Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berhenti mengusut kasus suap yang melibatkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. "Dengan ditetapkannya HK, bisa menjadi langkah bagi KPK untuk menangkap Harun Masiku yang kini masih buron," ujar Koordinator ICW Agus Sunaryanto, Selasa, 24 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus mengatakan dugaan keterlibatan Hasto dikasus suap Harun Masiku kepada anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2017-2022 Wahyu Setiawan merupakan informasi lama. Hasto sendiri sudah pernah diperiksa oleh KPK pada Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus mengatakan, Hasto diduga telah masuk dalam radar KPK sejak awal kasus ini bergulir pada Januari 2020. Ia menyebut penyidik KPK saat itu sempat membuntuti kendaraan Hasto hingga akhirnya kehilangan jejak di PTIK. Sementara tim KPK mendapat intimidasi dan disekap oleh petugas setempat.
Ada sejumlah poin yang ia garisbawahi di kasus ini. Pertama, penetapan tersangka Sekjen PDIP tidak boleh berhenti pada pasal suap-menyuap. Kedua, pelarian Harun Masiku yang kini masih buron, menurutnya, patut diduga ada keterlibatan Hasto Kristiyanto. "Dalam hal ini tentu potensi menyangkakan pasal 21 UU Tipikor tentang perintangan penyidikan (obstruction of justice) bisa diterapkan oleh penyidik KPK," ujar dia.
Ia meyakini pelarian Harun Masiku tentu melibatkan banyak pihak. Sehingga untuk membuat kasus ini semakin benderang dan tuntas, KPK bisa menggunakan instrumen pasal tersebut untuk menjerat pihak lainnya.
Dalam konteks penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka, ia juga mewanti-wanti KPK bersiap untuk menghadapi kemungkinan pengajuan praperadilan. Ia mengatakan kekhawatiran ini wajar lantaran dalam beberapa tahun belakang, publik melihat kemunduran KPK saat kalah dalam persidangan praperadilan yang diajukan para tersangka korupsi. "Jangan sampai kasus berhenti pada penetapan tersangka," ujar Agus.
Pilihan Editor: Gatot Kaca dan Pandawa Lima di Era Pimpinan Baru KPK