Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menduga enam tersangka anggota aktif TNI yang menjadi tersangka kasus mutilasi 4 warga Papua di Kabupaten Mimika, Papua, memiliki bisnis gelap penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar. Dugaan itu mencuat setelah KontraS melakukan investigasi terkait kasus tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengatakan enam prajurit aktif TNI dari kesatuan Detasemen Markas (Denma) Brigade Infanteri (Brigif) 20/ Ima Jaya Keramo Kostrad tersebut diduga menjalin hubungan bisnis BBM jenis solar yang dilakukan di salah satu tempat kejadian perkara, yakni tempat merencanakan pembunuhan dan membagi uang hasil rampokan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tersangka militer dan sipil diduga menjalin hubungan bisnis penimbunan BBM jenis solar. Temuan ini kami dapat dari keterangan penduduk sekitar yang melihat drum-drum yang ada di sekitar gudang yang diduga merupakan bisnis gelap pelaku,” kata Rivanlee di kantor KontraS saat pemaparan hasil investigasi, Jumat, 23 September 2022.
Gudang penimbunan BBM milik salah satu tersangka
Gudang tersebut digunakan oleh pelaku untuk berkumpul dan merencanakan pembunuhan dan mutilasi terehadap empat warga sipil, yaitu: Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniol Nirigi, dan Atis Tini Jenius. Keempatnya diketahui berasal dari Kabupaten Nduga, Papua. Atis Tini disebut merupakan anak di bawah umur karena masih berusia 17 tahun.
Rivanlee mengatakan gudang tersebut milik seorang warga sipil berinisial J yang juga merupakan salah satu tersangka dalam kasus pembunuhan dan mutilasi tersebut. J merupakan pelatih gym di pusat kebugaran Markas Komando Brigif Raider 20/IJK Kostrad.
Berdasarkan keterangan warga, menurut KontraS, para pelaku kerap berkumpul di gudang yang juga menjadi lokasi penimbunan BBM tersebut.
“Informasi dari warga sekitar lokasi gudang, mereka pernah melihat mobil masuk membawa BBM jenis solar. Para tersangka dari militer tidak hanya mengetahui aktivitas J tersebut, namun patut diduga turut terlibat,” ujarnya.
Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Kav Herman Taryaman belum membalas pesan Tempo untuk mengkonfirmasi dugaan bisnis ilegal tersangka anggota TNI tersebut.
Selanjutnya, pembunuhan dan mutilasi setelah transaksi senjata palsu gagal
Peristiwa pembunuhan dan mutilasi 4 warga Papua itu terjadi pada 22 Agustus 2022. Empat korban dibunuh dan dimutilasi setelah dijebak dalam transaksi jual beli senjata palsu. Para pelaku menjebak korban dengan memberikan senjata rakitan palsu. Padahal, korban telah menyerahkan uang Rp 250 juta.
Mengetahui senjata api yang dibelinya palsu, para korban berontak. Mereka sempat terlibat dalam aksi tarik menarik tas uang tersebut. Empat korban akhirnya dibunuh dengan cara ditebas parang dan ditembak. Untuk menutupi kejahatannya, tersangka memutilasi korban dan membuangnya ke sungai. Setelahnya, mobil yang ditumpangi korban dibakar.
Rivanlee mengatakan, berdasarkan penelusuran KontraS, tuduhan aparat yang mengatakan empat korban terlibat gerakan separatis tidak terbukti. Korban Arnold Lokbere misalnya, merupakan pengurus gereja yang juga ditunjuk sebagai panitia pembangunan gereja. Kemudian korban AL adalah pejabat aktif kepala desa Kampung Yunat sekaligus pengurus gereja di Kenyam, Nduga. Korban LN bekerja sebagai pengemudi perahu untuk antarjemput dari dan menuju Nduga-Jita-Timika.
“Sedangkan AT merupakan seorang anak yang sering membantu pamannya bertani dengan bercocok tanam,” kata Rivanlee.
Enam anggota TNI Angkatan Darat yang menjadi tersangka dalam kasus mutilasi 4 warga Papua ini adalah Mayor Infanteri HFD, Kapten DK, Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu ROM. Adapun tersangka sipil yakni APL alias J, DU, R, dan RMH atau Roy Marthen Howai. Roy saat ini masih buron.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.