SEBANYAK 34 warga perumahan Taman Narogong, Bekasi, tergelincir gugatan mereka sendiri. Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa dua pekan lalu, menghukum para penggugat membayar ganti rugi Rp 34 juta kepada tergugat, PT Kentanix Supra Internasional Jakarta. Menurut Hakim Tony Hartono, para warga terbukti mencemarkan nama baik developer yang membangun perumahan tersebut. Sengketa berawal dari janji-janji manis yang ditawarkan PT Kentanix lewat brosur-brosurnya. Yang paling pokok adalah janji developer membangun tempat rekreasi berupa kolam pemancingan ikan di atas tanah bekas galian di dalam kompleks tersebut. Janizal, salah seorang warga dan salah seorang penggugat mengaku tertarik membeli rumah di situ karena janji yang ditawarkan lewat brosur tadi. Karena itu, pada April 1990, ia membeli rumah di Narogong, dengan memilih lokasi tepat di depan tanah kosong tempat kolam pemancingan itu akan dibangun. Demikian pula 33 warga lainnya yang umumnya punya hobi memancing. Mereka tertarik karena adanya iming-iming kolam pemancingan itu. Tapi, ketika rumah-rumah yang dibeli sudah ditempati, sekitar Juni 1991, muncul kabar lain. Warga mendengar bahwa di atas tanah kolam pemancingan seluas 1,2 hektare itu akan dibangun perumahan baru. Dan benar saja, tak lama kemudian perumahan baru sudah bertengger di situ. Merasa dibohongi, sebanyak 34 warga, yang diwakili Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Juni 1992, menggugat PT Kentanix sebesar Rp 261 juta (Rp 7,6 juta untuk tiap penggugat). Angka tersebut berdasarkan perhitungan pengeluaran uang rekreasi setiap keluarga, sebesar Rp 8.000 per minggu selama 20 tahun. Dalam pengadilan, yang digelar November 1992, Januar Tjahjadi, kuasa hukum Kentanix, mengaku pihaknya memang pernah menjanjikan kawasan rekreasi dan pemancingan. Tapi, karena investor yang berminat membangun fasilitas ini mundur, rencana itu batal. Masalah ini, menurut Januar, sudah disampaikan kepada warga. ''Tapi penggugat tak mau mengerti,'' katanya. Januar menyatakan pula bahwa pihaknya tak pernah ingkar janji atau merugikan konsumen. Developer, katanya, sudah berbuat baik dengan cara merelakan sebagian tanahnya sebagai pengganti tempat rekreasi untuk warga (TEMPO, 23 Januari 1993). Pengadilan akhirnya memutuskan menolak seluruh gugatan 34 warga itu. Alasannya, berdasarkan site plan Pemerintah Daerah Bekasi, lokasi itu memang ditunjuk sebagai lokasi perumahan, bukan untuk kolam pemancingan. Selain itu, kesepakatan damai dengan warga juga sudah ada, dengan cara mengganti rencana pembangunan kolam pemancingan itu dengan tiga tempat sarana umum. Artinya, Kentanix sudah menyediakan 41% luas lokasi perumahan untuk dijadikan fasilitas umum. Ini, kata hakim, sudah bagus sebab luasnya lebih dari 40%, seperti yang disarankan Pemda. Merasa pihaknya benar, di tengah persidangan, PT Kentanix menggugat balik warga dengan alasan nama baiknya dicemarkan lewat media massa. Warga juga dituduh menghambat pembangunan perumahan. Untuk itu, Januar Tjahjadi menuntut ganti rugi Rp 1,4 miliar (Rp 500 juta untuk kerugian moril, dan selebihnya kerugian materiil akibat terhambatnya pembangunan rumah baru). Hakim menerima sebagian gugatan balik PT Kentanix. Para penggugat terbukti mencemarkan nama baik PT Kentanix. Tiga media massa menulis bahwa PT Kentanix telah memecah-belah warga dalam soal gugat-menggugat itu. Karena itu, hakim menghukum mereka membayar ganti rugi Rp 34 juta (ditanggung renteng 34 orang penggugat). Sebagian penggugat menyatakan tidak puas atas vonis hakim. ''Kok bisa kalah, ya. Kami kan yang diperlakukan seenaknya oleh orang yang mampu,'' kata salah seorang penggugat. Sabtu pekan lalu mereka menyatakan banding. ARM, Siti Nurbaiti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini