Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bisnis Mencari Mayat Dato

Sako raja pencuri mayat Daeng Lebang, untuk apa mencuri mayat memang belum jelas. Tapi kabarnya mayat yang baik bisa diramu jadi obat kuat atau kebal oleh sinshe. (krim)

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJADIAN pencurian mayat itu memang betul. Sudah agak lama juga, awal Pebruari lalu, di Kampung Lassa-Lassa, lebih 200 km dari Ujungpandang. Plisi berhasil menangkap pencurinya. Tapi hingga kini belum dapat diperoleh kejelasan: untuk apa mayat seorang kakek, berumur 80 tahun, dibangunkan dari kuburnya? Pencurinya sulit ditanyai. Sebab selarna dalam tahanan polisi ia selalu merasa ketakutan, katanya, seperti dikejar-kejar bayangan anjing hitam yang ganas. Senin malam itu, 5 Pebruari, Desa Malakaji, Ibukota Kecamatan Tompobulu di Kabupaten Gowa (Sulawesi Selatan), sepi dan dingin oleh hujan yang turun di sekitar pegunungan Lompobatang. Tapi Kopral I Pol. Borahima bersama 3 orang anggota kamra (keamanan rakyat) tetap berjaga di pos. Ketika itulah, jam 23.00, di jalanan tampak seseorang memanggul sesuatu lewat di muka pos polisi. Kopral Borahima menegurnya. Pejalan malam itu menjawab, ia sedang memanggul kulit hewan. Ditanya selanjutnya, orang asing yang kemudian diketahui bernama Sako Raja itu, tak dapat menunjukkan surat keterangan semestinya. Rp 25 Juta Sako Raja, 37 tahun, lalu dipersilakan masuk ke pos. "Kami sudah curiga," kata Barohima belakangan. "Sebab gulungan kulit yang masih basah itu-tak dilipat seperti kebiasaan -- seperti berisi sesuatu." Apa isinya? Sako Raja menjawab: "Barang galian." Seorang anggota kamra, Hama, memeriksa. Dibongkarnya gulungan kulit tersebut. Yang tampak pertama onggokan karung pupuk. Setelah itu sarung. Dari balik sarung itulah apa yang dipanggul Sako Raja jelas benar: sesosok mayat tua, belum rusak dimakan tanah tanpa lengan kanan. Benar juga pengakuan yang memanggulnya: mayat itu memang 'barang galian'. Hama, yang memeriksanya, tak dapat menahan diri. Saking kagetnya ia sampai terlompat, mencoba hendak lari tapi kakinya tak bertenaga lagi. Dia jatuh mendeprok di lantai. Kopral Borahima kemudian yang mengurusnya. Dia mulai mengusut Sako Raja dengan berbagai pertanyaan -- soal surat kulit dikesampingkan. Sako mengaku, mayat yang dipanggulnya malam-malam itu, yang kemudian diketahui sebagai jenazah Bonto Daeng Lebang yang wafat 10 September tahun lalu, dicurinya dua malam sebelum dia tertangkap dari pekuburan Mata Allo. Mula-mula jenazah itu disembunyikan di antara semak-semak Berikutnya diangkut dengan mobil ke Malakaji, 30 km dari kuburan di Kampung Lassa-Lassa dan terus dipanggul lewat pos polisi. Untuk pekerjaan tersebut Sako Raja, orang Jeneponto, mengaku hanya sebagai orang upahan saja. Yang menyuruhnya, katanya dengan upah Rp 1 juta (bukan main!), adalah seorang bernama Mustari. Orang ini sempat kabur ketika Sako Raja ditegur polisi. Sako minta agar polisi dan kamra tak usah ribut-ribut. Ia menyanggupi membayar uang tutup mulut Rp 50 ribu. Polisi tak peduli. Pemeriksaan tetap dilanjutkan. Dari penggeledahan di kopiah Sako hanya terdapat uang kontan Rp 200. Bonto Daeng Lebang terkenal alim. Di desanya, Bontolempangang orang baik ini disebut dato atau akkulau. Sebelum meninggal dia sudah bersiap-siap. Dikumpulkannya isteri, 11 orang anak dan 42 cucunya dalam sebuah kenduri. Beras ketan yang dimasak dalam bambu, setelah dipotong-potong, dibagikan rata kepada anak cucunya. Setelah mengambil air wudhu barulah Daeng Lebang menghembuskan nafas terakhir. Menurut kepercayaan tertentu, mayat seorang dato tak bakal rusak dimakan tanah. Dan mayat yang demikian itu dicari orang tertentu pula -- kabarnya oleh sinshe, ahli obat cina -- karena dapat diramu sebagai obat kuat atau kebal. Pasaran mayat dato menurut desas-desus di sekitar peristiwa pencurian mayat Daeng Lebang, sampai Rp 25 juta. Itulah sebabnya -- sambil menunggu hasil pengusutan polisi - orang-orang percaya pencurian mayat Daeng Lebang untuk tujuan-tujuan tersebut. Keluarga Daeng Lebang dan penduduk Lassa-Lassa baru mengetahui ada pencurian mayat setelah mendengar cerita dari seorang pedagang emas dari Malakaji. Setelah dua puluh hari, mayat Daeng Lebang 'disemayamkan' di kantor polisi, keluarganya boleh memakamkannya kembali di kampungnya Bontoloe - tidak di Mata Allo lagi. Sejak kejadian atas kubur Daeng Lebang, beberapa orang penduduk berjaga-jaga di kuburan. Terutama yang merasa ahli waris dato atau akkulau. Tapi Naba, anak Dato Sallang Daeng Nakku, kecolongan juga. Makam ayahnya (meninggal dua tahun lalu dalam usia 100 tahun), di belakang masjid di Kampung Bontoloe juga, ternyata sudah dibongkar orang. Terjadinya kira-kira seminggu setelah kuburan Daeng Lebang jadi sasaran. Polisi jadi pening juga karena sampai sekarang belum berhasil membongkar seluruh peristiwa ini. Terutama siapa yang menjadi dalang penampung mayat-mayat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus