Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sayur Tanpa Santan

Daerah perdagangan bebas & pelabuhan bebas sabang (dpbpb), sering kena tuding sebagai tempat penyelundupan barang eks keluar negeri yang dimanfaatkan untuk usaha penyelundupan.

7 Juni 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA orang petani cengkih dari Sabang tiba-tiba ditangkap petugas Bea Cukai di pantai Banda Aceh ketika hendak menjual hasil jerih payahnya ke Ulee Lheue. Mereka diseret ke Belawan dan dituduh sebagai penyelundup. Untungnya pengadilan, April lalu, membebaskan petani yang sial tersebut. Setelah itu petugas BC mengurus pula MV. Accres. Padahal kapal dagang milik pengusaha Singapura tersebut sudah 7 tahun biasa mondar-mandir ke daerah perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang. Adakah BC kini mencurigai beberapa kegiatan di Pulau Weh tersebut? Pangkowilhan I Wiyogo memang melihat ada yang memanfaatkan ketelantaran pengurusan pelabuhan di sana. Tapi, katanya, "pokok permasalahannya tidak terletak di situ." Bukankah, "dapat diatur agar selanjutnya Sabang tetap merupakan pelabuhan bebas tanpa menjadi sumber penyelundupan?" Sejarah Sabang memang panjang. Belanda sudah membukanya sebagai pelabuhan bebas sejak lebih 80 tahun lalu. Kegiatan berhenti gara-gara Jepang masuk ke sana. Sekitar 17 tahun lalu (1963) Presiden membukanya kembali. Setelah orde baru, barulah ada undang-undang (UU No. 3 dan tahun 1970) yang secara resmi menetapkan Sabang sebagai daerah perdagangan dan pelabuhan bebas. Pola pengembangan Sabang untuk 25 tahun sudah lama siap disusun. Tapi peraturan pelaksanaannya hingga kini belum ada. Itulah sebabnya, menurut Sekretaris Administrator dan Komando Pelaksana Pembangunan Proyek Pelabuhan Bebas Sabang (KP4BS) Ramli Ridwan, banyak saja mata curiga menatap ke sana. "Sabang sering kena tuding sebagai tempat penyelundupan barang eks luar negeri," kata Ramli. Beres, Tanpa Biaya Tidak hanya itu. Dana bagi pengembangan pelabuhan -- yang harus menyelenggarakan fasilitas dermaga, pergudangan, listrik, air minum (yang terakhir ini kabarnya direncanakan untuk diekspor ke Timur Tengah) -- menurut Ramli harus diadakan sendiri. Orang Aceh bilang: gulee beuleemak, u beik nukah -- bikinlah sayur yang lezat tanpa santan. "Pembangunannya suruh dbikin beres, tapi biayanya tidak didrop," kata Ramli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus