DI Bandung tidak sedikit calon guru yang masih menganggur.
Mereka resah Dengan poster di tangan mereka mendatangi Kanwil P
& K Ja-Bar, dan mendesak agar dapat pekerjaan segera. Kejadian
dalam awal Februari itu kini sudah dilupakan. Tapi betulkah tak
ada lowongan kerja buat mereka? Di Jombang (Ja-Tim), sebuah SD
Inpres terpaksa mengangkat tukang kebun jadi guru karena
kekurangan tenaga pengajar.
Djarwo, tukang kebun itu, berkata "Setelah sekali saya mengajar
rasanya pekerjaan ini ingin saya lakukan selamanya." Ceriteranya
dimulai ketika Suwito, guru satu-satunya, berhalangan mengajar.
Dia merangkap Kepala Sekolah yang punya 50 murid semua baru
kelas 1.
Karena kematian salah seorang keluarganya, dengan perantaraan
seorang pedagang kerupuk, Suwito mengirim surat untuk Djarwo.
Surat itu meminta agar Djarwo mengisi pelajaran selama guru itu
tak masuk.
Pada mulanya Djarwo bingung menerima tugas mendadak itu. "Tapi
karena ada petunjuk supaya menyalin dari buku pegangan guru,
saya jalani juga perintah itu," kata tukang kebun yang berumur
20 tahun itu.
Perintah mengajar itu kemudian datang berkali-kali. Maka Djarwo
yang tinggal di gudang sekolah yang disulap jadi kamar tidur itu
kini punya celana panjani putih, baju putih dan sepatu sport
putih. "Pakaian ini saya pakai bila Pak Suwito tidak masuk,"
katanya. Dan bila Suwito -- yang-tempat tinggalnya 9 km dari
sekolah --datang mengajar, Djarwo tetap bertugas sebagai tukang
kebun. Bercelana pendek kumal dengan kaus tambalan, ia menyabit
rumput atau merawat kembang di taman sekolah .
Djarwo akhirnya memang tak cuma menyalin pelajaran. Tukang kebun
yang sehabis tugas sekolah biasanya menggembala kambing milik
orangtuanya itu juga mulai menerangkan pelajaran. Bahkan di luar
sekolah Djarwo juga membantu muridnya belajar menulis dan
matematik. "Yang paling gampang adalah mengajar membaca dan
menyanyi," katanya, "sebab tak banyak makan hati."
Nampaknya tak ada murid yang keberatan dengan kehadiran Djarwo.
Maklum mereka masih tetangga di desa ,sem Gede, Kecematan Kudu.
Kalau murid-murid itu ribut, dengan suara lantang Djarwo
memperingatkan. "Ojo Rame," katanya. Maka langsung bocah-bocah
asuhannya mendekapkan tangan di dada dan siap mendengarkan
pelajaran.
Seorang ibu, yang tiga anaknya belajar di SD itu, bahkan lebih
menyukai Djarwo mengajar daripada Suwito. "Dia menganggap murid
seperti adik-adiknya sendiri. Sabar dan banyak melucu," kata ibu
itu.
Ada juga murid yang usil. Ketika Djarwo sedang mencari rumput
untuk kambingnya, seorang murid berteriak "Kok Pak Guru agon."
Djarwo kadang-kadang tersinggung. "Tapi saya berusaha meniru
kesabaran Pak Suwito," katanya. Tukang kebun itu selama ini tak
pernah mendapat honor mengajar. Karena itu banyak orang
sekampungnya memberi makanan seperti ubi rebus. "Pak Suwito
bilang beslit saya belum keluar," katanya pelan. Jika kelas bisa
diserahkan pada tukang kebun, tentu saja calon guru seperti yang
di Bandung itu belum bekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini