Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Adat Bersandi Perdata

Sengketa gelar Datuk Rajo Jihin dan harta pusaka antara kaum yang dipimpin Jamilus dengan kaum yang dipimpin Lutan di Solok, Sum-Bar, berakhir dengan keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan Jamilus. (hk)

25 Mei 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU kaum suku Melayu Balaiman' siang di Kota Madya Solok, Sumatera V Barat, yang dipimpin Penghulu (kepala adat) Lutan Datuk Rajo Jihin, dinyatakan kalah oleh Mahkamah Agung dalam sengketa gelar pusaka dan tanah adat dengan Jamilus Datuk Mudo. Berdasarkan keputusan itu, seluruh tanah pusaka dan rumah gadang kaum Datuk Rajo Jihin yang disebutkan dalam perkara harus diserahkan kepada lawannya. Tapi eksekusi yang direncanakan Pengadilan Negeri Solok, awal Mei lalu, gagal. Sebab, tanah yang disebutkan dalam putusan Mahkamah Agung itu berbeda dengan tanah yang dimiliki kaum Datuk Rajo Jihin secara turun-temurun. Misalnya, sawah yang disebutkan harus dieksekusi sebanyak 11 bidang ternyata hanya ada empat bidang. "Selain luas tanah, juga batas-batas yang disebutkan dalam perkara itu tidak benar. Seharusnya perkara ini sudah gugur karena obyek perkaranya tidak jelas," ujar Lutan. Lutan memang sangat gusar atas putusan peradilan tertinggi itu. Sebab, jika keputusan Mahkamah Agung itu benar-benar terlaksana, berarti seluruh harta kaumnya hilang. Berarti juga rumah gadang dan tanah pekuburan - syarat sahnya sebuah kaum - pun harus dibongkar. "Ini berarti pula, kami diusir dari permukaan bumi ini," ujar Datuk Rajo Jihin, yang merasa mewarisi harta itu dari nenek moyangnya, yang semula dipimpin Gewang Datuk Mudo (meninggal 1923). Ketika Gewang meninggal, menurut Lutan Datuk Rajo Jihin, Almarhum tidak mempunyai adik atau kakak. Karena itu, ia tidak pula mempunyai keponakan kandung - yang seharusnya berhak atas gelar pusaka itu. Maka, gelar Datuk Mudo diambil oleh saudara ibu Almarhum - ibu beradik-kakak - Rasyad Datuk Rajo Jihin. Suku Melayu Balaimansiang itu, kata Lutan, memang memiliki banyak gelar pusaka: di antaranya Datuk Mudo, Datuk Rajo Jihin, Datuk Rangkayo Mulia, Datuk Itam, dan Datuk Rajo Pasisie. Tapi, sejak Gewang meninggal, hanya gelar Datuk Rajo Jihin yang dihidupkan di dalam persukuan itu. Gelar itulah yang turun dari Rasyad ke Akam dan kemudian diterima Lutan. Namun, cerita Lutan itu dibantah Jamilus Datuk Mudo, yang datang dari Kecamatan Saningbakar, Kabupaten Solok, sekitar 15 km dari Kota Madya Solok. Menurut Tamilus, Almarhum Gewang sebenarnya punya adik kandung dan keponakan bernama Nurdin. Tapi, karena adiknya suka membantahnya, ia membuat wasiat yang memberikan gelarnya kepada orang lain bernama Yusuf. Pengurusan harta pusaka kaumnya ia serahkan kepada orang lain lagi, Syekh Muhammad Saleh. Pemegang gelar berdasarkan wasiat itu, Yusuf Datuk Mudo, menurut Jamilus, meninggal 1935. Tapi Nurdin tidak mengambil kembali gelar itu karena dihalangi Syekh Muhammad Saleh. Akibatnya, gelar itu terkatung-katung sampai 1940. Pada waktu itulah Jarum, keponakan Nurdin, dinobatkan sebagai Datuk Mudo, yang kemudian digantikan Jamilus. Sementara itu, harta pusaka diambil alih oleh Akam Datuk Rajo Jihin, dan belakangan oleh Lutan Datuk RajoJihin. "Rumah gadang kami telah roboh, dan di atas tanah itulah kini rumah gadang Lutan berdiri," kata Jamilus. Pertengkaran antara kedua kaum itu meledak pada 1965. Pada pertemuan penghulu di daerah itu, Akam Datuk Rajo Jihin memprotes kehadiran Jarum Datuk Mudo. Sebab, menurut Akam, gelar Datuk Mudo itu merupakan milik kaumnya. Pertengkaran itu memuncak karena Akam berniat menobatkan seorang keponakannya sebagai penghulu dengan gelar Datuk Mudo. Perkara gelar itu akhirnya sampai ke Pengadilan Negeri Solok. Di pengadilan itu, Jarum menggugat balik Akam, dan menuntut harta pusaka kaum diserahkan kepada kaumnya. Setelah Jarum dan Akam meninggal dunia, perkara itu diteruskan pewarisnya, Jamilus dan Lutan. Dewi Keadilan ternyata berpihak kepada Jamilus. Mahkamah Agung, pada 1979, memutuskan Jamilus yang menang: Lutan harus menyerahkan gelar dan harta pusakanya. Putusan itu tidak bisa diterima Lutan. Ia meminta peninjauan kembali. Selain mengajukan bukti-bukti baru, Lutan juga menyampaikan pernyataan para ninik mamak dan penghulu Kota Madya Solok, yang menyatakan bahwa Jamilus Datuk Mudo tidak dikenal dalam perangkat kepenghuluan di kota itu. Sebaliknya dilampirkan pula pernyataan penghulu dan ninik mamak Kecamatan Saningbakar yang menyebutkan bahwa Jamilus sebenarnya adalah anak keponakan suku Melayu Balaimansiang Saningbakar. Bahkan ia memiliki rumah gadang dan harta pusaka di desa itu. "Sayang, surat pernyataan itu tidak sampai ke Mahkamah Agung, sehingga kami dikalahkan," ujar Lutan, setelah Mahkamah Agung menolak permohonan request civiel yang diajukannya. Keputusan perkara gelar dan pusaka semacam itu disebut ketua organisasi advokat (Peradin) Sum-Bar, Djanas Raden Datuk Bandaro Kuning, sebagai kekeliruan menangani perkara adat dengan hukum perdata biasa. Sebab, kata Djanas, menurut adat Minangkabau, mustahil seorang kepala adat berada di luar kaumnya, seperti kasus Jamlius itu. Ketua Pengadilan Negeri Solok, H. Aep Effendi, yang baru delapan bulan di kota itu, menyatakan sedang menunggu petunjuk Mahkamah Agung untuk melaksanakan putusan itu. Ia membantah bahwa peradilan salah memutuskan perkara itu hanya karena ada perbedaan luas antara keputusan dan tanah yang ada. "Tanah itu tanah adat. Jadi, luasnya dikira-kira saja. Seharusnya, bila satu kaum kalah, ia harus menyerahkan seluruh tanahnya kepada lawannya," ujar Aep, yang berasal dari Jawa Barat. Artinya, kaum Lutan atuk Jihin harus terbuang juga, begitu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus