Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seniman sekaligus budayawan, Butet Kartaredjasa mengkritik soal majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam Pemilu 2024 mendatang. Butet menilai Gibran tak cukup berpengalaman dalam dunia politik karena baru menjabat sebagai Wali Kota Solo sekitar dua tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"(Gibran) berpengalaman? Baru jalan dua tahun, tugasnya saja itu lima tahun. Dua tahun kok berpengalaman," ujar Butet dalam potongan video wawancaranya dengan Mata Najwa yang dikutip pada Senin, 23 Oktober 2023. "Sekarang sudah 40 tahun saya berteater, saya baru berani mengatakan saya berpengalaman."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan Butet merespons Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan soal syarat capres dan cawapres yang berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Keputusan itu memuluskan langkah putra sulung Presiden Joko Widodo alias Jokowi mendaftar sebagai cawapres.
Potongan video wawancara dengan Butet tersebut tersebar tak hanya di media sosial, tapi juga di sejumlah grup percakapan WhatsApp. Dalam video itu, Butet menilai istilah berpengalaman sebgaai kepala daerah dalam putusan MK itu juga membingungkan.
Sebab, kata Butet, bagi masyarakat umum yang meniti karier, membutuhkan proses yang panjang. Ia mencontohkan, untuk menjadi manajer atau kepala bagian di sebuah kantor, pegawai perlu gigih berjuang, kemudian menjadi orang yang dipercaya dan berpengalaman sampai akhirnya naik jabatan.
Dia pun mengaku baru merasa berpengalaman sebagai aktor setelah 25 tahun bekerja dan menerima upah di bidang tersebut. Setelah proses yang panjang itu, Butet baru merasa pantas berbagi pengalamannya karena telah menjalani karier lebih dari seperempat abad.
Selanjutnya: Butet kemudian berkaca pada pengalaman...
Butet kemudian berkaca pada pengalaman dia sebagai putra dari seniman Indonesia, Bagong Kussudiardjo. Ia pun menegaskan seharusnya anak dari seorang tokoh tak menjadi benalu dari nama besar keluarga. Seharusnya, ucap Butet, ada tahapan-tahapan yang dijalani untuk mematangkan keterampilan dan kepribadian seseorang. Terlebih untuk menjadi pemimpin negara.
Selain menyoroti cara Gibran menjadi cawapres. Butet juga mengkritik proses instan Kaesang menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Adapun anak kedua Jokowi itu langsung menduduki posisi Ketua Umum setelah hanya dua hari bergabung dengan partai tersebut.
Butet pun mengaku khawatir peristiwa ini memberi pelajaran buruk bagi anak muda di Indonesia. Pembelajaran buruk yang ia maksud adalah menanamkan pikiran kepada anak muda, bahwa menjadi manusia instan di Tanah Air itu memungkinkan.
"Bayangkan itu kalau nanti anak muda, anak remaja yang bertumbuh hari ini melihat peristiwa itu, oh kalau gitu aku jadi tarzan saja, gandul nama besar ayahku," ujar Butet Kartaredjasa.