UPAYA hakim untuk mencari kebenaran yang satu ini patut dipuji: Pengadil an Tinggi Jawa Barat, Selasa pekan lalu, membuka kembali persidangan atas Kosasih Handoyo alias Lie Kok Ho alias Cie Ok, yang sebelumnya divonis Pengadilan Negeri Subang penjara seumur hidup karena dianggap terbukti membunuh istrinya, Nyonya Neneng Sonya. Majelis hakim banding, yang diketuai Supandi, yang sebetulnya bisa memeriksa perkara itu hanya dengan membaca berkas-berkas, ternyata meminta persidangan itu diulang oleh majelisnya. Lebih menarik lagi, peradilan tingkat kedua itu menyidangkan perkara Cie Ok di Pengadilan Negeri Subang, tempat terhukum sebelumnya diadili. "Ini pertama kali terjadi: pengadilan tinggi melakukan pengawasan langsung terhadap jalannya sidang di peradilan bawahannya," ujar pembela Cie Ok, Anwar Sulaiman. Pada persidangan ulangan itu, Cie Ok, 39, kembali duduk di kursi pesakitan. Ia, seperti juga di persidangan Januari lalu, dituduh jaksa membunuh istrinya sendiri. Menurut jaksa, Cie Ok, dengan dibantu seorang temannya, Nariman, memaksa Neneng meminum racun serangga. Kepada polisi, sebelumnya, Nariman, yang memiliki warung di samping kedai kelontong Cie Ok, mengaku bertandang ke rumah temannya itu pada waktu pembunuhan terjadi, 4 Januari 1984, sekitar tengah malam. Ia, katanya, melihat tuan rumah lagi menghimpit istrinya di kamarnya yang terbuka. Melihat Nariman datang, Cie Ok meminta tamunya itu membantu memegangi kaki Neneng. Setelah itu, Cie Ok mencekokkan cairan racun itu ke mulut istrinya. Di persidangan banding itu, Nariman yang sebelumnya dihukum 15 tahun penjara, membantah pengakuannya itu. Ia, katanya, memang pernah mengaku seperti itu. Tapi, itu karena ia takut disiksa polisi. "Padahal, saya tidak tahu apa-apa. Malam itu, saya ada di rumah, dan tidur nyenyak sampai pagi," ujar Nariman. Menurut Pembela Anwar Sulaiman, banyak hal yang tidak beres dalam perkara kliennya itu. Semula, tutur Anwar, waktu perkara diusut polisi Kecamatan Sukamandi Neneng dinyatakan bunuh diri dengan racun serangga. Tapi, penyidikan Polres Subang menyimpulkan, korban dibunuh Cie Ok dengan bantuan Nariman. Penyidikan yang dilakukan Mabes Polri, tambah Anwar, malah menghasilkan beberapa versi: selain dibantu Nariman, konon Cie Ok dibantu pula oleh saudara-saudaranya ketika membunuh istrinya. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Subang, yang diketuai Sunarto, menurut Anwar, memegang dua berkas perkara yang berbeda - meski sama-sama hasil penyidikan Mabes Polri. Dalam berkas Cie Ok, disebutkan bahwa pembunuhan itu dilakukan Cie Ok sendirian. Tapi pada berkas lain, Nariman, sebagai terdakwa, hanya berperan sebagai pembantu dalam kejahatan itu. "Dua berkas itu akhirnya menghasilkan dua vonis yang berbeda. Inilah yang saya sebut sebagai kejanggalan-kejanggalan,' ujar Anwar. Anwar yakin, kliennya tidak bersalah dalam perkara itu. Sebab, dalam visum kematian, disebutkan bahwa Neneng mati karena keracunan, tanpa tanda-tanda kekerasan sebelumnya. Kecuali itu, Anwar masih menyimpan surat Neneng kepada suaminya, yang mengesankan niat Almarhumah untuk bunuh diri. Konon, seperti diakui Anwar Cie Ok dicemburui Neneng karena mempunyai hubungan dengan wanita lain. "Selain itu, tidak mungkin Cie Ok - walau dibantu Nariman - bisa membunuh Neneng dengan cara begitu. Sebab, Neneng pemegang sabuk hitam tae kwon-do," tutur Anwar. Namun, harapan Anwar untuk membebaskan kliennya agaknya masih membutuhkan waktu panjang. Sebab, Jaksa Fahmi tidak berhasil menghadapkan dua saksi penting dalam kasus itu, yaitu pembantu rumah tangga Cie Ok - Warsih - dan pembantu laki-laki di toko milik Cie Ok, Markus. Jaksa Fahmi tidak pula bisa memastikan kapan kedua saksi itu bisa didengar di persidangan banding itu. Sebab itu, ketua majelis hakim banding, Supandi, terpaksa menunda sidang sampai waktu yang tidak ditentukan. Kepala Humas Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Siti Kamari Soebari, membantah bahwa persidangan ulangan itu karena peradilan banding tidak mempercayai hasil pemeriksaan peradilan bawahannya. "Persidangan itu tidak mempunyai keistimewaan apa pun karena prosedurnya sudah diatur KUHAP. Kami merasa perlu bersidang di sana, hanya untuk meyakini apa yang sesungguhnya terjadi," uJar Siti Kamari Soeban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini