Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Amnesty International Indonesia Tolak Usulan Larangan Siaran Langsung Persidangan Masuk KUHAP

Amnesty International menyebut larangan siaran langsung persidangan akan melemahkan hak publik untuk memantau proses peradilan.

30 Maret 2025 | 13.05 WIB

Ilustrasi palu sidang pengadilan. legaljuice.com
Perbesar
Ilustrasi palu sidang pengadilan. legaljuice.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia menolak usulan Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Juniver Girsang agar Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur larangan siaran langsung atau siaran live sidang di pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Usulan tersebut harus ditolak karena berpotensi menciptakan hambatan bagi publik untuk mengakses informasi dari persidangan yang dilakukan secara terbuka,” kata Juru bicara Amnesty International Indonesia Haeril Halim saat dihubungi, pada Sabtu, 29 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Haeril, usulan itu berpotensi melemahkan prinsip keadilan terbuka dalam hak asasi manusia yang menjamin setiap individu memiliki kesempatan atas peradilan yang adil dan terbuka.

Haeril juga menyoroti peran pers sebagai penyedia informasi yang memastikan pemenuhan hak masyarakat luas untuk mendapatkan informasi terkait proses persidangan. Usulan Juniver Girsang tersebut tidak hanya menghambat kerja pers, melainkan juga berpotensi mempersulit akses bagi pemantau persidangan dari kalangan masyarakat sipil untuk memastikan suatu persidangan berjalan sesuai dengan norma-normal internasional. 

Padahal, kata Haeril, pemantau persidangan berfungsi untuk meningkatkan transparansi proses peradilan. Ia menyatakan, hak pemantau persidangan secara langsung maupun daring dijamin oleh aturan internasional. "Segala bentuk hambatan yang sengaja dicipkatan untuk membatasi akses pers maupun pemantau persidangan melanggar prinsip keadilan terbuka yang telah diatur dalam norma-norma internasional,” ujar dia.

Usulan agar larangan peliputan langsung sidang di pengadilan itu masuk ke revisi KUHAP itu disampaikan Juniver dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI pada Senin, 24 Maret 2025.

Dalam draft Rancangan KUHAP Pasal 253 ayat 3 tertulis bahwa, setiap orang yang berada di sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan. Menurut Juniver, ayat ini harus diperjelas bahwa yang dilarang adalah liputan secara langsung. Juniver mengatakan, liputan persidangan secara langsung bisa mempengaruhi keterangan saksi. “Saksi-saksi bisa mendengar, bisa nyontek,” kata dia dalam rapat dengar pendapat yang ditayangkan di kanal YouTube TV Parlemen.

Namun demikian, dia menyerahkan semua kembali kepada putusan majelis hakim sesuai dengan pertimbangan situasi terkini. Apabila hakim mengizinkan, media massa tetap bisa meliput secara langsung.

Dia juga mengatakan, awak media tetap diperkenankan mewawancara advokat di luar persidangan. “Jadi bukan berarti setelah dari sidang advokat tidak boleh memberikan keterangan di luar,” kata dia.

Menanggapi usul tersebut, Ketua Komisi III Habiburokhman mengatakan, akan mengundang pimpinan redaksi media massa agar bisa mendapat masukan. “Kami sangat-sangat menghargai hak publik mendapatkan informasi dan hak wartawan untuk menyebarluaskan informasi,” kata dia dalam konferensi pers usai rapat. 

DPR sudah memutuskan RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP menjadi RUU usul inisiatif parlemen. Persetujuan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025, 18 Februari 2025.

RUU KUHAP pun masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang diusulkan Komisi III DPR RI. Komisi III DPR RI menyatakan bahwa RUU KUHAP mendesak untuk segera dibahas karena UU KUHP yang baru akan berlaku pada 2 Januari 2026. Pengesahan KUHAP dinilai penting karena menjadi hukum formal yang mengoperasikan pemberlakuan KUHP sebagai hukum materiil.

Anastasya Lavenia Y dan M. Raihan Muzakki berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Pilihan Editor: Remisi 157.953 Narapidana di Hari Nyepi dan Idul Fitri Akan Menghapus Biaya Makan Rp 81 Miliar

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus