Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Berkaca di Kasus Band Sukatani, ICJR: Polisi Punya Aturan yang Tabrak KUHAP

Penanganan terhadap grup band Sukatani menunjukan, banyak aturan internal kepolisian yang bertabrakan dengan hukum pidana yang diatur dalam KUHAP.

23 Februari 2025 | 07.54 WIB

Duo band Sukatani Dok. Nois Are Sip!
Perbesar
Duo band Sukatani Dok. Nois Are Sip!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Institusi kepolisian Jawa Tengah menjadi sorotan dalam menangani grub band Sukatani. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak Kepolisian mengubah aturan internalnya. Pasalnya, banyak aturan yang menabrak bahkan melanggar aturan pidana yang diatur dalam KUHAP.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Plt. Direktur Eksekutif ICJR, Maidina Rahmawati mengatakan, ada dua aturan yang melanggar KUHAP yakni Perkap Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dan Perpol Nomor 8 tahun 2021 tentang Keadilan Restoratif. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Aturan-aturan itulah yang kerap digunakan polisi menangkap orang secara sewenang-wenang, termasuk dalam kasus intimidasi terhadap personel band Sukatani. 

"Terdapat sejumlah aturan internal polisi yang memberikan kewenangan kepada kepolisian terkait hukum acara pidana tanpa dasar dan bahkan bertentangan dengan KUHAP," kata Maidina melalui keterangan resminya, Sabtu, 22 Februari 2025. 

Maidina mengatakan, dalam Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) 6 tahun 2019, disebutkan dalam proses penyelidikan tindakan-tindakan pembatasan justru diperbolehkan. Padahal KUHAP telah menyatakan bahwa penangkapan yang merupakan pembatasan kemerdekaan hanya dapat dilakukan dalam kerangka penyidikan, ataupun dalam konteks tertangkap tangan melakukan tindak pidana.  

"Pembatasan kemerdekaan dalam KUHAP oleh penyidik hanya dapat dilakukan atas adanya bukti permulaan yang cukup," kata Maidina. 

Selain itu, kata Maidina, dalam Peraturan Kepolisian atau Perpol 8 tahun 2021, penyelesaian tindak pidana UU ITE dapat dilakukan pada tahap penyelidikan. Caranya dengan terduga pelaku untuk minta maaf.  

Padahal, secara prinsip, keadilan restoratif adalah pendekatan penanganan perkara pidana, maka harus pula dilakukan terhadap tindak pidana. "Jika dilakukan di tahap penyelidikan akan menjadi rancu karena pada tahap penyelidikan belum ada perkara pidana," kata Maidina. 

Maidina mengatakan, KUHAP tidak memperbolehkan penghentian perkara di level penyelidikan. Tindakan-tindakan kepolisian di penyelidikan seperti menyuruh minta maaf, mengakibatkan tidak adanya pengawasan dan dapat berpotensi menjadi bentuk intimidasi pada orang. "Hal ini ICJR temukan dalam peristiwa yang menimpa Sukatani," kata Maidina. 

Untuk itu, lanjut Maidina, ICJR mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi aturan internal yang tidak sejalan dengan KUHAP yaitu Perkap 6 tahun 2019 dan Perpol 8 tahun 2021. Evaluasi ini juga perlu direspon pembentuk undang-undang dalam pembahasan KUHAP untuk memastikan kontrol dan pengawasan terhadap kewenangan penyidikan, dan pembatasan penyelidikan.  

Band Sukatani, grup musik bergenre punk asal Purbalingga, menjadi perbincangan setelah mengumumkan menarik lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar” dari semua platform pemutar musik. Mereka juga menyampaikan permintaan maaf ke Kapolri dan institusi kepolisian melalui unggahan di media sosial Instagram resmi, @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025. 

"Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul ‘Bayar Bayar Bayar,’ yang dalam liriknya (ada kata) bayar polisi yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial,” ucap gitaris Muhammad Syifa Al Lufti bersama vokalis Novi Citra Indriyati dalam unggahan videonya. 

Mereka juga muncul tanpa mengenakan topeng, sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Saat tampil di atas panggung, kedua anggota Sukatani sengaja menjaga anonimitas di hadapan publik. 

Kabid Humas Polda Jateng Komisaris Besar Artanto menjawab pertanyaan ihwal boleh kah Sukatani manggung dengan lagu Bayar Bayar Bayar. "Ya, monggo (silakan) aja," ujarnya dalam keterangan video yang diterima Tempo pada Jumat, 21 Februari 2025. 

Selain itu, Artanto juga mengatakan Sukatani bisa mengedarkan lagunya kembali. "Monggo aja, bebas, tidak ada masalah." 

Artanto mengklaim, polisi tidak antikritik dengan kritikan dalam lagu itu. "Kritikan tersebut sebagai bukti bahwa mereka cinta terhadap Polri."

Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam pembuatan artikel ini.

Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957. Memulai karier jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus