Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Cerita Wiranto Ditusuk Teroris di Pandeglang, Usus Sempat Keluar

"Saya merasa ada hangat saja, lalu jatuh, berdiri lagi. Nah saya lihat usus saya keluar, otomatis saya masukkan lagi," ujar Wiranto.

20 Januari 2020 | 15.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Detik-detik penusukan Menko Polhukam Kabinet Kerja Wiranto di Pandeglang, Banten, Kamis, 10 Oktober 2019. Wiranto ditusuk terduga teroris berinisial SA alias AR saat tiba di Alun-alun Menes, Kabupaten Pandeglang. Dalam melakukan aksinya, SA bahkan turut mengajak istrinya, FA, dan anaknya. Saat kejadian tersebut, Kapolsek Menes Kompol Daryanto juga ditusuk saat mengamankan pelaku. Usai kejadian itu, total 40 terduga teroris ditangpak Tim Densus 88 selama 10-17 Oktober 2019. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta-Koordinator Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) periode 2019-2024, Wiranto, bercerita secara khusus kepada Tempo ihwal peristiwa penusukan yang ia alami di Pandeglang, Banten, pada Oktober 2019 lalu. Belakangan diketahui pelaku penusukan bernama Syahrial Alamsyah alias Abu Rara.

Cerita disampaikan Wiranto saat ia dan anggota Wantimpres lainnya berkunjung ke kantor Redaksi Tempo, Palmerah, Jakarta, Senin, 20 Januari 2020. Selain Wiranto, hadir dalam kunjungan itu Putri Kus Wisnu Wardhani, Maulana Al-Habib Muhammad Luhtfi bin Ali bin Yahya atau akrab dipanggil Habib Luthfi, Mardiono Bakar, Arifin Panigoro, dan Sidarto Danusubroto.

Wiranto menuturkan ia ke Alun-Alun Menes usai melakukan kunjungan kerja karena akan kembali ke Jakarta dengan menggunakan helikopter milik TNI Angkatan Udara. Ketika turun dari mobil, Wiranto merasakan seseorang menusuknya di bagian punggung belakang.

"Saya merasa ada hangat saja, lalu jatuh, berdiri lagi. Nah saya lihat usus saya keluar, otomatis saya masukkan lagi," ujar Wiranto.

Para pengawal Wiranto kemudian bergegas membawanya ke klinik terdekat. Namun, karena klinik itu tak memiliki fasilitas yang mumpuni, Wiranto pun dipindahkan ke rumah sakit lain di daerah Pandeglang.

Di sana, Wiranto sempat mendapat perawatan pertama. "Tapi di rumah sakit itu enggak ada dokter bedahnya. Lalu, saya dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) menggunakan helikopter," ucap dia.

Namun, kata Wiranto, helikopter sempat terkendala ketika akan mendarat. Yang semula helikopter akan mendarat di RSPAD, justru harus berbelok ke Lapangan Silang Monumen Nasional. "Eh (di Monas) ada demo. Dialihkan lagi ke Lapangan Banteng. Sudah begitu, mungkin karena pilotnya panik, pendaratan juga enggak mulus," ujarnya.

Selama perjalanannya, Wiranto berusaha agar tetap terjaga. "Justru saya semangat harus jangan sampai ngantuk, jangan sampai tidur. Karena kan biasanya sekali merem, lewat. Saya enggak mau meninggal karena teroris," ucap dia.

Di RSPAD, Wiranto kemudian menjalani operasi dan serangkaian perawatan intensif lainnya. Ia bercerita, akibat penusukan itu, sebagian ususnya harus dipotong. Ia baru sadar 72 jam setelahnya.

Wiranto pun bercerita selama tiga hari pertama usai siuman, ia mengalami trauma. "Setiap saya memejamkan mata, yang teringat peristiwa itu terus. Tapi cuma tiga hari. Setelah itu, saya baru dipindahkan ke kamar pemulihan."

ANDITA RAHMA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus