Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Diusut Dulu, Apapun Hasilnya

Masalah penyuapan pemain top PSSI sulit dibuktikan karena tidak ada bukti hitam diatas putih & tidak ada dalam pasal KUHP yang dapat mengancam pemain sepak bola yang kena suap karena bukan pegawai negeri.(hk)

26 Agustus 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPAKBOLA di Indonesia harus diurusi polisi juga rupanya. Senin siang, 14 Agustus kemarin, Ali Sadikin kembali menyerahkan bahan tambahan perkara suap yang menimpa beberapa pemain top PSSI. Jadi, "sudah saya serahkan sepenuhnya kepada polisi," kata Ketua Umum PSSI itu. "Terserah polisi bagaimana kelanjutan perkara itu." Apa bukti tuduhan PSSI kepada beberapa pemain eks turnamen Merdeka Games di Kuala Lumpur bulan lalu itu? Di situlah letak kerepotan pertama. "Dalam soal suap-menyuap mana ada bukti hitam di atas putih?" ujar Bang Ali. Yang kedua, apalagi, "walau ada bukti sekalipun," seperti pendapat pengacara dan bekas hakim senior Mr. Nursewan Kusumonegoro, "perkara penyuapan begitu tak bisa dipidanakan." Sebab, memang tak ada satu pasal KUHP pun yang dapat diterapkan untuk mengancam pemain sepakbola yang kena suap. Bukankah pemain PSSI itu bukan pegawai negeri? Sedangkan pasal sogok atau suap, menurut hukum, memang hanya dapat dituduhkan kepada pegawai negeri dan hakim yang "mengalpakan" atau "berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya" karena sesuatu pemberian atau janji (pasal-pasal 209, 210, 418 dan 419 KUHP, misalnya). Komandan Satuan Reserse Kepolisian Jakarta sendiri, Letkol Pol. Kusparmono Irsan, yang ditugasi memimpin tim penyidikan perkara PSSI, agak bingung juga menentukan tempat mulai. Sebab, ya itulah dia terus-terang menyatakan tak menemukan pasal-pasal tuduhan yang memadai. Kecuali, kata Kusparmono, jika ada petunjuk pemain tersangka kasus suap itu memperoleh fasilitas sebagai pegawai negeri ketika adu tulang kering di Kuala Lumpur tempo hari. Dengan memperoleh fasilitas sebagai layaknya pegawai negeri, dapat dianggap sebagai pegawai negeri juga, barulah boleh pasal suap-sogok diancamkan kepada mereka. Jika polisi berhasil mengaitkan antara pemain sepakbola dengan pegawai negeri, bukan tak mungkin bakal ada kasus menarik pemain sepakbola akan diseret ke pengadilan dengan tuduhan korupsi. Sebab pasal suap-sogok zaman sekarang menurut undang-undang, sudah masuk dalam undang-undang anti korupsi. Ancaman hukumannya juga tidak enteng: masuk penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun dan atau denda paling tinggi Rp 30 juta. Namun paling tidak, menurut Kusparmono, polisi bertugas mengadakan pemeriksaan untuk mengetahui ada atau tidak kasus penyuapan dalam pertandingan olahraga menyambut HUT Kemerdekaan Malaysia belum lama ini. Tidak soal, hasilnya kelak akan menjadi perkara kriminil atau bukan. Bagi PSSI pun, agaknya, demikian juga. Siapa menyuap? Siapa kena suap? Ali Sadikin belum membeberkan. Sedangkan polisi, hingga berita ini turun, belum memeriksa seorang tersangkapun -- baik pemain PSSI maupun pihak luar. Hanya diketahui, polisi Jakarta tengah minta bantuan polisi Semarang untuk memanggil seorang Cina yang dituduh menyemir pemain. Orang ini diketahui pemilik toko emas di Semarang, kabarnya memang penjudi sepakbola kelas kakap. Polisi juga belum berhasil memanggil pemain yang dilaporkan Bang Ali. Pemanggilan macet. Polisi tak tahu alamat mereka. Sedangkan KONI, dengan alasan perkara suap itu urusan pribadi -- bukan organisasi -- enggan ikut campur meneruskan panggilan polisi yang jatuh ke sana. Hanya KONI dan pelatih Sinyo Aliandu tak keberatan membantu polisi jika hanya menunjukkan alamat para pemam yang harus menghadap meja pemeriksaan. Ronny Pasla Selagi Bang Ali dan polisi masih menyatakan "belum waktunya" menyebutkan berapa dan siapa saja pemain PSSI yang didakwa selingkuh, klub sepakbola IM Jakarta (Indonesia Muda) angkat bicara. Pengurus IM telah membentuk tim pembela bagi para tersangka. Apakah yang terkena tuduhan suap itu anak IM? Entahlah. Yang jelas anak-anak IM, seperti kiper Konnv Pasla, Johannes Auri, Suaeb Rizal dan Wahyu Hidayat, memang telah ikut memperkuat pertahanan belakang kesebelasan PSSI di Merdeka Games yang menghebohkan itu. Dan dalam kericuhan yang belum jelas benar duduk perkaranya itu Ronny Pasla juga bicara. Bukan soal penyuapan. Tapi soal lain -- yang oleh orang bisa dianggap dekat dengan urusan itu. Kiper ini membeberkan kekurang perhatian pengurus PSSI terhadap para pemainnya. Misalnya soal uang latihan dan uang saku selama turnamen. Sepanjang hari-hari pertandingan di KL, 12 hari, para pemain hanya menerima 50 dolar AS dari PSSI. Dan ditambah 6 dolar Malaysia per hari dari tuan rumah. Itu rupanya tidak cukup merangsang untuk bermain baik -- kecuali menimbulkan isyu suap saja. Soal suap-sogok bukan baru bagi PSSI. Kampiun sepakbola Ramang, digeser dari lapangan hijau menjelang Asian Games IV (1962), setelah santer isyu penyuapan terhadap dia dan kawan-kawannya. Zaman Bardosono memimpin PSSI pun -- walaupun waktu itu fasilitas buat pemain memadai (pemain mendapat Rp 100 ribu setiap kali menang, Rp 75 ribu kalau seri dan Rp 25 ribu bila kalah) -- toh ada saja berita penyuapan. Hanya, dengan alasan bukan perkara kriminil, tapi urusan dalam organisasi, Bardosono berhasil menutupi koreng yang timbul juga dalam keadaan yang enak itu. Polisi tidak usah turun tangan. Dan seorang kapten kesebelasan nasional waktu itu selamat dari tuduhan suap secara terbuka. Tapi menyerahkan urusan ini kepada polisi agaknya dimaksudkan agar cepat mendapat kejelasan akan duduk perkara sesungguhnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus