Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DARI Donggala, Sulawesi Tengah, kabar itu datang: telah ditemukan minyak bumi yang melimpah-ruah. Jumlahnya lebih dari cukup, membuat pesta pembukaan ladang minyak ini disiapkan khusus dari Jakarta. Ketika saatnya tiba, presiden waktu itu, Megawati, meresmikan ladang tersebut.
Belakangan diketahui, di bawah Donggala ternyata cuma ada sedikit minyak. Para ahli terkecoh oleh karakter batu gamping tempat emas hitam itu berada.
Sebentar lagi kisah ahli minyak yang pusing karena batu gamping bakal jarang terjadi. Di Laboratorium Fisika Bumi Institut Teknologi Bandung, Bagus Endar B. Nurhandoko sedang merampungkan riset yang dinamai Seismic Core (Seiscore) Acquisition Data, yang berguna untuk mengukur volume minyak dan gas bumi dalam batu ini dengan tepat. Pekan lalu, perusahaan minyak Malaysia, Petronas, sudah menyatakan minatnya untuk menambah kecerdasan buatan pada Seiscore Bagus.
Ini memang bukan riset kelas lokal. Perusahaan minyak dunia seperti Ameralda Heiss, Codeco, hingga Caltex sudah melirik riset Bagus. Demikian pula perusahaan pribumi seperti Medco. ”Kami sudah mencoba Seiscore, tapi belum tahu tingkat efisiensinya,” ujar Direktur Utama Medco, Hilmi Panigoro, kepada 0. Di dunia, bukan Bagus seorang yang tengah melakukan riset ini.
Riset yang sama kini sedang disiapkan Institut Teknologi Massachusetts (MIT), Universitas Stanford, dan Arab Saudi. Minyak bumi di Arab Saudi sebagian besar memang terdapat dalam batu gamping. ”Kita berlomba dengan ahli dari Amerika,” kata Bagus.
Sangat beralasan jika perusahaan minyak seluruh dunia tertarik pada riset ini. Sekitar 80 persen minyak bumi dan gas, di dunia maupun di Indonesia, ngendon dalam batu gamping. Kisah tentang batu gamping yang mengecoh ahli minyak pun bukan cuma ada di Donggala. Di Indonesia, ini terjadi di beberapa lokasi eksplorasi di sekitar Pulau Madura. Ketika ladang dibuka, ternyata hasilnya jauh lebih rendah dari perkiraan semula.
Bagi industri minyak, kesalahan perhitungan itu amatlah merugikan, karena eksplorasi minyak dan gas betul-betul padat modal. Salah menghitung, ruginya tak kepalang. Satu anjungan pengeboran eksplorasi perlu US$ 10 juta (Rp 90 miliar). Walhasil, pemburu minyak perlu metode akurat untuk mengendus buruannya, yang ternyata tak gampang dilakukan di lapisan batu gamping.
Dalam perut bumi, jangan bayangkan minyak bumi, gas alam, dan air terkumpul dalam wadah seperti kolam. Mereka berada dalam pori-pori bebatuan. Untuk mencari kolam emas hitam di perut bumi itu digunakan pancaran gelombang seismik. Rekaman gelombang yang merambat melalui lapisan-lapisan di perut bumi itu kemudian dianalisis.
Misalnya dengan teknik yang disebut Direct Hydrocarbon Indicator. Dalam metode ini, para ahli mencari lapisan yang membentuk jejak mendatar—flat spot. Jejak mendatar ini biasanya diakibatkan lapisan batuan kaya air dan menjadi indikator adanya gas atau minyak bumi. Volume minyak dan gas kemudian ditaksir dengan mengacu pada volume lapisan kaya air itu.
Jika jejak itu berada di batuan pasir yang homogen, metode itu ampuh menghitung volume minyak. Namun, ketika menghadapi formasi batuan gamping yang pori-porinya heterogen dan acak, cara ini kerap salah taksir. ”Akhirnya over-prediksi,” kata Bagus.
Nah, Bagus tengah menyempurnakan metode untuk menghilangkan risiko kesalahan perhitungan pada reservoir batu gamping ini. ”Kami harap dari pengembangan ini kita jadi referensi metode yang sudah ada,” ujar Bagus, yang telah melakukan penelitian ini hampir tujuh tahun.
Menurut Bagus, pengujian pertama pada metodenya adalah mengetahui karakter batuan gamping yang diambil dari mata bor sumur eksplorasi (lihat infografis). Setiap pengujian biasanya dilakukan pada lima batu gamping. Masing-masing batu itu mendapat perlakuan yang berbeda: ada yang hanya mendapat panas dan tekanan, ada juga yang ”disuntik” air, minyak, atau gas.
Pada saat penyuntikan itu, Bagus mengalirkan gelombang seismik. Bagaimana batu itu merambatkan gelombang seismik kemudian dibaca dan dipilah-pilah menjadi beberapa parameter oleh alat khusus yang patennya sudah dia kantongi.
Gelombang yang sudah dipilah menjadi berbagai parameter itu kemudian dikirimkan ke komputer. Oleh komputer, informasinya diolah menjadi data siap pakai. Di antaranya, posisi serta volume air, minyak, dan gas. Data ini juga bisa dipakai untuk menentukan letak sumur bor baru, ketika ladang minyak ingin diperluas. ”Modifikasi teknik ini pun mampu menentukan zona berbahaya, seperti zona tekanan tinggi, sehingga bisa menghindari kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo,” ujarnya.
Untuk semua pengujian itu, kata Bagus, timnya perlu waktu sekitar sepekan. Bisa saja pemeriksaan ini lebih lama, karena tak jarang batu yang diuji pecah di tengah jalan. ”Pengujian juga harus dilakukan ekstrahati-hati,” kata dia.
Pengujian ini memang perlu kewaspadaan tinggi. Yang dilakukan di laboratorium itu adalah meniru keadaan di perut bumi yang memiliki tekanan dan suhu sangat panas. Salah sedikit, laboratorium bisa meledak. Namun Tempo terkejut ketika memasuki laboratorium berukuran 2 meter x 5 meter itu.
Laboratorium itu lebih mirip sebuah bengkel mobil pada zaman perang. Sisa minyak pelumas tampak di mana-mana, berasal dari dua pompa hidrolik. Simulator peniru perut bumi terletak di sisi terjauh dari ruang pengawas. Bentuknya berupa tabung baja tebal yang ditempatkan dalam kotak berangka baja yang dindingnya terbuat dari lempengan aluminium tebal. Yang membikin ruangan ini mirip bunker perang adalah dua lapis tumpukan karung pasir setinggi orang, yang mengelilingi kotak itu. Gunanya?
Bagus berharap, jika tabung baja meledak karena tak kuat ditekan, pelindung dan karung pasir dapat meredam ledakannya yang menyemburkan panas 150 derajat Celsius.
Ketika simulasi dilakukan, ruangan ini harus dikosongkan. Apa yang terjadi di ruangan itu dikontrol dari ruang pengawas. Di dinding ruang pengawas tertempel selotip setinggi tumpukan karung. Saat pengujian, para teknisi dilarang berdiri melebihi batas itu. ”Kami juga mengabari penghuni ruang yang lainnya di gedung ini setiap kali pengujian dilangsungkan, untuk berjaga-jaga jika terjadi peristiwa buruk,” kata Bagus.
Syukurlah, tujuh tahun melakukan penelitian, tak ada tabung yang meledak. Jika ini terjadi, bisa muncul bencana masif. Bayangkan saja, tabung itu meniru tekanan di perut bumi yang bisa mencapai 9.000 psi. Ini sekitar 300 kali lipat tekanan ban mobil yang mencapai 32 psi.
Yandi M.R., Ahmad Fikri (Bandung)
Pelacak Emas Hitam
POMPA
Memberi tekanan dan panas ke dalam SILINDER BAJA. Besarnya sesuai dengan tekanan dan panas batu gamping ketika berada di perut bumi.
1. RECEIVER Penerima gelombang seismik yang merambat melalui batu gamping
2. AMPLIFIER Memperkuat sinyal yang telah diterima receiver yang akan diteruskan ke Osiloskop
3. OSILOSKOP Alat ukur besaran efek gelombang
4. KOMPUTER Mengolah dan memilah gelombang menjadi parameter
5. AMPLIFIER Memperkuat sinyal yang akan dipancarkan tranducer
6. TRANDUCER Memancarkan gelombang seismik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo