SUMBER di pemda Bangkalan, Madura, menyebutnya pembunuhan politik. Pembunuhan terhadap H. Baidowi, 50, tampaknya memang bukan pembunuhan biasa. Kepala desa Murrombuh itu terbunuh saat sedang giat-giatnya mempersiapkan apel kebulatan tekad untuk memenangkan Golkar pada Pemilu 1987 nanti. Seorang tersangka pembunuh telah ditangkap. Tetapi beberapa tersangka lain, termasuk Sihabuddin, carik (sekretaris desa) Murrombuh yang selama ini dianggap tangan kanan korban, masih dikejar. Petugas di lapangan belum bisa menangkap mereka, meski kepala Polres Bangkalan, Letkol Ivan Sihombing, telah memberi batas waktu untuk usaha penangkapan itu sampai pekan lalu. Tak berarti pengejaran dihentikan. Sebab, kata Ivan, "Kasus ini baru bisa terungkap jelas bila semua tersangka telah ditangkap." Dari Ismail, tersangka yang sudah ditangkap, polisi tak banyak memperoleh informasi. Ia, menurut dugaan keluarga korban, sepertinya sengaja dikorbankan oleh pelaku pembunuhan yang sebenarnya, agar mereka bisa melarikan diri dengan aman. Sekalian agar kasus itu sulit diungkapkan. Baidowi terbunuh pada 13 Agustus lalu. Saat itu ia menjadi ketua panitia apel Kiara (Karyawan Inti Antarrakyat) Golkar yang akan diselenggarakan di Desa Beipajung. Ia menilai acara yang sudah tertunda dua kali dan akan dihadiri 10 ribu massa itu harus sukses. Baidowi meminta bantuan Carik Sihabuddin untuk menyediakan kursi dan meja untuk tempat duduk para undangan. Permintaan itu disanggupi, asalkan Baidowi sendiri yang mengambilnya. Di pagi buta 13 Agustus, dua hari sebelum acara apel besar, Baidowi mendatangi rumah Sihabuddin. Ia naik mobil Colt bersama sopir. Sampai di tempat yang dituju, suasana rumah ternyata sepi. Diketuk beberapa kali, tak ada yang menyahut. Saat Baidowi hendak berlalu, sekitar delapan orang pria menyerangnya dengan celurit. Korban tak berdaya. Lengan kirinya putus dan sekujur tubuhnya terluka. Ia tewas seketika. Pembunuhan itu agaknya sudah direncanakan karena di rumah Soleh, yang berdekatan dengan rumah Sihabuddin, ditemukan piring-piring bekas makan pagi dan puntung rokok berserakan. Di rumah itulah, diduga para tersangka berkumpul, dan kemudian menyergap korban. Setelah pembunuhan terjadi, Sihabuddin dan para tersangka serta keluarga mereka yang berjumlah 38 jiwa langsung angkat kaki entah ke mana. Hanya Ismail yang kemudian bisa ditangkap. Menurut Cholik. 40, Baidowi terbunuh karena ada sementara orang yang tak ingin korban mendapat simpati massa lewat apel besar yang diselenggara-kannya. "Kalau beroleh simpati, ia bisa menjadi anggota DPRD Bangkalan," ujar Cholik, kemanakan korban, yang kini ditunjuk sebagai pejabat kepala desa Murrombuh. Orang yang tak senang, kata Cholik, khawatir korban nanti semakin gigih mencoba mengungkap kasus pembunuhan terhadap H. Abdullah. Tokoh Golkar setempat yang menjabat ketua KUD Tanah Merah, Bangkalan, itu tewas pada Juli 1983. Sebab musababnya tak jelas meski kabarnya sudah ditangani Polda Jawa Timur. Baidowi berniat mengungkap kasus pembunuhan itu karena Abdullah masih kerabat dekatnya. Dugaan lain, Baidowi terbunuh karena ada pihak yang mengingini jabatannya. Tapi Ismail, yang kini ditahan, menyatakan bahwa Baidowi dibunuh karena dendam. Beberapa waktu lalu, katanya kepada TEMPO, ia pernah dipukul seorang kemanakan korban. Ketika itu, ia tak membalas, tapi ia tetap memendam dendam. Dendam itu lalu ia lampiaskan dengan membunuh Baidowi. Tapi keluarga korban tak percaya. "Alasan itu terlalu dibuat-buat. Kalau dendam kepada kemanakan, kenapa pamannya yang dibunuh?" kata Cholik. Letkol Ivan belum bisa menyimpulkan yang mana dari ketiga versi itu yang melatarbelakangi pembunuhan. Masih gelap dan sulit direka-reka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini