HABIS Lebaran nanti ada acara pengadilan yang menarik. Sebab
Sabtu 19 Agustus lalu, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah
menyerahkan berkas perkara Endang Wijaya ke pengadilan. Kasus
Pluit, yang menyangkut manipulasi kredit Bank Bumi Daya (BBD)
sebesar Rp 22 milyar, akan makin terungkap bagi umum. Endang
Wijaya, Direktur PT Jawa Building Indah Co, akan merupakan
tertuduh utama perkara ini. Hakim Soemadijono SH sendiri, Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, bersama para anggota Loudoe SH
dan llengky Sll akan memimpin peradilan.
Bukan hanya itu saja yang bakal jadi daya tarik. Dari 82 saksi
yang diperiksa terdapat nama-nama penting yang diharapkan akan
tampil di muka umum. Baik hanya sebagai saksi maupun -- jika
faktanya ternyata cukup -- akan duduk pula di kursi terdakwa.
Misalnya nama Natalegawa, bekas Direktur Perkreditan BBD
sendiri. Belum lagi beberapa pejabat DKI termasuk bekas Walikota
Jakarta Utara, Dwinanto, yang nasibnya ikut diproses oleh Opstib
Pusat.
Tuduhan bagi Endang Wijaya tidak main-main: subversi dan
korupsi. Yaitu antara ancaman hukuman mati, atau penjara seumur
hidup atau selama-lamanya 20 tahun dan atau denda Rp 30 juta.
Dia ditahan sejak 13 September tahun lalu. Faktanya beruntun dan
saling berkaitan. Dia dituduh telah memanipulir dan memalsukan
akte-akte pembebasan tanah. Misalnya: tanah yang dibebaskan
hanya seharga Rp 700 juta, telah disulapnya jadi seolah-olah
bernilai Rp 9 milyar. Untuk itu ia mendapat akte notaris dari
Ridwan Suselo, notaris dan pejabat pembuat akte tanah.
Berdasarkan akte-akte tadi Endang berhasil menggaet kredit BBD
sampai 9 kali untuk membangun perumahan di Pluit, Jakarta Utara.
Dari rumah-rumah yang telah siap, oleh Endang Wijaya dijaminkan
lagi kepada BBD dan bank lain untuk memperoleh kredit baru.
Sialnya kredit-kredit itu macet pengembaliannya.
Berapa negara dirugikan? Mula-mula diketahui 'hanya' Rp 15,5
milyar. Kemudian, ketika urusan Pluit jatuh ke tangan Jenderal
Kanter dari Opstib, angka itu meningkat jadi Rp 18,9 milyar.
Terakhir, sampai menjadi angka tertinggi omset kejahatan di
republik ini, Rp 22 milyar.
Tentu saja tanggungjawab tidak hanya akan dibebankan pada pundak
Endang Wijaya seorang. Uang kredit yang lancar mengalir dari kas
BBD dan berikutnya macet pengembaliannya oleh berbagai alasan,
tentu melalui lika-liku permainan yang tak mungkin bisa
dilakukan Endang sendirian.
Jenderal Kanter sudah mengungkapkan permainan itu. Dan memang
Direktur BBD, bekas Walikota, orang-orang BPO Pluit dan pejabat
DKI lain ikut terjun dalam permainan Endang. Natalegawa,
misalnya, dituduh telah melancarkan kredit Endang setelah disuap
dengan sebuah rumah di Pluit seharga Rp 100 juta ditambah sebuah
kios seharga Rp 15 juta di toserba Pluit dan sejumlah besar uang
kontan.
Jaksa A. Bisma SH sudah siap membuktikan tuduhan bagi Endang.
Dari mulai sebuah kapal keruk, rumah mewah sampai sebuah toserba
Pluit telah diberkas sebagai bukti. "Pokoknya kedua tuduhan
(subversi dan korupsi) itu yakin dapat dibuktikan," kata
seorang pejabat Kejaksaan Tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini