Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Endang wijaya & tukang sapu

Vonis bebas terhadap natalegawa, memancing berbagai reaksi, penuntut umum jaksa bagio supardi menyatakan banding. hadiah-hadiah yang diterima dari endang wijaya dianggap bukan sogokan. (hk)

27 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR dua tahun Natalegawa ditahan karena dituduh korupsi -diancam hukuman penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 30 juta. Mula-mula jaksa menuntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 15 juta. Namun akhirnya hakim tak melihat buntut Perkara Pluit tersebut segawat itu. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dua pekan lalu membebaskan Natalegawa dari segala tuduhan dan tuntutan hukum--alias bebas murni. Raden Sonson Natalegawa, 51 tahun, bekas Direktur Kredit Bank Bumi Daya (BBD), sebelumnya dituduh jaksa ada main dengan Endang Wijaya. Yaitu memberi peluang kepada Endang Wijaya, pemilik PT Jawa Building yang membangun kota satelit di Pluit (Jakarta Utara), untuk memperoleh kredit secara tidak sah. Untuk itu Natalegawa, begitu tuduhannya, menerima imbalan untuk dirinya sendiri, istri, anak dan perusahaan milik saudaranya. Imbalan tersebut berupa beberapa rumah dan kios di Pluit serta pinjaman traktor dan fasilitas lain untuk membuat jalan di Megamendung (Bogor). Akibatnya, menurut jaksa, negara dirugikan sekitar Rp 14,2 milyar--berupa pinjaman dan bunganya. Jaksa Bagio Supardit penuntut umum, menganggap semua tuduhannya terbukti cara "sah dan meyakinkan". Majelis Hakim yang dipimpin Soedijono ternyata berpendapat lain. Misalnya, pemberian kredit kepada Jawa Building adalah keputusan Direksi BBD, bukan semata-mata tanggungjawab Natalegawa sendiri selaku direkturnya. Dan lagi, menurut majelis, kredit dengan segala kemudahannya tersebut diberikan BBD berdasarkan ketentuan perbankan yang berlaku. Terbukti tak ada teguran dari Bank Indonesia. Bahwa pinjaman dan bunga yang merupakan kewajiban Jawa Building kepada BBD belum dibayar, menurut majelis, itu merupakan utang-piutang biasa. Pokoknya, kata hakim, tak ada kredit macet. Yang terjadi hanya pengembalian kredit "tidak lancar". Akan halnya pengembalian kredit "tidak lancar", menurut majelis, juga soal biasa --tidak hanya dialami BBD saja. Bahwa BBD belum menjalankan likuidasi atau eksekusi terhadap barang-barang jaminan atau agunan atas kredit Jawa Building--itu juga soal lain. Yang jelas, menurut majelis, kekayaan Jawa Building yang menurut akuntan tunjukan Kopkamtib berjumlah Rp 36,9 milyar dan penilaian BI Rp 39,4 milyar, boleh menunjukkan bahwa negara tak dirugikan. Kecewa? Majelis Hakim juga berpendapat Natalegawa tidak pernah menerima imbalan atau fasilitas dari Endang Wijaya dalam rangka pemberian kredit maupun dalam kedudukannya sebagai salah seorang direktur BBI). Pinjaman traktor yang disebut-sebut jaksa, menurut hakim, diterima setelah Natalegawa pensiun. Sebuah rumah di Pluit, di Jalan Samudra Raya 9, diyakini majelis bukan merupakan suap. Rumah tersebut sedianya dibeli Natalegawa dari uang pesangon BBD. Siapa tahu, belum lagi pembayaran dilakukan, uangnya (Rp 5 0 juta) keburu diblokir BI atas perintah Kejaksaan Agung mengikuti terbongkarnya kasus Pluit (lihat box). Tiga rumah lain dan kios, keadaannya juga sama: surat-suratnya belum resmi atas nama Natalegawa atau anggota keluarganya. Sehingga barang-barang tersebut secara formal tak terbukti sebagai imbalan atau hadiah dari Jawa Building. Pada sidang ke-25, 10 Februari, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Natalegawa tak terbukti bersalah seperti tuduhan dan tuntutan jaksa. Dengan tenang Natalegawa bangkit dari kursinya, lalu menyalami para hakim sebelum menerima ucapan selamat dari para pembelanya, Kho Gin Tjan, Azwar Karim dan Gunawan Suryoputro serta istri dan seorang putrinya. Sementara Jaksa Bagio Supandi serentak menolak putusan hakim dan kontan menyatakan banding. Pihak kejaksaan memang terang-terangan menunjukkan kekecewaannya terhadap putusan pengadilan tersebut. Tak kurang Jaksa Agung Ismail Saleh berkomentar: "Perasaan rakyat sendiri bagaimana? Kecewa? Nah, saya sependapat dengan rakyat . . . !" Adakah yang salah pada putusan hakim? "Kami tak menduga hakim seberani itu memutuskan perkara Natalegawa bertentangan dengan perkara Endang Wijaya," ujar seorang jaksa yang menggarap Perkara Pluit. Endang Wijaya, yang lebih dulu divonis 10 tahun penjara, antara lain dipersalahkan menyuap pejabat BBD. Kalau Endang Wijaya terbukti menyuap, sedangkan Natalegawa tak terbukti menerimanya, "lantas yang disuap Endang Wijaya siapa--apa tukang sapu?" Begitu dipertanyakan pejabat kejaksaan tadi. Tembok Dijebol Benar pendapat hakim, kata jaksa tersebut, bahwa secara formal rumah-rumah hadiah Endang Wijaya kepada Natalegawa masih atas nama Jawa Building. Namun secara material telah dimanfaatkan (bahkan ada dua rumah yang tembok pemisahnya dijebol) sanak keluarga Natalegawa. "Apakah mungkin orang berani menjebol tembok kalau tidak merasa memilikinya?" kejar jaksa tadi. Hakim Ketua, Soedijono, tentu saja tak ingin mengomentari keputusan majelisnya--apalagi bila dihubungkan dengan keputusan terhadap Endang Wijaya. "Saya tak ingat persis putusan terhadap Endang Wijaya," katanya, "yang pasti Natalegawa tidak terbukti bersalah." Soedijono juga tak menunjuk pejabat BBD mana gerangan yang akan diadili setelah Natalegawa, sekedar mengaitkan dengan keputusan terhadap Endang Wijaya yang menyebut-nyebut adanya pejabat yang menerima hadiah dari Proyek Pluit. "Tugas kami hanya menerima perkara dan mengadili--tanpa tahu siapa lagi yang akan diadili setelah Natalegawa," ujar Soedijono. Namun salah seorang hakim anggota ada yang berbisik: "Kemungkinan bekas pejabat top BBD diadili, kecil sekali."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus