Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia menanggapi pemanggilan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas (BEM KM Unand) Padang oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat. Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena mengatakan insiden menunjukkan sikap pemerintah yang seakan melupakan mandat reformasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Negara ini seakan melupakan mandate Reformasi, ketika perbedaan pendapat dan kritik konstruktif justru malah dibungkam,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis, 23 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun Ketua BEM KM Unand, Arsyadi Walady Sinaga dipanggil karena unggahan poster dengan wajah Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Ketua DPR Puan Maharani. Poster itu dianggap telah menghina presiden. Arsyadi menyatakan pemanggilan tersebut merupakan yang kedua kalinya.
Wirya berujar jika poster saja dianggap hal yang berbahaya hingga harus diturunkan dan dihentikan, itu semakin menegaskan bahwa Indonesia berada dalam krisis kebebasan berpendapat dan berekspresi. Menurutnya, aparat kepolisian seharusnya melihat poster yang diunggah oleh BEM KM Universitas Andalas sebagai bagian dari hak warga untuk menyampaikan pendapat.
“Mereka adalah warga yang sedang menggunakan haknya, bukan pelaku tindak pidana atau penjahat,” tutur Wirya.
Ia menuturkan negara harus benar-benar menunjukkan komitmennya untuk menjamin hak-hak seluruh masyarakat untuk bersuara dan bersikap kritis. Komitmen itu, kata Wirya, juga harus ditunjukkan di tingkat legislasi, seperti dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Wirya menyebutkan dalam draf terakhir yang dibahas di tahun 2019 dan isu yang diajukan pemerintah ke DPR, pasal terkait penghinaan terhadap pihak berkuasa, serta pasal yang mempidanakan keramaian tanpa pemberitahuan masih dipertahankan. Menurutnya itu menunjukkan negara melalui pemerintah tidak serius melindungi hak-hak asasi masyarakat.
“Kami, sekali lagi, mendesak negara untuk melindungi hak kebebasan berpendapat dan berekspresi dengan memberi ruang untuk kritik damai mahasiswa dan menjamin legislasi yang berperspektif hak asasi manusia,” ucapnya.
Dalam draft terakhir RKUHP yang tersedia untuk publik, Wirya menjelaskan ada banyak pasal yang berpotensi membungkam kebebasan sipil, kebebasan berekspresi dan berpendapat, serta kebebasan pers, antara lain:
- Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 218 dan 219)
- Pasal penghinaan terhadap pemerintah yang sah (Pasal 240 dan Pasal 241)
- Pasal tentang penyiaran berita bohong (Pasal 262)
- Pasal tentang penyelenggaran aksi tanpa pemberitahuan lebih dahulu (Pasal 273)
- Pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 dan 354)
- Pasal tentang pencemaran nama baik (Pasal 439)
- Pasal tentang pencemaran orang mati (Pasal 446).
Wirya menyatakan hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi sudah dijamin dan dilindungi di berbagai instrumen hukum. Secara internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di pasal 19 di Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum Nomor 34 terhadap Pasal 19 ICCPR. Hak tersebut juga dijamin di Konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E dan 28F UUD, serta pada Pasal 14 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Sedangkan hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul, kata Wirya, telah dijamin dalam Pasal 21 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU 12/2005, serta Komentar Umum Nomor 37 atas Pasal 21 ICCPR.
“Dalam kerangka hukum nasional, Konstitusi Indonesia juga telah menjamin hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, yaitu dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945,” tuturnya.
BEM KM Unand mengunggah poster berupa wajah Jokowi dan Puan Maharani dalam akun media sosial Instagram mereka. Unggahan itu terkait dengan protes mereka atas pengesahan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) pada Mei lalu.