Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Digugat Badai

Harsono Badai Samodra menggugat Komres 911 Banyumas agar membayar ganti rugi 150 juta setelah dirinya dinyatakan bebas. Tindakan polisi dianggap keterlaluan dan mencemarkan nama baiknya.

1 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALI ini polisi Komres 911 Banyumas benar-benar apes. Seorang tersangka yang pernah digarap dan kemudian disidangkan di Pengadilan, ternyata dibebaskan hakim. Bukan itu saja. Sang terdakwa, Harsono Badai Samodra setelah dinyatakan bebas lantas menggugat polisi agar membayar ganti rugi macam-macam yang jumlahnya Rp 150 juta lebih. Tergugat pertama adalah Kepolisian RI, yaitu Komres 911, ditambah 6 tergugat lagi yang terdiri dari Kepala Bagian Reskrim, perwira Reskrim dan beberapa petugas lainnya. Sidang gugatan yang jarang terjadi macam ini akan dimulai awal bulan ini di Pengadilan Negeri Purwokerto. Kisahnya dimulai ketika Abdul fatah yang memiliki dua buah sertifikat tanah tertarik untuk bekerjasama dengan Harsono. Terutama karena yang belakangan ini bekas anggota DPRGR/MPRS di Jakarta, yang dengan demikian punya relasi baik di bank. Cuma walaupun itu dinamakan kerjasama kredit Rp 3,5 juta yang didapat berkat jaminan sertifikat Fatah tersebut, hanya diterima sendiri oleh Harsono. Itulah sebabnya Jaksa M. Soewito menuntut Harsno dihukum 5 bulan 7 hari. Tapi Hakim Kasto Waloejo punya penilaian sendiri. Sebab Abdulfatah dan Bank Dagang Negara cabang Purwokerto tidak merasa dirugikan. Kedua sertifikat Abdulfatah toh cuma urusan intern antara dia dengan Harsono -- yang telah sama-sama sepakat bekerjasama. Pada waktu pengajuan kredit nama Abdulfatah tidak dibawa dan hakim memaklumi anggapan terdakwa bahwa kredit itu atas nama Harsono sendiri. Lagipula jaminan bank berupa sertifikat Abdulfatah kemudian diganti dengan sertifikat Harsono sendiri yang nilainya Rp 6 juta. Pokoknya hakim tidak melihat tindak pidana yang dilakukan Harsono. Maka terdakwa yang sudah ditahan sejak 25 Desember 1974 sampai 2 Juni tahun berikutnya dinyatakan bebas, dari semua tuduhan oleh hakim pada 25 Nopember yang lalu. Barang bukti supaya dikembalikan kepada terdakwa. Nyumbag Komes Rupanya selama proses pemeriksaan pendahuluan Harsono merasa dirugikan oleh polisi. Barang-barang, uang milik Harsono, isterinya dan mertuanya serta milik orang lain yang ada di rumahnya diangkut polisi baik secara resmi maupun tidak. Sebagian barang itu, menurut Harsono seperti diterangkannya dalam surat gugatan ke pengadilan, digunakan oleh dua orang letnan polisi untuk membangun rumah mereka pribadi. Salah satu dari dua letnan itu juga meminta uang pribadi Ny. Harsono. Bahan bangunan milik Harsono, katanya, juga dibawa sang letnan dengan dalih "untuk nyumbang Komres". Barang dan uang itu dibawa tanpa diikuti surat perintah. dinas dan tanda terima. Masih ada hal yang tidak mengenakkan Harsono. Katanya, ada dua letnan penyidik yang menagih pada orang-orang yang mempunyai pinjaman kepada Harsono. Penagihan ini tanpa diketahui Harsono dan tidak dibuatkan surat penyitaan. Hasil tagihan itu malahan dipakai oleh dua perwira pertama tadi kata Harsono. Penagihan ini baru diketahui Harsono setelah ia ditahan luar. Perintah jaksa untuk melengkapi barang bukti agak seret karena penagihan yang tidak dimasukkan dalam berita acara harus dibereskan dulu. Maklum terlanjur terpakai oleh polisi penyidik. Sepeda Mini Akibat penahanan atas dirinya, Harsono merasa kehilangan relasi dagang, kepercayaan dan macam-macamlah. Sedangkan Harsono justru sedang berjuang untuk mengangsur pinjamannya kepada bank. Sampai sekarang pinjaman tadi makin meningkat, belum terhitung pinjaman lain di luar bank. Harsono merasa ternoda nama baiknya, selain menderita kerugian harta benda, akibat penyekapan atas dirinya Yang disesalkan Harsono adalah penyitaan dokumen-dokumen berharga yang tidak ada hubungan dengan perkara. Bila benar tuduhan Harsono untuk soal ini maka hal itu patut disesalkan. Begitu komentar Brigadir Jenderal Polisi drs. Hudioro, Kepala Dinas Penerahgan MABAK kepada TEMPO. Penyitaan barang seharusnya yang ada kaitannya dengan perkara dan yang besar-besar saja. "Masak sepeda mini anaknya Budiaji juga disita", Hudioro mengambil contoh proses tokoh Dolog Kaltim, bahwa barang-barang kecil tidak perlu ikut disita, meskipun "mungkin sepeda mini itu didapat dari hasil kejahatan". Tentu ada kekecualian bila barang-barang kecil yang disita ternyata menjadi mata rantai suatu tindak pidana. Menurut Hudioro, tindakan Harsono menggugat polisi ke pengadilan ada gunanya juga bagi tubuh kepolisian. "Ya untuk introspeksi kita. Bukan hanya untuk Komres sana, tapi juga untuk kepolisian secara keseluruhan", katanya. Supaya orang-orang yang dirugikan alat-alat pemerintah bisa mengambil sikap, maka undang-undang tentang Peradilan Administrasi perlu segera dibentuk. Hal ini pernah disinggung Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi drs. Widodo Budidarmo dalam "dengar pendapat" dengan DPR beberapa waktu berselang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus