Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Skandal AKBP Fajar, Kompolnas: Jabatan Idaman Kapolres Tercoreng

Ketua Harian Kompolnas Irjen (Purn) Arief Wicaksono Sudiotomo mengatakan jabatan kapolres merupakan posisi yang diidamkan oleh lulusan Akpol.

14 Maret 2025 | 06.25 WIB

Konferensi pers penetapan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pencabulan anak bawah umur dan mengonsumsi narkotika,  13 Maret 2025. Tempo/Alif Ilham Fajriadi
material-symbols:fullscreenPerbesar
Konferensi pers penetapan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pencabulan anak bawah umur dan mengonsumsi narkotika, 13 Maret 2025. Tempo/Alif Ilham Fajriadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen (Purn) Arief Wicaksono Sudiotomo prihatin atas skandal yang menjerat bekas Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman. Fajar ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkotika.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arief mengatakan, sebab jabatan kapolres merupakan posisi yang diidamkan oleh lulusan Akademi Kepolisian (Akpol). "Jabatan kapolres itu adalah jabatan idaman, jabatan impian semua alumni Akpol," kata Arief saat dihubungi Kamis, 13 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ia menjelaskan bahwa posisi itu tak didapatkan dengan mudah. "Dengan persaingan yang begitu berat untuk mencapai posisi kapolres, kok begitu gampangnya yang bersangkutan bisa melakukan kegiatan yang kayak begitu?"

Posisi kapolres dinilai menjadi batu loncatan penting dalam karier perwira menengah Polri. Biasanya, jabatan ini dipegang oleh perwira berpangkat ajun komisaris besar polisi (AKBP) hingga Komisaris Besar Polisi (Kombes). Dari kapolres, seorang perwira berpeluang untuk menempati jabatan yang lebih tinggi, seperti kepala kepolisian daerah (kapolda), yang jumlahnya hanya 36 di seluruh Indonesia dan diisi oleh perwira berpangkat inspektur jenderal (irjen).

"Kalau jabatan kapolda, itu orang-orang yang punya kompetensi dan orang-orang yang tertentu karena cuma 36, tapi kalau kapolres, ini jabatan idaman," katanya menegaskan posisi kapolres dari perspektif kepolisian.

Arief menyesalkan bagaimana AKBP Fajar yang telah menempuh perjalanan di institusi Polri, justru terjerumus dalam kasus yang mencoreng institusi. "Kalau saya sebagai seniornya, saya enggak habis pikir kenapa itu bisa terjadi," katanya.

Selain dugaan pencabulan, hasil tes urin AKBP Fajar juga menunjukkan ia positif mengonsumsi narkoba. Hal ini makin menambah keprihatinan atas lemahnya pengawasan internal di tubuh Polri. “Dicek urinnya positif narkoba lagi, ini luar biasa,” ujar Arief.

Kompolnas, lanjut dia, meminta agar kasus ini ditindak tegas, baik dari aspek pidana maupun etik. Arief menyebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kapolri dan Divisi Propam untuk memastikan penegakan aturan dilakukan secara menyeluruh. “Kami sudah berkali-kali menyampaikan ke Kapolri maupun Kadiv Propam untuk bisa ditangani dua-duanya."

Kasus ini menjadi pelajaran bagi Polri dalam menyeleksi pejabat yang akan menduduki posisi strategis seperti Kapolres. Arief mengingatkan bahwa jabatan ini bukan sekadar prestise, tapi tanggung jawab besar dalam menjaga integritas institusi.

Kapolres Ngada nonaktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pencabulan anak bawah umur dan mengonsumsi narkotika. Ia terbukti melakukan tindak pidana tersebut setelah menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, Jakarta.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan bahwa eks Kapolres Ngada itu terbukti melanggar kode etik kepolisian. "Tersangka diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak bawah umur dan persetubuhan tanpa ikatan sah," kata Truno saat konferensi pers di Divisi Humas Polri, Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025.

Tim penyidik dari Direktorat Reskrimum Polda Nusa Tenggara Timur menyatakan terdapat anak bawah umur yang menjadi korban dugaan pencabulan oleh tersangka. Korban yang masih anak-anak itu dipesan oleh tersangka melalui seorang perempuan berinisial F. F menyanggupi permintaan tersebut dan mencari anak-anak hingga mendapati korban.

Setelahnya F membawa korban ke hotel yang sebelumnya sudah dipesan Fajar. Dalam proses penyelidikan Polda NTT ke salah satu hotel yang kamarnya sudah dipesan, terbukti ada tanda pengenal yakni Surat Izin Mengemudi (SIM) milik Kapolres Ngada nonaktif tersebut.

"Jadi tidak terbantahkan lagi, adanya fotokopi SIM di resepsionis salah satu hotel tersebut, atas nama FWSL," ujar Dirreskrimum Polda NTT Komisaris Patar Silalahi.

Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Intan Setiawanty

Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2023. Alumni Program Studi Sastra Prancis Universitas Indonesia ini menulis berita hiburan, khususnya musik dan selebritas, pendidikan, dan hukum kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus