SEMULA yang hendak diperkarakan soal suap-menyuap. Tapi akhirnya
Pengadilan Negeri Padang menerima baik tuduhan dan tuntutan
jaksa: tiga orang pemain sepakbola dari PSP (Persatuan Sepakbola
Padang) yang dituduh menerima suap, berikut penyuap dan
petaruh-petaruhnya pekan lalu dihukum. Mereka dipersalahkan
melanggar pasal perjudian biasa.
Kiper PSP, Cornelis, tahu beberapa orang temannya, termasuk
kapten kesebelasannya, Ikrar Dinata, menerima suap. Ia sendiri
juga sudah diminta untuk "bermain santai". Ia menolak . Namun
walaupun tetap menjaga gawang sebaik-baiknya, Cornelis kebobolan
juga. Sore itu, 17 Juli 1979, PSP kalah 3-1 dari kesebelasan
PSSI Yunior di Lapangan Imam Bonjol, Padang.
Cornelis tahu pasti PSSI Yunior lawan enteng bagi PSP -- bila
pertandingan berjalan wajar. Ia pun penasaran. Uang bagiannya,
Rp 50 ribu, diambilnya seusai pertandingan dan diserahkan
kepada pengurus PSP sebagai bukti. Pengurus PSP lalu
melaporkannya ke polisi sebagai kasus suap-menyuap.
Dan terungkaplah cerita seperti ini. Adalah Kosman, anggota CPM
berpangkat sersan II yang biasa berdiri sebagai bek kiri PSP,
mendatangi Tjiang Tjai Tjiang alias Pendek sehari sebelum
pertandingan. Sesudah bertanya tentang pasaran pertaruha,
menurut Pendek kepada pengadilan kemudian, Kosman memintanya
menari petaruh yang berminat menjagoi PSP.
Tak sulit bagi Pendek mengumpulkan petaruh -- katanya itu
memang pekerjaannya. Beng menyerahkan Rp 100 ribu. Pat, Tjong
dan Liong masing-masing memasang Rp 50 ribu. Ditambah Rp 250
ribu dari petaruh tak dikenal - hanya diketahui berasal dari
Pakanbaru - Pendek dapat mengumpulkan Rp 500 ribu dan
menyerahkannya kepada Kosman. Untuk itu Pendek, katanya, hanya
menerima komisi 5%.
Di Mana Kosman?
Aturan pertaruhan sederhana saja. Petaruh akan menerima dua kali
lipat (setelah dipotong komisi 5% bagi Pendek) bila PSP menang
atas PSSI atau setidaknya bermain seri. Harapan mereka untuk
menang begitu besar. Sebab PSP yang bermain di kandang sendiri,
boleh dikatakan sudah menang di atas kertas.
Mereka tidak tahu bahwa Kosman mengaturnya lain. Ikrar Dinata
(24 tahun), Amna Rahim (27) dan Gusril (22), yang semuanya
bintang PSP, ternyata menyiapkan kesebelasannya sebagai
pecundang. Untuk kekalahannya itu mereka menerima imbalan dari
Kosman masing-masing Rp 100 ribu. Cornelis, penjaga gawang, yang
ternyata tak terhujuk itulah yang kemudian membongkar "skandal"
PSP tersebut.
Jaksa membawa Pendek, Ikrar, Amna, Gusril. Beng, Pat, Tjong dan
Liong ke pengadilan dengan tuduhan mengadakan perjudian. Pasal
suap-menyuap tak disinggung. Sebab, belajar dari heboh di
Jakarta sebelumnya, perkara sogok-menyogok di kalangan sepakbola
berhenti penyelesaiannya karena polisi terpancang pada pasal
suap-menyuap yang menurut undang-undang, hanya dapat dikenakan
kepada pegawai negeri.
Hakim Nursalim setuju dengan jaksa. Pendek dihukum 10 bulan
penjara. Tiga orang pemain, Ikrar, Gusril dan Amna kena 7 bulan,
sedangkan para petaruh, Beng, Pat. Tjong dan Liong masing-masing
kena 6 bulan. Tapi semuanya dengan masa percobaan, tak usah
harus masuk bui.
Kosman yang dianggap berperan lebih penting dari rekan pemain
lainnya, lolos dari hukuman. Karena sejak semula, dengan alasan
tak tahu alamatnya, jaksa tak berhasil mengajukan Kosman baik
sebagai terdakwa maupun saksi. "Berani" memperkarakan kasus
suapmenyuap sebagai perjudian, agaknya Jaksa repot memperoleh
alamat seorang anggota CPM yang masih aktif berdinas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini