Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Ahok Bebas, Ini Perjalanan Waktu Kasus Penistaan Agama

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok akan bebas dari rumah tahanan Markas Komando Brigade Mobil hari ini, Kamis 24 Januari 2019

24 Januari 2019 | 09.23 WIB

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. TEMPO/Subekti
Perbesar
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok akan bebas dari rumah tahanan Markas Komando Brigade Mobil hari ini, Kamis, 24 Januari 2019.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan Ahok bersalah dalam kasus penistaan agama dan menjatuhi hukuman penjara selama dua tahun.
Baca : Hari Kebebasan Ahok, Polisi Depok: Hanya Gatur Lalin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kini setelah menjalani semua masa hukuman dan mendapatkan berbagai remisi, Ahok yang lebih senang dipanggil BTP akan kembali menghirup udara bebas. Berikut jejak kasus tersebut:

-27 September 2016.
Ahok mengunjungi Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu dan menyinggung surat Al-Maidah ayat 51 saat menyampaikan sambutan. Dalam pidatonya, Ahok mengatakan ada pihak yang menggunakan isi surat tersebut agar warga tidak memilih dirinya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jadi jangan percaya-percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, gak bisa pilih saya. Ya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51,” bunyi salah satu kutipan pidato Ahok.

Selama berpidato, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merekamnya dan mengunggah video tersebut dalam akun YouTube milik Pemprov DKI.

-6 Oktober 2016
Selang beberapa hari setelah video itu diunggah, seorang warga bernama Buni Yani menggunggah potongan pidato Ahok itu ke media sosial dan menjadi viral. Berbagai reaksi masyarakat atas pidato Ahok itu pun muncul, salah satunya dari kelompok  Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) .


ACTA lalu melaporkan pidato Ahok itu ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan penistaan agama. Laporan Acta itu memicu laporan lainnya ke polisi, beberapa organisasi bahkan ada yang mengadukan Ahok ke Polda Metro Jaya.

-10 Oktober 2016
Melihat kerasnya reaksi masyarakat atas pidatonya di Pulau Seribu, Ahok meminta maaf. Ahok mengatakan tidak bermaksud melecehkan agama Islam ataupun Al quran.

Menurut dia, masyarakat bisa melihat video sesungguhnya untuk mengetahui suasana yang terjadi saat ia melontarkan ucapannya itu. "Tidak ada niat apa pun. Orang di Kepulauan Seribu pun saat itu, satu pun tidak ada yang tersinggung, mereka tertawa, kok," ujar Ahok.

Namun meskipun sudah meminta maaf, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat itu, Amirsyah Tambunan, mendesak kepolisian tetap menindaklanjuti laporan dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.
Simak : Sambut Ahok Bebas, Para Ahoker Nyanyikan Indonesia Raya

Menurut dia, ucapan permintaan maaf Ahok terkait ucapannya yang mengutip salah satu surat dalam kitab suci Al-Quran, yakni Al-Maidah ayat 51, tidak berarti masalah selesai. "Maaf sudah dimaafkan. Tapi masalah hukum, harus tetap berjalan," ujar dia.

-4 November 2016.
Desakan masyarakat agar kasus dugaan penistaan agama diusut tuntas oleh pihak kepolisian terus berlanjut. Di tanggal ini, ratusan massa yang digerakan oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) menggelar aksi damai di depan Balai Kota dan Istana Merdeka, Jakarta Pusat.

Saat itu sejumlah tokoh politik terlibat dalam aksi tersebut, seperti misalnya dua orang Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Selain itu Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shibab juga terlibat dalam aksi itu.

Aksi yang awalnya berjalan damai lalu berujung ricuh karena provokasi sejumlah oknum. Peserta unjuk rasa dorong-dorongan dan melempari barang-barang ke pasukan pengamanan dari Polri dan TNI. Sejumlah kendaraan Polri dan TNI dibakar dan dirusak.

Massa yang tergabung dalam organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI) dan presidium 212 saat melakukan demo terkait sidang peninjauan kembali (PK) Terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 26 Februari 2018. TEMPO/Subekti.

Polisi sempat melontarkan gas air mata beberapa kali untuk membubarkan massa yang semakin tak terkendali.

Kerusuhan juga terjadi di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, dekat permukiman tempat tinggal Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Di Gedong Panjang, Jakarta Utara, beberapa rumah dirusak dan sebuah minimarket dijarah kelompok massa.

-7 November 2016
Ahok untuk pertama kalinya diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri. Polisi memeriksa Ahok sebagai saksi. Dalam pemeriksaan perdananya, Ahok dicecar 22 pertanyaan oleh penyidik selama kurang lebih 9 jam.

Dalam pemeriksaan itu, penyidik juga memanggil beberapa saksi ahli untuk dimintai pendapatnya soal pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang diduga menistakan agama itu. Polisi lalu melakukan gelar perkara pada 15 November 2016 dan mengumumkan hasilnya pada 16 November 2016.


Hasil gelar perkara itu ialah penetapan Ahok sebagai tersangka dalam kasus dugaan penodaan agama. Ahok diduga melanggar Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Namun Polisi memutuskan tidak menahan Ahok karena dinilai kooperatif.

-22 November 2016
Ahok kembali diperiksa Kepolisian Mabes Polri, namun kali ini berstatus sebagai tersangka. Penyidik menanyai Ahok dengan 22 pertanyaan dan pemeriksaan berlangsung selama delapan jam.

Selanjutnya, pada awal Desember 2016 kepolisian menyerahkan berkas pemeriksaan P21 itu ke Kejaksaan Agung untuk diproses lebih lanjut. Namun, meskipun berkas telah lengkap dan telah ditetapkan sebagai tesangka, Ahok tidak ditahan oleh Kejaksaan Agung.

-2 Desember 2016
Di hari ini, umat Islam kembali menggelar aksi yang bertajuk Aksi Bela Islam III.  Ribuan massa memadati Monas, Jakarta Pusat dan menggelar doa bersama. Mereka menuntut agar Ahok segera ditahan.

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun sampau datang ke acara tersebut. Mereka melaksanakan salat Jumat berjamaah bersama ulama dan peserta doa bersama.

-13 Desember 2016
Ahok menjalani sidang perdananya di  Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang saat itu tengah menempati gedung bekas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Jalan Gajah Mada.


-13 jaksa penuntut umum (JPU) yang akan menangani kasus itu mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP karena diduga menodakan agama.

Mendapat dakwaan tersebut, Ahok dan tim kuasa hukumnya mengajukan nota keberatan. Namun eksepsi tersebut akhirnya ditolak oleh majelis hakim.

Sidang itu terus bergulir dengan menghadirkan berbagai saksi ahli, seperti misalnya saksi ahli bahasa hingga saksi ahli agama. Ma’ruf Amin yang saat itu menjabat sebagai Ketua MUI pun juga sempat dihadirkan sebagai saksi ahli agama dan menyatakan ucapan Ahok itu memang menistakan agama.
Baca pula :
Tim Penjemputan Ahok di Mako Brimob Dipimpin Kuasa Hukum

Ahok juga sempat membacakan nota pembelaan atau pledoinya di hadapan majelis hakim sambil menangis. Dalam pledoinya, Ahok mengatakan bahwa dirinya adalah korban fitnah.

-9 Mei 2017
Setelah melewati rangkaian panjang persidangan, Hakim Ketua Dwiarso memutuskan Ahok bersalah dalam perkara penistaan agama. Majelis hakim menghukum Ahok dengan pidana penjara selama 2 tahun dan menyatakan Ahok terbukti bersalah melakukan penodaan agama serta melanggar Pasal 156 huruf a KUHP.

Vonis Ahok ini lebih berat dibanding tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menyatakan Ahok terbukti bersalah melanggar Pasal 156 KUHP tentang Penistaan Suatu Golongan. Jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman terhadap Ahok dengan penjara 1 tahun setelah menjalani masa percobaan 2 tahun.

Tonton video gaya Ahok saat bebas dari tahanan Mako Brimob disini

M JULNIS FIRMANSYAH l FRISKI RIANA l MAYA AYU PUSPITASARI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus