KALI ini giliran Bank Danamon Pusat Jakarta dibobol kejahatan - komputer. Staf bagian rekonsiliasi Bank Danamon Kok Ho, 23 tahun, dengan memanfaatkan password -- kata sandi untuk mengoperasikan komputer yang biasanya dipegang pejabat berwenang -- mutasi rekening berhasil mentransfer uang bank itu sebesar Rp 372.100.000 ke rekening temannya, Hendro Purnomo. Kedua-duanya buron sampai saat ini. Kasus itu terbongkar berkat kecermatan staf akuntansi Kantor Pusat Bank Danamon, Chen Chen. Pada 20 Oktober 1990 lalu, Chen Chen, yang lagi memeriksa rekening para nasabah, kaget. Di layar monitor komputer dia menemukan sederet angka yang janggal. Saldo rekening penampungan yang mestinya minimal nol, ternyata malah minus. Chen Chen segera memeriksa ulang satu per satu semua dokumen pendukung laporan yang masuk. Ternyata, dia menemukan sebuah laporan tanpa dokumen pendukung. Catatan itu menunjukkan ada sejumlah uang yang dipindahkan dari rekening penampungan ke rekening atas nama Hendro Purnomo. Pengusutan intern pun diintensifkan. Kecurigaan muncul pada Kok Ho. Pegawai bagian rekonsiliasi itu ketika dipanggil tak pernah muncul. Ternyata, terlambat, sejak 22 Oktober lalu, Kok Ho sudah menghilang. Rumah kontrakannya di kawasan Jakarta Kota kosong. Penyelidikan lalu diarahkan ke rekening Hendro Purnomo, sahabat Kok Ho sesama mahasiswa Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Bina Nusantara Jakarta. Ternyata, ketika didatangi di alamatnya, Hendro pun sudah raib. Kerja sama antara Kok Ho dan Hendro Purnomo terlihat kompak. Menurut pengaduan yang dikirim Bank Danamon ke Mabes Polri, pada 26 September lalu Hendro datang mencatatkan diri sebagai nasabah baru di Bank Danamon Pusat. Setoran pertamanya Rp 550.000. Seminggu kemudian, rekeningnya menggelembung menjadi Rp 372.650.000. Uang sebanyak itu adalah hasil transfer yang dilakukan temannya, Kok Ho, dengan menggunakan password mutasi rekening dari pos rekening penampungan. Sehari kemudian, Hendro memerintahkan dananya, sebesar Rp 24.875.000, dipindah ke tahapan Lippobank cabang STM Bina Nusantara atas nama Beng Ho. Besoknya, Beng Hok mengambil dana secara tunai Rp 24.500.000. Selain melakukan transfer, Hendro juga melakukan penarikan tunai Rp 25.385.000 dari Bank Danamon. Selanjutnya, mahasiswa jurusan akuntansi itu melakukan transfer lagi ke Lippobank yang tadi, Rp 301.985.000. Sehari setelah transfer itu masuk, Beng Hok ditemani Kok Ho menarik uang sejumlah Rp 300 juta di Lippobank tersebut. Ternyata, Beng Hok itu tak lain dari Hendro Purnomo sendiri. Sebenarnya, kata Kepala Bagian Verifikasi Bank Danamon Medi Suharno, yang melaporkan pada polisi, Kok Ho tak mempunyai wewenang untuk melakukan mutasi terhadap rekening penampungan kantor pusat. Sebagai staf rekonsiliasi, atanya, tugas Kok Ho hanyalah mengoreksi saldo cabang-cabang yang ada di kantor pusat. Sedangkan mereka yang berhak memutasikan rekening penampungan hanyalah bagian akuntansi. Setiap staf bagian akuntansi mempunyai password untuk mengoperasikan komputer data mutasi rekening. Lalu, dari mana staf rekonsiliasi itu bisa membongkar kata sandi komputer itu? Menurut Letnan Kolonel Hamim Suriaamidjaja, Kasat Idit Bank, Subdit Serse Ekonomi Mabes Polri, Kok Ho bisa mengetahui password yang rahasia itu karena selama ini memang beberapa bank tampak ceroboh menyimpan kunci rahasia itu. "Keteledoran penggunaan password itu memang umum terjadi di dunia perbankan," katanya. Kecerobohan soal password juga pernah menyebabkan Bank BNI 1946 cabang New York kebobolan sekitar Rp 30 milyar pada 1987. Ketika itu, Rudy Demsy, bekas karyawan Bank BNI 1946 tersebut, bersama temannya, Seno Adjie, dari sebuah kamar Best Western Hotel New York, melalui modem, berhasil mentransfer uang bank itu ke berbagai bank di Panama, Hong Kong, dan Luksemburg. Password Rudy Demsy ternyata masih berfungsi di komputer bank itu kendati ia sudah tak bekerja lagi di situ. Kasus itu terbongkar, setelah petugas di kantor pusat Jakarta melihat sesuatu yang aneh di layar monitor. Rekening BNI 1946 Kantor Pusat memberi peringatan bahwa terjadi penarikan dana melebihi saldo di kantor cabang New York itu. Gatot Triyanto dan Dwi S. Irawanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini