Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hasil investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) terhadap kasus mutilasi 4 warga Papua mengungkap lebih banyak fakta dari temuan polisi. Mutilasi itu diduga sudah direncanakan sejak awal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar menyatakan hasil investigasi mereka menemukan adanya 11 tempat kejadian perkara (TKP), atau lebih banyak dari pengusutan polisi dengan hanya enam TKP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Temuan KontraS dengan kerja sama teman-teman gereja di sana ada 11 TKP dengan masing-masing fungsinya,” kata Rivanlee saat pemaparan temuan investigasi mutilasi di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Jumat, 23 September 2022.
KontraS juga menyebutkan bahwa tudingan keempat korban- Arnold Lokbere (AL), Irian Nirigi (IN), Lemaniol Nirigi (LN), dan Atis Tini Jenius (AT) - terlibat dalam gerakan separatis tak terbukti. Bahkan, salah seorang korban Atis Tini merupakan anak di bawah umur.
“Tuduhan keempat korban terlibat gerakan separatis tidak terbukti. Tuduhan itu bertolak belakang dengan kesaksian keluarga korban yang disertai bukti,” kata Rivanlee.
Polisi sebelumnya telah menetapkan enam anggota TNI Angkatan Darat plus empat warga sipil sebagai tersangka. Mereka adalah Mayor Infanteri HFD, Kapten DK, Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu ROM. Sedangkan empat sipil yakni APL alias Jeck, DU, R, dan RMH alias Roy Marthen Howai. Roy hingga kini masih buron.
Tempat perakitan senjata palsu, transaksi dan pembunuhan
Berdasarkan alur kronologi yang ditemukan KontraS, kejadian berawal di salah satu gudang yang menjadi tempat berkumpulnya para pelaku pada 22 Agustus 2022. KontraS menduga perakitan senjata api palsu yang dijual pelaku ke korban dilakukan di gudang ini. Menurut keterangan warga sekitar, gudang ini sering didatangi mobil militer.
Pada 22 Agustus 2022 pukul 20.00 WIT, menurut temuan KontraS, para pelaku sempat memarkirkan kendaraannya di halaman ruko di Jalan Nawaripi Baru. Setelah itu mereka menuju lokasi transaksi di sebuah lahan kosong dekat perumahan warga.
Di lokasi itu, mereka bertemu dengan keempat korban yang datang menumpangi mobil Calya putih pada pukul 21.47 WIT. KontraS menyatakan Irian Nirigi dan Lemaniol Nirigi turun dari mobil untuk menyerahkan uang Rp 250 juta yang dibungkus plastik kepada para pelaku.
Setelah menerima uang, para pelaku kemudian menyerahkan senjata rakitan yang dibungkus karung goni kepada keduanya. Karena mengetahui isi karung bukan senjata, terjadi tarik-menarik antara pelaku dan korban hingga terjadi baku pukul.
Irian mencoba melarikan diri tetapi dikejar oleh Kapten DK yang kemudian menembaknya dua kali hingga korban meninggal di tempat. Sementara itu, Lemaniol dan korban lain Atis Tini dipukuli dengan tongkat besi sepanjang satu meter di dekat mobil yang terparkir. Setelah itu berdasarkan rekonstruksi, leher korban dipenggal parang hingga tewas.
Selain Irian, Arnold Lokbere juga disebut sempat berlari menuju musala. Dia tak berdaya setelah tiga pelaku - Pratu RA, Pratu RO, dan Roy - mengejarnya dan menikam Arnold sebanyak dua kali hingga bersimbah darah setiba di musala.
Jasadnya kemudian diseret sekitar lima meter untuk disembunyikan dari pinggir jalan utama. Bekas darah Arnold sempat dibersihkan dan ditutupi menggunakan kopi yang diambil pelaku dari gubuk di sebelah musola.
Menurut catatan KontraS kejadian ini hanya berlangsung sekitar delapan menit atau pukul 21.47 WIT sampai 22.05 WIT.
Para korban, menurut temuan KontraS, kemudian dibawa menggunakan dua mobil dari lokasi eksekusi itu ke lokasi para pelaku melakukan mutilasi. Kedua mobill itu adalah Toyota Avanza putih yang dikemudikan Pratu P yang mengangkut jenazah Arnold Lokbere dan mobil Toyota Calya putih yang yang mengangkut tiga korban lainnya. KontraS menemukan saat kejadian ada tiga mobil dan satu motor.
Selanjutnya, korban dimutilasi di sebuah lahan kosong sebelum dibuang
Para pelaku membawa keempat korban ke ke Jalan Kosong Lokpong yang menjadi lokasi mutilasi. KontraS menyatakan bahwa mereka sampai di lokasi mutilasi sekitar pukul 01.30 WIT.
Setelah menurunkan jasad korban, para pelaku memutilasi korban hingga beberapa bagian. Pelaku yang bertugas memutilasi adalah Pratu RA dan Roy menggunakan parang.
Menurut Kepolisian Resor Mimika, mutilasi berlangsung satu jam dari pukul 01.30- 02.30 WIT. Potongan tubuh korban dimasukan ke dalam 6 karung. KontraS menduga mutilasi ini sudah menjadi bagian dari rencana para pelaku. Pasalnya, karung tersebut sudah dipersiapkan sebelumnya.
“Karung-karung tersebut seolah-olah sudah disediakan di tempat tertentu. Artinya, ada unsur kesengajaan karena telah disiapkan di tempat tertentu setelah eksekusi dilakukan,” ujar Rivanlee.
Setelah dimutilasi, potongan tubuh korban dalam karung dibawa ke jembatan di Kamora yang menyebrangi Sungai Pigapu. Sekitar pukul 03.30 WIT tubuh korban dibuang satu per satu ke Sungai Pigapu.
Pelaku menghilangkan jejak dan kembali ke Mako Brigif
Untuk menghilangkan jejaknya, pelaku menuju Jalan Trans Nabire guna mencari lokasi pembakaran mobil yang ditumpangi korban. Sesampainya di lokasi galian C Distrik Iwaka pukul 04.30 WIT, pelaku Roy dan Pratu RO menyiram mobil dengan bensin secara bergantian kemudian membakar mobil Calya yang ditumpangi korban. Setelah membakar mobil, dua mobil tersisa kembali ke Mako Brigif dan tiba pukul 07.30 WIT.
KontraS mengatakan ada perbedaan antara versi keluarga korban dan versi kepolisian setelah pembunuhan. Keluarga korban meyakini setelah pembunuhan semua kendaraan itu dibawa ke Mako Brigif, markas para pelaku anggota TNI. Sementara kepolisian mengatakan hanya satu mobil dan satu motor tanpa jenazah yang menuju ke Mako Brigif untuk bertemu pejabat di sana.
“Apa yang dilakukan di Mako Brigif itu tidak diketahui secara detail. Dugaannya itu adalah pelaporan terhadap eksekusi yang telah terjadi,” kata Rivanlee.
Selanjutnya, tudingan bahwa 4 korban terlibat gerakan separatis tak terbukti
Berdasarkan investigasi KontraS yang dilakukan pada pertengahan September 2022, tidak ada bukti korban terlibat gerakan separatis. Rivanlee mengatakan empat korban memiliki pekerjaan sipil dan bahkan, dua di antaranya merupakan pengurus gereja.
Arnold menurut KontraS merupakan pengurus gereja yang juga ditunjuk sebagai panitia pembangunan gereja, Irian merupakan pejabat aktif kepala Desa Kampung Yunar dan pengurus gereja di Kenyam, Nduga.
Kemudian, korban Lemaniol bekerja sebagai pengemudi perahu pesanan yang menjemput penumpang dari dan menuju Nduga-Jita-Timika. Lemaniol juga merupakan calon pegawai negeri sipil dengan bukti pendaftaran peserta CPNS. Sedangkan Atis merupakan seorang anak berusia 17 tahun yang membantu pamannya bertani.
“Atis masih di bawah umur berdasarkan keterangan paman dan data kependudukan Kartu Keluarga,” ujar Rivanlee.
Dalam investigasi kasus mutilasi 4 warga Papua ini, KontraS menemui sejumlah pihak seperti keluarga korban hingga konfirmasi ke otoritas tertkait seperti Kasat Reskrim Polres Mimika, Penyidik Subdenpom XVII/C Mimika, dan RSUD Mimika.