Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

AMSI Desak Polisi Usut Kekerasan terhadap Jurnalis saat Meliput Demo Revisi UU TNI

AMSI menilai penegakan hukum dalam kasus kekerasan jurnalis diharapkan bisa memberikan efek jera terhadap pelaku.

29 Maret 2025 | 09.03 WIB

Direktur Utama PT Info Media Digital, Wahyu Dhyatmika saat membuka acara @Ngobrol Tempo "Mudik Lebaran 2025: Semua Siaga, Semua Bahagia," di Gedung Tempo, Jakarta, pada Jumat, 14 Maret 2025. TEMPO/Abdul Karim
Perbesar
Direktur Utama PT Info Media Digital, Wahyu Dhyatmika saat membuka acara @Ngobrol Tempo "Mudik Lebaran 2025: Semua Siaga, Semua Bahagia," di Gedung Tempo, Jakarta, pada Jumat, 14 Maret 2025. TEMPO/Abdul Karim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyoroti tren peningkatan kekerasan terhadap jurnalis sepanjang dua pekan terakhir. Tindakan kekerasan tersebut berlangsung saat jurnalis meliput demo penolakan terhadap revisi UU TNI yang berlangsung di sejumlah daerah di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika menilai serangan terhadap jurnalis dalam dua pekan terakhir telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Menurut dia, aksi kekerasan tersebut telah menebar ketakutan dan rasa tidak aman bagi jurnalis dan media. Bila terus berlanjut, Wahyu mengatakan hal ini bisa memicu self censorship di kalangan redaksi media.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Serangkaian kekerasan ini merupakan upaya sistematis untuk membungkam media dan jurnalis agar tidak lagi memberitakan kesalahan dan pelanggaran yang terjadi,” kata Wahyu melalui siaran pers, Jumat, 28 Maret 2025.

Menurut Wahyu, serangkaian aksi kekerasan dan teror terhadap organisasi media turut mengancam kebebasan pers. Padahal, dia melanjutkan, pers dan jurnalis dilindungi oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999.

“Jika dibiarkan maka era pers bebas yang diperjuangkan pada era Reformasi 1998, akan lenyap dan berganti menjadi pers yang hanya melaporkan narasi tunggal pemerintah,” ujarnya.

Sekjen AMSI Maryadi mendesak kepolisian mengusut serangkaian kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis yang terjadi dalam dua pekan terakhir. Menurut dia, dengan adanya penegakan hukum terhadap pihak yang mengancam kebebasan pers, hal itu bisa memberikan efek jera.

“Transparansi dalam penegakan hukum akan menjadi faktor krusial dalam mencegah eskalasi lebih lanjut dan memberikan rasa aman bagi jurnalis serta pelaku industri media,” tegas Maryadi.

AMSI pun mendesak polisi mengusut tuntas dan mengungkap pelaku intimidasi dan kekerasan yang menimpa jurnalis di berbagai daerah, serta mengungkap dalang teror yang ditujukan kepada jurnalis Tempo. Selain itu, AMSI juga meminta pemerintah menjamin keamanan jurnalis dan pekerja media yang berpotensi menjadi sasaran intimidasi dan kekerasan. 

Selain desakan terhadap kepolisian dan pemerintah, AMSI juga mengingatkan kantor media untuk memperkuat sistem keamanan dalam menjalankan tugas jurnalistik. Perusahaan media harus bersama-sama memperkuat sistem keamanan digital dan memperhatikan keselamatan jurnalis di lapangan. 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat sepanjang dua pekan terakhir sejak disahkannya revisi UU TNI, terdapat sejumlah serangan terhadap jurnalis di berbagai daerah. Ancaman tersebut berupa serangan digital, teror, kekerasan fisik hingga ancaman dan intimidasi.

Sebagian besar kekerasan dan ancaman itu terjadi saat jurnalis meliput demo penolakan RUU TNI yang menyeruak di berbagai daerah. Saat pengesahan RUU TNI pada 20 Maret 2025, AJI Jakarta melaporkan bahwa jurnalis IDN Times dan orang jurnalis pers kampus Suara Mahasiswa UI menjadi korban pemukulan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi di depan gedung DPR.

Kemudian pada 24 Maret 2025, dua jurnalis dari BeritaJatim.com dan Suara Surabaya juga dilaporkan menjadi sasaran kekerasan aparat ketika meliput demonstrasi penolakan UU TNI di Surabaya, Jawa Timur. Hasil liputan mereka, berupa foto dan video, dihapus aparat secara paksa. 

Pada hari yang sama, tiga jurnalis di Sukabumi dan Bandung, Jawa Barat, dari Kompas.com, DetikJabar dan VisiNews, juga mengalami intimidasi dan kekerasan serupa ketika meliput aksi protes mahasiswa di sana. Di tengah demonstrasi menolak revisi UU TNI, mereka mengabadikan kekerasan yang dilakukan polisi pada mahasiswa. Keduanya langsung disergap polisi dan dipaksa menghapus foto dan video di alat kerja mereka. 

Sehari kemudian, delapan jurnalis pers mahasiswa di Malang, Jawa Timur, yang tergabung dalam Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia juga mengalami kekerasan dari polisi ketika tengah meliput demonstrasi yang memprotes revisi UU TNI.  

Sebelumnya, pada 19 Maret 2025, kantor Tempo di Jakarta, menerima kiriman kepala babi yang ditujukan pada salah satu jurnalisnya, disertai pesan ancaman ke akun Instagram Tempo, untuk tidak lagi memberitakan berbagai informasi yang kritis terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

Tak lama kemudian, akun Whatsapp milik keluarga jurnalis Tempo, diserang secara digital. Teror berlanjut tiga hari berikutnya dengan kiriman paket berisi enam tikus tanpa kepala ke kantor Tempo.

Nandito Putra

Lulus dari jurusan Hukum Tata Negara UIN Imam Bonjol Padang pada 2022. Bergabung dengan Tempo sejak pertengahan 2024. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus