Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tukang kebun jadi guru

Sebuah sd inpres di jombang terpaksa mengangkat tukang kebun jadi guru, karena kekurangan tenaga pengajar, sementara itu, awal feb. lalu, guru-gur di bandung masih menganggur mendatangi kanwil p&k.(pdk)

27 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Bandung tidak sedikit calon guru yang masih menganggur. Mereka resah Dengan poster di tangan mereka mendatangi Kanwil P & K Ja-Bar, dan mendesak agar dapat pekerjaan segera. Kejadian dalam awal Februari itu kini sudah dilupakan. Tapi betulkah tak ada lowongan kerja buat mereka? Di Jombang (Ja-Tim), sebuah SD Inpres terpaksa mengangkat tukang kebun jadi guru karena kekurangan tenaga pengajar. Djarwo, tukang kebun itu, berkata "Setelah sekali saya mengajar rasanya pekerjaan ini ingin saya lakukan selamanya." Ceriteranya dimulai ketika Suwito, guru satu-satunya, berhalangan mengajar. Dia merangkap Kepala Sekolah yang punya 50 murid semua baru kelas 1. Karena kematian salah seorang keluarganya, dengan perantaraan seorang pedagang kerupuk, Suwito mengirim surat untuk Djarwo. Surat itu meminta agar Djarwo mengisi pelajaran selama guru itu tak masuk. Pada mulanya Djarwo bingung menerima tugas mendadak itu. "Tapi karena ada petunjuk supaya menyalin dari buku pegangan guru, saya jalani juga perintah itu," kata tukang kebun yang berumur 20 tahun itu. Perintah mengajar itu kemudian datang berkali-kali. Maka Djarwo yang tinggal di gudang sekolah yang disulap jadi kamar tidur itu kini punya celana panjani putih, baju putih dan sepatu sport putih. "Pakaian ini saya pakai bila Pak Suwito tidak masuk," katanya. Dan bila Suwito -- yang-tempat tinggalnya 9 km dari sekolah --datang mengajar, Djarwo tetap bertugas sebagai tukang kebun. Bercelana pendek kumal dengan kaus tambalan, ia menyabit rumput atau merawat kembang di taman sekolah . Djarwo akhirnya memang tak cuma menyalin pelajaran. Tukang kebun yang sehabis tugas sekolah biasanya menggembala kambing milik orangtuanya itu juga mulai menerangkan pelajaran. Bahkan di luar sekolah Djarwo juga membantu muridnya belajar menulis dan matematik. "Yang paling gampang adalah mengajar membaca dan menyanyi," katanya, "sebab tak banyak makan hati." Nampaknya tak ada murid yang keberatan dengan kehadiran Djarwo. Maklum mereka masih tetangga di desa ,sem Gede, Kecematan Kudu. Kalau murid-murid itu ribut, dengan suara lantang Djarwo memperingatkan. "Ojo Rame," katanya. Maka langsung bocah-bocah asuhannya mendekapkan tangan di dada dan siap mendengarkan pelajaran. Seorang ibu, yang tiga anaknya belajar di SD itu, bahkan lebih menyukai Djarwo mengajar daripada Suwito. "Dia menganggap murid seperti adik-adiknya sendiri. Sabar dan banyak melucu," kata ibu itu. Ada juga murid yang usil. Ketika Djarwo sedang mencari rumput untuk kambingnya, seorang murid berteriak "Kok Pak Guru agon." Djarwo kadang-kadang tersinggung. "Tapi saya berusaha meniru kesabaran Pak Suwito," katanya. Tukang kebun itu selama ini tak pernah mendapat honor mengajar. Karena itu banyak orang sekampungnya memberi makanan seperti ubi rebus. "Pak Suwito bilang beslit saya belum keluar," katanya pelan. Jika kelas bisa diserahkan pada tukang kebun, tentu saja calon guru seperti yang di Bandung itu belum bekerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus