Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gedung Makhamah Konstitusi atau Gedung MK tahun ini memasuki 17 tahun usia berdirinya. Bangunan yang terletak di Jalan Merdeka Barat, Jakarta itu menjadi tempat para hakim menjaga keberlangsungan konstitusi di negeri ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tepatnya pada 13 Agustus 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan berdirinya Gedung MK, yang bertepatan dengan ulang tahun MK ke-4. Peresmian saat itu dihadiri sejumlah pejabat, di antaranya Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Ketua DPR Agung Laksono, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita, Ketua MA Bagir Manan, Ketua BPK Anwar Nasution.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian ada pula beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, anggota DPR RI serta Gubernur DKI Jakarta dan para pejabat lainnya. Hadir pula Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Ali Alatas, dan anggota Wantimpres yang juga pengacara senior Adnan Buyung Nasution.
Sebelum peresmian gedung ini, kantor MK secara nomaden dan menumpang di beberapa lembaga negara antara lain Hotel Santika, Plaza Centris, dan gedung milik Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Laporan dari setneg, pembangunan gedung di atas lahan seluas 4.420 meter dengan luas lantai 23.323 meter ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian utama yang di dalamnya terdapat ruang sidang pleno dan ruang sidang panel serta media centre terdiri atas empat lantai. Di belakang bangunan utama terdapat bangunan pusat perkantoran bagi para hakim konstitusi dan pegawai sekjen dan kepaniteraan MKRI yang terdiri dari 16 lantai
Bangunan gedung MK pun tak terlepas dari nilai-nilai filosofi. Terdapat sembilan pilar yang menyangga depan gedung ini, menjadi lambang tonggak konstitusi untuk tetap berdiri tegak.
Sembilan pilar itu miliki arti ada sembilan hakim konstitusi yang berdiri secara otonom, benar dan adil. Dilansir dari laman mkri.id, kesembilan orang itu bahkan diharapkan dapat mencerminkan atau mewakili ragam pandangan masyarakat luas akan rasa keadilan.
Jika dalam masyarakat terdapat 9 aliran pemikiran tentang keadilan, maka kesembilan orang hakim konstitusi itu hendaklah mencerminkan kesembilan aliran pemikiran tersebut. Keadilan dan kebenaran konstitusional justru terletak dalam proses perdebatan dan bahkan pertarungan kepentingan untuk mencapai putusan akhir yang akan dijatukah dalam persidangan Mahkamah Konstitusi.
Karena itu, persidangan Mahkamah Konstitusi selalu harus dihadiri 9 orang dengan pengecualian jika ada yang berhalangan, maka jumlah hakim yang bersidang dipersyaratkan sekurang-kurangnya 7 orang. Karena itu pula, dapat dikatakan bahwa Mahkamah Konstitusi hanya mengenal satu majelis hakim, tidak seperti di Mahkamah Agung.
Saat pembangunannya, Gedung MK disebut bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang terseret kasus korupsi Wisma Atlet Jakabaring, Palembang. Dia menyebutkan akan membongkar korupsi di 11 proyek yang menggunakan duit negara. Termasuk, proyek gedung MK senilai Rp 300 miliar yang dilakukan melalui penunjukan langsung PT Pembangunan Perumahan.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie membantah terjadi korupsi dalam pembangunan gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, yang dibangun 2006 silam. Ketika memimpin MK, Jimly mengaku tak menemukan kejanggalan dalam biaya pembangunan gedung. "Tapi, lebih jelasnya tanya Sekjen MK, beliau yang lebih tahu teknis," kata Jimly saat dihubungi Tempo, Kamis, 1 Agustus 2013.
Menurut Jimly, pembangunan Gedung MK benar-benar maksimal. Ia juga tak menemukan indikasi saweran duit proyek dari berbagai pihak. Bahkan Jimly sendiri pernah memberikan peringatan keras kepada karyawan dan pekerja proyek gedung MK untuk tidak memberi dan menerima hadiah dalam bentuk apa pun.
Jimly menyebut Gedung MK sebagai percontohan pembangunan gedung di Indonesia. "Ini gedung kebanggaan kami, tanpa pungli," katanya. Adapun soal penunjukan langsung perusahaan penggarap pembangunan gedung MK, Jimly mengaku tak paham. "Tanya ke Sekjen saja."
ELLYA SAFRIANI I INDRA WIJAYA I SDA