Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dokter ceroboh, pasien celaka

Dr. tan tio an, dipecat sementara dari keanggotaan idi. akibat keteledorannya, ny. liem swie ing kehilangan sebagian usus dan anusnya. ny. liem menggugat dr. tan dengan ganti rugi rp 250 juta. dr. tan membantah.

26 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KECEROBOHAN seorang dokter berarti petaka buat pasien. Gara-gara keteledoran dokter yang merawatnya, Nyonya Liem Swie Ing, 40 tahun, kehilangan sebagian ususnya. Ia kini harus buang air lewat anus buatan dari perut bagian kirinya. Sang dokter yang dianggap ceroboh itu, dr. Tan Tio An, Sabtu pekan lalu dipecat dari keanggotaan IDI selama setahun oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI Jawa Tengah. Empat hari sebelumnya Nyonya Liem menggugat dokter yang membuatnya menderita seumur hidup itu sebesar Rp 250 juta. Awal Oktober 1990 Nyonya Liem datang ke ruang praktek dr. Tan Tio An alias Lukas Sutanto di Jalan Begalon, Solo. Kepada dokter yang beken di Solo itu, ia minta dipasangi spiral. Waktu itu, ibu 11 anak itu tak lupa menjelaskan bahwa dia sudah dua bulan terlambat menstruasi. Langkah pertama dr. Tan melakukan tindakan menstrual regulation alias pengaturan kembali masa haid sang pasien. Sehari setelah pemasangan spiral, atau dua hari setelah menjalani menstrual regulation, Nyonya Liem merasakan perutnya sakit. Karena sangat sakit, ia segera menghubungi dr. Tan. Dokter tersebut segera mengangkat kembali spiral dari rahim ibu tersebut. Meski spiral diambil, menurut Nyonya Liem, rasa sakit itu tidak kunjung hilang. Puncaknya, 12 Oktober 1990, ibu yang sehari-hari pengawas buruh pabrik plastik Jrapah di Grogol, Sukoharjo, Solo, jatuh pingsan di tempat kerjanya. Ia segera dilarikan ke RS Kasih Ibu, Solo. Seminggu kemudian baru operasi dilaksanakan. Ternyata, tindakan itu malah fatal. Usus Nyonya Liem malah luka dan terkena peradangan. Untuk menyelamatkan pasien dari infeksi usus ini, satu-satunya cara adalah tindakan operasi. Artinya, usus bagian bawah yang berfungsi mengeluarkan kotoran itu harus dipotong. Pada 19 Oktober 1990, operasi dilakukan di RS Kasih Ibu. Usus bawah Nyonya Liem diangkat, dan anusnya yang juga terkena infeksi dipindahkan ke perut bagian kiri. "Sayang, Nyonya Liem terlambat dioperasi. Kalau operasinya segera dilakukan, tidak akan timbul infeksi separah itu," alasan dr. Tan. Pada saat operasi, kondisi pasien memang sudah parah. "Ketika pasien dalam keadaan mengkhawatirkan, seharusnya Dokter Tan lapor pada dokter ahlinya, tapi itu tidak dilakukannya," ujar Dokter Tjenol Poeger, Ketua IDI Jawa Tengah, kepada TEMPO. Setelah memeriksa dr. Tan, sidang MKEK di Semarang 19 Januari 1991 menyimpulkan: dr. Tan Tio An telah melakukan pelanggaran berat terhadap etik kedokteran. "Dokter Tan telah melakukan tindakan yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh dokter ahli kandungan," ujar Tjenol Poeger. Akibat pelanggaran berat itu, dr. Tan dipecat sementara dari keanggotaan IDI, selama setahun. Menurut Tjenol, selama setahun ini dr. Tan akan diawasi secara ketat. "Jika yang bersangkutan terbukti mengulangi kesalahannya, dia dapat dipecat untuk selamanya," ujar Tjenol, yang sudah melaporkan keputusan MKEK itu ke Kanwil Depkes Jawa Tengah. Sebagai Ketua IDI Jawa Tengah, Tjenol bertekad untuk menindak tegas anggotanya yang melakukan kesalahan. Anggota IDI yang satu ini, katanya, memang sering melakukan kesalahan, khususnya melakukan tindakan melebihi kewenangannya sebagai dokter umum. Praktek menstrual regulation, menurut Tjenol, diketahui sudah lama dilakukan oleh dr. Tan. Kendati pernah diperingatkan, dr. Tan ternyata membandel sehingga Nyonya Liem menjadi korban. Selain mengalami pemecatan sementara, dr. Tan terpaksa menghadapi gugatan dari bekas pasiennya itu. Nyonya Liem, yang kini mengaku merasa amat tertekan itu, menggugat dr. Tan dengan ganti rugi Rp 250 juta walaupun dr. Tan selama ini telah membantu biaya operasi Rp 3 juta. "Saya terpaksa tetap mengajukan gugatan karena keadaan saya malah jadi tak karuan," cerita Nyonya Liem sambil memegang perutnya. Kehidupannya kini, katanya, menjadi berantakan. "Badan saya ini bau, sebentar-sebentar berak lewat perut. Saya merasa tidak punya arti lagi untuk hidup," katanya. Karena penderitaannya itu pula Nyonya Liem kini terpaksa berhenti bekerja. Selain itu, suaminya, Liem Sie Hin alias Mulyono, 45 tahun, karyawan tambak udang di Tuban, Jawa Timur, juga terpaksa sering meninggalkan pekerjaan untuk merawat istrinya. "Kepedihan dan kerugian itu menjadi tanggung jawab dr. Tan, maka kami menggugatnya," kata pengacara Nyonya Liem, Joko Trisnowidodo. Dokter Tan membantah melakukan kesalahan dalam proses operasi terhadap Nyonya Liem tersebut. "Ribuan pasien berobat pada saya, baik-baik saja," kata dokter senior itu. Mengapa pada Ny. Liem berakibat fatal? "Sebab, Ny. Liem punya anak banyak. Elastisitas rahim jadi hilang. Itu yang menyebabkan kelemahan pada rahim," dalih dr. Tan lewat pengacaranya Edi Cahyono. Kalau memang rahim Nyonya Liem sudah lemah, kenapa masih dilakukan tindakan menstrual regulation? Syahril Chili, Kastoyo Ramelan, dan Heddy Lugito

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus