-anak berteriak: "Tuh,
lihat anak berbakat ..." kata Poppy menirukan teriakan di
sekolahnya.
Dan jangan dikira yang kemudian tergolong anak berbakat tak
mempunyai ganjalan di hati. "Wah ini kan jadi beban moral," kata
Sitti Yati Yaniawati dari SMAN Cianjur "Saya harus belajar lebih
banyak lagi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini