Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Garuda dan Kelinci Berebut Katom

Pengadilan niaga menyatakan PT Dua Kelinci tak berhak memakai merek Katom. Produsen kacang dari Pati, Jawa Tengah, ini tak menyerah.

23 Juli 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masih ingat iklan di televisi ini? Seorang siswa perempuan sedang makan semangkuk bakso. Lalu, hap, ia mencampur makanannya dengan kacang atom alias katom—begitu sebutan populernya. ”Campur katom, enak juga ya?” begitu sang cewek setengah berteriak. Istilah itu pun jadi populer.

PT Garudafood Putra Putri Jaya menayangkan iklan itu untuk mempopulerkan produk makanan kecil mereka yang bermerek Kacang Atom. Cuma, iklan yang pertama kali muncul pada 2003 itu sudah lama tak terlihat. Tapi bukan berarti hilang. Dalam beberapa bulan terakhir, iklan ini ”muncul” di Pengadilan Niaga Semarang. Garudafood memakai iklan ini sebagai alat bukti menggugat PT Dua Kelinci, pesaing mereka di bidang ”perkacangan”. Tak sia-sia, Pengadilan Niaga pada awal bulan lalu menyatakan Dua Kelinci tak berhak atas merek Katom.

Iklan itu sendiri adalah satu dari 80 bukti yang disodorkan Garuda untuk merontokkan hak milik merek Katom yang dikantongi Dua Kelinci dari Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Haki) Departemen Hukum. Menurut Garudafood, katom dalam iklan itu singkatan dari kacang atom. Walau kemasannya saat itu masih bermerek Kacang Atom, perusahaan ini menganggap saat itu mereka sudah memperkenalkan nama Katom sebagai produknya. ”Harapan kami berhasil, kacang atom laku di pasaran,” kata Robert Eduard, kuasa hukum Garudafood.

Merasa sukses, perusahaan ini lalu berniat mempatenkan nama Katom sebagai merek. Pada 30 Maret 2004, setahun setelah gencar diiklankan di mana-mana, Garudafood pun membawa merek Katom ini ke Direktorat Jenderal Haki.

Garudafood ingin mendaftarkan merek Katom di semua kelas, dari kelas 1 sampai kelas 45. Dengan mendaftar di semua kelas, perusahaan ini berharap memiliki hak merek Katom untuk semua jenis barang, baik makanan, minuman, maupun barang lain seperti topi atau sepatu. Pendaftaran untuk semua kelas itu dilakukan karena Garudafood merasa nama Katom unik, bukan kata yang bersifat generik. ”Kami menganggap ini nama penemuan kami.”

Namun upaya mendapatkan merek Katom itu tak semulus yang mereka duga. Ternyata ada pihak lain yang terlebih dulu mendaftarkan merek yang sama ke Direktorat Jenderal Haki. ”Pihak lain” itu tak lain pesaing mereka, PT Dua Kelinci. Hadi Sutiono, bos Dua Kelinci, mendaftarkan merek Katom di dua kelas: jenis snack dan kacang-kacangan. ”Garudafood telah mendaftar di semua kelas, di dua kelas itu kami terbentur,” kata Robert.

Pendaftaran yang hanya untuk kelas snack dan kacang-kacangan itu memancing kecurigaan Garudafood. Apalagi Dua Kelinci ternyata baru mendaftarkan merek Katom ke Direktorat Haki sepuluh hari sebelum kedatangan Garudafood. ”Kalau nama itu penemuan Hadi, kenapa dia tidak mendaftar untuk semua kelas?” kata Robert. ”Itu tanda tanya besar buat kami.”

Garudafood pun tak tinggal diam. Perusahaan ini lalu mengecek ke pasar dan sejumlah distributor makanan ringan. Hasilnya, tidak ditemukan produk bermerek Katom buatan PT Dua Kelinci. Menurut Kepala Pemasaran Garudafood, Budiman, tindakan Hadi Sutiono jelas merupakan bentuk kecurangan. Apalagi pihaknya sudah mengeluarkan dana besar untuk mempromosikan produk Katom, baik lewat iklan maupun menjadi sponsor sebuah sinetron. ”Hampir ratusan miliar rupiah kami habiskan untuk promosi Katom,” kata Budiman.

Karena itulah Garudafood membawa kasus ini ke Pengadilan Niaga Semarang. Perusahaan ini menggugat Hadi Sutiono, pemilik PT Dua Kelinci, produsen camilan kacang yang berpusat di Pati, Jawa Tengah. ”Jadi, yang kami gugat bukan Dua Kelinci-nya, melainkan Hadi Sutiono yang mendaftarkan merek Katom,” kata Robert. Menurut Robert, sesuai dengan Undang-Undang Merek (UU No. 15/2001), merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan dengan itikad tidak baik. ”Kami minta pengadilan membatalkan merek Katom yang didaftarkan Hadi,” katanya.

Di pengadilan, Dua Kelinci melakukan perlawanan. Menurut kuasa hukum Hadi Sutiono, Pieter Talaway, justru Garudafood yang beritikad buruk. ”Kalau mereka merasa merek Katom miliknya, mengapa perusahaan itu tidak segera mendaftarkan lebih dulu ke Direktorat Haki?” katanya. Menurut Pieter, Katom yang diklaim Garudafood bukanlah sebuah merek. ”Hanya singkatan dari kacang atom.” Hadi, kata Pieter, memakai Katom juga sebagai merek produk jenis keripik singkong. ”Kalau hanya singkatan, semua orang bisa membuatnya,” kata Pieter.

Majelis hakim Pengadilan Niaga tak sependapat dengan Peiter. Majelis hakim menyatakan, dalam perselisihan merek ini, Garudafood yang berhak atas merek Katom tersebut. ”Sesuai dengan barang bukti dan keterangan saksi, Garudafoodlah pemilik dan pengguna pertama serta yang mempopulerkan merek Katom,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang, Nirwana. Nirwana meminta Direktorat Jenderal Haki membatalkan pendaftaran merek Katom atas nama Hadi Sutiono.

Kendati Garudafood menang, bukan berarti nama Hadi Sutiono sudah dicoret sebagai pemilik merek Katom. Dijumpai pekan lalu di kantornya, Kepala Seksi Penyidikan dan Litigasi Direktorat Merek, Agung Damar Sasongko, mengatakan bahwa pihaknya baru akan membatalkan merek Katom atas nama Hadi Sutiono jika putusan Pengadilan Niaga sudah berkekuatan hukum tetap. ”Karena kami belum dapat kabar, apakah tergugat mengajukan kasasi atau tidak,” ujarnya.

Pada saat putusan dijatuhkan, Hadi memang tidak hadir. Ketika dihubungi pekan lalu di rumahnya, seorang wanita yang mengaku sebagai istrinya menyatakan Hadi Sutiono tak bisa diwawancarai. ”Bapak sedang tidak enak badan.” Pieter menegaskan bahwa pihaknya akan mengajukan kasasi untuk melawan putusan Pengadilan Niaga. ”Begitu salinan putusan itu kami terima, kami segera mengajukan kasasi,” katanya.

Dimas Adityo, Sohirin (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus