Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Guru dicincang, dendam asmara

Gurusinga, 48, guru SD, dibunuh oleh Kembaren Sembiring di Tebingganjang, karena adiknya dizinahi. (krim)

29 Desember 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CITRA guru tercemar lagi. Pulau Gurusinga, 48, guru SD itu, tewas dicincang karena menzinahi bekas muridnya: Leher dan lengan kirinya hampir putus, serta sekujur tubuhnya penuh luka. Di Jalan desa Tebmgganjang, Selasa tengah bulan ini. Gurusinga dicegat Kembaren Sembiring, 20, dan temannya, Andreas, 21. Tanpa tanya ini-itu, Kembaren melemparkan batu di tangannya ke kepala Gurusinga, yang lantas saja terjatuh dari Vespanya. Gurusinga sempat melawan. Tetapi, karena kakinya terjepit Vespa, akhirnya tak berkutik. Bagai kesetanan, Kembaren menghujam-hujamkan parang ke tubuh mangsanya. Gurusinga tewas terkapar. Saksi mata, Jasa Ketaren, 29, sempat melihat kejadian sadistis itu. Ia berada 200 meter dari tempat kejadian. Ketaren kemudian melaporkan peristiwa yang terjadi pada 11 Desember tadi kepada yang berwajib. Dinihari besoknya, Kembaren, diantar keluarganya, menyerah ke kantor polisi Pancur Batu, 17 km dari Medan. Andreas tak ditangkap, menurut polisi, karena tak terlibat langsung. Kembaren kini sedang diperiksa. Ia mengaku pada polisi: "Saya membunuh Gurusmga karena dendam. Kok, si tukang perkosa bisa bebas.' Ceritanya begini: Adalah cewek yang kita sebut saja Merry, 14, dara mekar yang sedang lasak lasaknya, adik Kembaren. Setelah berguru pada Gurusinga, ia melanjutkan ke SMP Negeri Pancur Batu, sampai kelas II. Tetapi hubungannya masih tetap intim dengan bekas gurunya yang beranak enam dan sudah punya hma cucu itu. "Entah kenapa, kalau ketemu Bapak ini saya tak bisa bilang apa-apa. Saya mau saja diajaknya," kata Merry. Belakangan, hubungan itu ketahuan Samel boru Ginting, 45. Ia pernah melihat Gurusinga, suaminya, memboncengkan Merry. Dan ketika mereka bertemu di Terminal Bus Pancur Batu, 22 September lalu, kontan Samel memukul Merry. Merasa dipermalukan di depan umum, Merry akhirnya membuka rahasia, mengadu kepada orangtua dan abangnya. Dan ceritanya berlanjut sampai ke Poltabes Medan. Gurusinga sempat ditahan di sana empat hari. Tetapi, entah mengapa, kemudian polisi membebaskannya. "Visum menunjukkan bahwa keperawanan Merry masih utuh," kata seorang polisi kepada TEMPO. Sepulangnya dari rumah tahanan polisi, Gurusinga mengadakan kenduri di Kuta Lepar. Sebaliknya, keluarga Merry, Kembaren, mengasah parang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus