Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bukti perkara

Afung divonis penjara oleh PN Jak-Pus, terbukti menggelapkan uang perusahaan pamannya, Teddy Sopian. Ada kejanggalan tentang barang bukti, di BAP ditulis Rp 186 juta, sedang dalam dakwaan Rp 86 juta.(hk)

12 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AFUNG berani betul menantang berperkara paman yang "menghidupinya". Maka, bagai "anak durhaka", ia dihukum harus masuk penjara. Tapi bukan itu yang penting. Ada sejumlah barang bukti senilai Rp 174 juta yang disita polisi, tetapi dalam dakwaan Jaksa Basrief Tasrief, Afung hanya dituduh menggelapkan Rp 86 juta. Mana yang lain? Ternyata, sudah dikembalikan ke tangan pelapor, Teddy Sopian, oleh polisi. Sial dua kali, karena putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diketuai Mohamad Hatta, memerintahkan agar barang bukti yang ada pun dikembalikan pada saksi pelapor, sedangkan Afung diperintahkan menjalani hukuman 6 bulan, klop dengan tuntutan jaksa. Istrinya, Djuniwati, 26, yang pernah menjadi sekretaris Teddy, juga harus meninggalkan anak satu-satunya untuk menjalani hukuman penjara selama 5 bulan. Ngeuw Bun Fung alias Afung yang bertubuh kurus itu adalah keponakan Teddy yang "diasuh" sejak pertengahan 1976. Teddy mempercayainya bekerja di PT Kinco Makmur yang dipimpinnya sendiri. Ketika Afung berniat menikahi Djuniwati, sekretaris Teddy, dicicilkan pula rumah di Vila Sunter Mas senilai Rp 29 juta. Pun, ketika ada tanda-tanda PT Kinco Makmur akan ditutup, kontan Teddy menawarkan semacam kerja sama untuk memasarkan tekstil produksi PT Pusaka Buana Raya yang dimilikinya juga. Mulailah mereka berkontrak jual beli seperti layaknya dua usaha yang lepas. Tiba-tiba Afung membicarakan soal rumah. Soalnya, ada kabar temannya, yang mendapat hadiah mobil Honda Accord ternyata diminta kembali ketika ia keluar dari tempat kerja Teddy. Persoalan itu, bagi Teddy, dianggap isyarat ketidakpercayaan Afung padanya lagi. Ia juga melihat gelagat kurang baik: Afung mengaku bahwa toko Teddy di Pasar Tanah Abang itu adalah miliknya. "Padahal, suami istri itu saya gaji, dan tiap bulan membuat laporan hasil penjualan kepada saya," kata Teddy. Lalu Teddy pun mengambil alih kembali toko beserta isinya. Juga menagih tunggakan pembayaran barang yang sudah terjual. Karena masih ada sekitar Rp 174 juta - dan kelihatannya tidak ada niat membayar maka Teddy mengadukan Afung ke polisi. "Uang itu 'kan uang perusahaan -- saya hanya sebagai pemegang saham - jadi bukan uang pribadi. Maka, saya merasa malu kenapa justru keponakan saya sendiri yang berlaku demikian," kata Teddy. Teddy mengakui bahwa sejumlah uang dan barang yang disita dari tangan Afung itu sudah diterimanya dari polisi. "Lha, itu 'kan kebijaksanaan bapak polisi mengembalikan uang perusahaan. Nanti, kalau diperlukan, bisa saya berikan kembali," katanya, tanpa tahu bahwa itu adalah barang bukti. Harjono Tjitrosoebono, pengacara Afung, tentu saja sulit menerima pengembalian barang bukti ke saksi pelapor itu. "Karena barang bukti - berupa nota tagihan -- itu bisa membebaskan tertuduh dari tuduhan menggelapkan," katanya. Sebab, dari barang bukti itu bisa diketahui bahwa uang itu tidak berada di tangannya tetapi berada di tangan pengecernya. Toh, majelis hakim dalam putusannya, pekan lalu, tak sedikit pun menyinggung barang bukti itu. "Karena yang dituduhkan adalah Rp 86 juta itu, maka yang periksa pun, ya, yang itu. Sedang yang lain masih mungkin diperkarakan secara perdata tersendiri," kata hakim. Tapi sumber di kepolisian, yang mengategorikan perkara ini ke dalam golongan perkara "X", ragu soal berita acara penyerahan barang bukti yang disodor-sodorkan pembela Afung itu. "Ketika mula-mula melaporkan kasus itu, Teddy menyebut jumlah Rp 186 juta sebagai kerugiannya akibat ditipu Afung, tapi belakangan - menjelang Afung hendak ditangkap --ia sempat melucuti sejumlah tagihan. Itulah sebabnya dalam BAP jumlahnya disebut Rp 186 juta, sedangkan dalam dakwaan Rp 86 juta, karena BAP menggunakan laporan awal dari Teddy," kata sumber ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus