Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Cincu-cincu sebagai raja dan dalang

Cincu atau comprador wakil pihak pengusaha pelayaran sering merepotkan. cincu dipegang oleh wna yang menjadi dalang penyelundupan. syahbandar tanjung pinang tak melihat keanehannya. (dh)

26 Agustus 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI soal hubungan laut lagi. Artinya soal kapal, alat perhubungan utama tapi tetap langka bagi kepulauan ini. Karena itu tak heran jika selalu memancing persoalan, secara terbuka maupun tidak. Salah satu di antaranya adalah tentang peranan cincu-cincl dalam dunia pelayaran di daerah ini. Istilah ini sebenarnya tak ada dalam dunia pelayaran. Tapi dalam praktek pelayaran di kawasan ini kata-kata itu diartikan sebagai "orang yang paling berkuasa di atas kapal" -- seperti diungkapkan seorang nakoda. Dalam dunia pelayaran, resminya istilah itu disebut comprador. Artinya wakil pihak pengusaha pelayaran dalam hal administrasi kapal. Jabatan ini resminya tetap berada di bawah nakoda. Tapi struktur resmi ini sulit diterapkan di Riau. "Sebab perusahaan pelayaran di sini umumnya tidak punya kapal sendiri," tutur Imam Sudradjad, Ketua DPC Insa Kepulauan Riau. Di sini kebanyakan kapal yang beroperasi justeru milik perorangan yang digabungkan ke perusahaan pelayaran. Tapi tidak pula bersifat carteran atau kontrak. Karena itu dalam pengelo]aannya semua biaya ditanggung sang pemilik. Cincu-cincu tadi adalah pemilik kapal atau yang mewakili si pemilik. Jadi tugas mereka meliputi semua administrasi kapal, termasuk menentukan siapa yang boleh jadi awak atau memberhentikan mereka. Pihak perusahaan pelayaran sendiri agaknya tak mampu membendung kekuasaan para cincu ini. Sedikit saja pihak perusahaan mau turut mengatur, si cincu atas nama pemilik dengan enaknya pindah ke agen perusahaan pelayaran lain. Ini berarti menutup pintu rezeki bagi si perusahaan (agen) pelayaran. Apalagi hidup mati perusahaan pelayaran di sini justeru tergantung pada mengageni kapal-kapal tadi. Sewenang-wenang Kekuasaan cincu-cincu yang begitu besar merepotkan banyak pihak. "Kami sering diberhentikan sewenang-wenang," kata seorang pelaut. Lalu belakangan ini dikeluhkan juga soal penerimaan awak kapal. Sebab para awak yang diterima kebanyakan dari kalangan non pribumi. Maka makin panjang pula pengangguran para pelaut (pribumi), sementara organisasi Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) tampaknya tak berdaya menolong anggota-anggotanya. Lebih menyedihkan lagi karena jabatan cincu tadi kebanyakan dipegang oleh mereka yang berstatus WNA. Mungkin karena rasa jengkel, belakangan tak sedikit awak kapal yang membuka kartu. Para awak yang diadili karena tuduhan menyelundup, mengungkapkan di sidang pengadilan, bahwa justeru sebenarnya para cincu itulah dalang penyelundupan selama ini. Seperti kasus penyelundupan beberapa puluh karung merica yang disergap para petugas Bea Cukai di kapal feri Taruna belum lama ini. Meskipun yang dihadapkan di meja hijau adalah salah seorang awak feri, ternyata ia hanya diupah untuk mengaku dan sekaligus jadi tumbal. Dalang sebenarnya, menurut si awak, adalah cincu. "Penyelundupan di daerah ini tak mungkin ditekan selama para cincu masih jadi raja," tutur seorang nakoda feri yang sering diminta jadi saksi di Pengadilan Negeri Tanjungpinang. Sulitnya lagi, baik nakoda maupun para awak kapal sulit menolak untuk dijadikan tumbal -- semata-mata karena menyangkut tambahan penghasilan. Tapi juga, bila menolak berarti akan dipecat begitu saja oleh sang cincu. Dan lucunya, Sudirjo, Syahbandar Tanjungpinang, tak melihat peranan cincu ini sebagai hal yang aneh dalam dunia pelayaran di daerah ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus