Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

DPR Aceh Wacanakan Hukuman Rajam Bagi Pelaku Kekerasan Seksual

Menurut Komisi I DPR Aceh, hukuman rajam serta hukuman ganda bagi pelaku kekerasan seksual agar menimbulkan efek jera maupun pembelajaran.

11 September 2020 | 05.00 WIB

Terpidana kasus maisir (perjudian) menjalani hukuman 20 kali cambukan di Stadion Tunas Bangsa, Lhokseumawe, Aceh, Jumat, 24 Juli 2020. Pelaksanaan eksekusi cambuk bagi pelanggar hukum jinayat yang pertama kali digelar sejak pandemi COVID-19 itu dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan dan tidak boleh disaksikan warga. ANTARA/Rahmad
Perbesar
Terpidana kasus maisir (perjudian) menjalani hukuman 20 kali cambukan di Stadion Tunas Bangsa, Lhokseumawe, Aceh, Jumat, 24 Juli 2020. Pelaksanaan eksekusi cambuk bagi pelanggar hukum jinayat yang pertama kali digelar sejak pandemi COVID-19 itu dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan dan tidak boleh disaksikan warga. ANTARA/Rahmad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta-Komisi I DPR Aceh mewacanakan penerapan hukuman rajam serta hukuman ganda bagi pelaku pelecehan seksual di provinsi tersebut. Menurut Ketua Komisi I DPR Aceh Tgk Muhammad Yunus M Yusuf, hukuman rajam serta hukuman ganda bagi pelaku kekerasan seksual bertujuan menimbulkan efek jera maupun pembelajaran agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya.

"Wacana hukuman rajam maupun hukuman ganda bagi pelaku setelah adanya saran dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat, menyusul meningkatnya kasus pelecehan seksual di masyarakat," kata Tgk Muhammad Yunus M Yusuf, Kamis, 10 September 2020.

Yunus mengatakan pelaku zina dalam Islam bisa dihukum mati. Hukuman rajam, kata dia, merupakan hukuman mati yang dilakukan secara perlahan-lahan. Sedangkan untuk hukuman ganda, ujar Yunus, pelaku selain dihukum cambuk berdasarkan hukum syariat Islam di Aceh, juga bisa dikenakan hukuman pidana.

Menurut politikus Partai Aceh itu, sebelum wacana ini dikembangkan, perlu ada kesimpulan bersama para pihak, yaitu pengadilan negeri, mahkamah syariah, kepolisian, Pemerintah Aceh dan lain-lain. "Tujuannya bagaimana menguatkan pelaksanaan hukuman syariat Islam di Aceh. Jadi, perlu formulasi bagaimana perbuatan pelecehan seksual tersebut mendapatkan hukuman setimpal," katanya.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh menyatakan tren pelecehan seksual mendominasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh sepanjang 2020. Kepala Divisi Advokasi Kampanye KontraS Aceh Azharul Husna menyebutkan ada 379 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2020.

Rinciannya, 179 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 200 kasus kekerasan anak. "Pelaku lebih banyak dihukum cambuk, bukan dipenjara. Setelah dihukum cambuk, pelaku kembali ke masyarakat dan berpeluang bertemu dengan korban. Dan ini akan menyebabkan persoalan mental bagi korban," kata Azharul Husna.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus