HIE Kie Seng sudah mati pekan lalu. Orang yang pernah terkenal
lantaran urusan pemalsuan kewarganegaraan ini, setelah
kematiannya makin tambah terkenal.
Bukan lantaran urusan pemalsuan yang tinggal menunggu putusan
kasasi itu. Tapi karena belum jelas setidaknya ada kelompok
masyarakat yang meragukan, apakah ia tertembak dalam suatu duel
atau kena peluru langsung di depan MBAL Jakarta.
Sabtu malam, 23 April, para petugas Operasi 902 sedang memeriksa
seseorang yang disangka terlibat dalam soal penyelundupan emas.
Sekitar jam 23.00 tiba-tiba muncul seorang, mengaku bernama
Yohannes, yang bermaksud menemui orang yang sedang diperiksa.
Tapi si terperiksa mengatakan tidak kenal dengan Yohannes.
Petugas menganggap hal ini sebagai suatu keanehan yang
mencurigakan. Yohannes segera ditahan. Ia dibawa ke Kejaksaan
Tinggi di Jalan Gajah Mada sebagai pos komando Operasi 902. Tapi
Yo samasekali tak membawa kartu identitas diri, walaupun ia ada
memberikan alamat kepada petugas. Malam itu juga diputuskan
untuk mengambil KTP orang ini. Dikawal seorang petugas kejaksaan
Yo diantar ke rumahnya dengan naik taksi. Menjelang sampai
rumalmya pada 1.30 dinihari, Yo minta supaya pengawal saja yang
turun ke rumahnya untuk mengambil surat atau kartu yang
diperlukan. Yo katanya merasa tak enak membuat gaduh isterinya
dan merasa malu pada anggota keluarga lain yang tinggal di rumah
itu. Akhirnya si petugas setuju.
Melayat Korban
Petugas segera menuju rumah Yo. sembari mengingatkan supir
supaya jangan pergi. Belum sempat petugas menyelesaikan
urusannya Yo sudah memerintahkan supir meiarikan taksinya.
Untunglah pengawal cepat mengetahui dan sadar pada situasi. Ia
mencegat sebuah sepeda motor yang lewat di situ dan minta pada
pengendaranya supaya mengejar taksi Morante tersebut. Petugas
sempat melepaskan tembakan peringatan satu kali. Di depan MBAL
mobil berhenti. Karena mendengar tembakan supir langsung
bersembunyi.
Menurut Jaksa Agung Ali Said, begitu petugas mendekati taksi,
begitu Yohannes sekonyong-konyong menubruknya. Terjadi perebutan
pistol. Senjata meletus dan peluru mengenai leher Yo.
Setelah dibawa ke rumahsakit baru ketahuan bahwa Yo adalah Hie
Kie Seng, orang yang masih dalam status tahanan Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Cipinang. Jaksa Anton Suyata SH yang pernah
menuntut HKS memastikan hal itu ketika ia melayat korban di
RSCM.
Berfikir 30 Kali
Yang menarik adalah langsungnya Jaksa Agung memberi komentar
atas peristiwa yang menghilangkan nyawa itu. Menurut Adnan
Buyung Nasution keterangan Jaksa Agung seolah memvonis HKS.
Kalau sudah begitu, keluh Ketua LBH yang banyak memperhatikan
soal-soal hak asasi manusia itu "pasti tak ada yang berani
memberikan keterangan yang sebenarnya lagi, termasuk supir
taksi".
Tapi Sofyan, supir taksi yang masih dalam tahanan polisi, ada
juga bersuara. Kepada polisi, seperti disiarkan Sinar &rapan, 28
April, ia menerangkan bahwa begitu turun dari mobil Yo langsung
ditembak. Cuma ia tak tahu persis cara penembakan itu. Ia hanya
mendengar letusan, dan ada yang tersungkur.
Orang mungkin teringat pada kejadian sekitar lima tahun lalu,
tatkala pilot Merauke dari perusahaan MNA terpaksa menembak mati
calon pembajak yang akan menguasai pesawatnya di Yogyakarta
(TEMPO, 22 April 1972, Nasional). Orang bertanya tidakkah
sepantasnya sang pilot, betapapun kita bersimpati akan
membelanya, diajukan pada satu pemeriksaan terbuka, sehingga
jelas ketahuan bahwa hukum mendukung tindakannya. Tapi Menteri
Kehakiman Oemar Senoadji waktu itu mengatakan: "Pilot yang
menembak pembajak itu tak perlu diadili, karena perbuatannya
dilakukan demi keselamatan umum" Sedang Jaksa Agung Sugih Arto
menegaskan: "Kita akan berfikir 30 kali sebelum mengajukannya ke
pengadilan".
Merunduk Takut
Yang aneh juga dalam rentetan kejadian matinya HKS adalah
mengapa ia, yang mengaku bernama Yohannes tiba-tiba ditahan. Apa
semata-mata karena si tersangka penyelundup yang malam itu akan
ditemuinya, mengatakan tak mengenalnya? Dan seperti yang
dijelaskan Tomasouw SH, dari Kejaksaan Agung, karena sikap sok
saling tak mengenal ini merupakan taktik yang biasa dilakukan
oleh para penyelundup emas?
Pejabat penerangan Kejaksaan Agung itu juga membantah kesan
salah seolah-olah Jaksa Agung dengan keterangannya di atas hanya
bermaksud membenarkan tindakan anak buahnya yang mengawal HKS
tersebut. Menurut Tomasouw tak ada alasan untuk tak berani
memberikan keterangan lebih deail mengenai proses tertembaknya
HKS, walaupun Jaksa Agung sudah nenjelaskan panjang lebar. "Tapi
saksi kejadian siapa? Supir taksi itu malah nerunduk karena
takut", ujar Tomasouw pada TEMPO pekan lalu. Dan ia menilai
masih terlalu pagi untuk mempersoalkan apakah pengawal HKS perlu
disidangkan atau tidak.
Hama Wereng
SA, petugas Kejaksaan Tinggi yang mengawal HKS dalam keterangan
kepala polisi seperti disiarkan Sinar Harapan mengatakan ada
perintah dari atasannya untuk membawa korban ke Kejaksaan
Tinggi. Surat perintah tersebut bernomor 028/1.1-AT/TK/4/77 per
23 April. Kalau benar, agak aneh juga. Surat untuk membawa
siapa? Yohannes ataukah HKS? Sedangkan menurut Tomasouw, SA
telah mendapat penghargaan lisan dari Jaksa Agung karena ia
telah menjalankan tugasnya dengan baik. Petugas tersebut memang
berhak menahan HKS, yang waktu itu bernama Yohannes, demikian
Tomasouw.
Masih penjelasan Jaksa Agung: HKS dengan seizin pihak LP datang
ke Pengadilan Jakarta Pusat untuk mengurus soal kasasinya, dan
sesudah itu berobat ke luar penjara. Sekarang ini oleh Ibnu
Susanto SH, Direktur Jenderal Bina Tuna Warga, sudah dibentuk
satu panitia untuk meneliti keluarnya HKS dari tahanan, apakah
sudah memenuhi persyaratan.
Ada kabar bahwa HKS suka memberi uang kepada pejabat LP
Cipinang, supaya ia bisa leluasa bergerak di luar. Bahkan selama
di luar kabarnya almarhum sempat melakukan kegiatan bisnis
mengimpor alat-alat penyemprot hama wereng. Dirjen Susanto
mengatakan akan memanfaatkan informasi itu sebagai bahan
penyelidikan, walaupun ia sudah sering mendengar informasi model
begitu. Susahnya, kata Dirjen, kabar begitu hanya bertaraf isyu
saja.
Memang kita tidak boleh berburuk sangka kepada para pejabat LP
Cipinang, seolah-olah mereka terima sogok. Juga kita tidak boleh
berburuk sangka kepada petugas Kejaksaan yang bernama SA,
seolah-olah dia pembunuh seenaknya. Tapi apa kita boleh berburuk
sangka pada HKS?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini