SEPULUH orang anak buah kapal (ABK) Tampomas II akan diajukan
sebagai tertuduh dalam persidangan yang dibuka Kamis ini. Jumlah
saksi mata serta saksi ahli sekitar 15 orang, antara lain
Syahbandar Tanjungpriok, beberapa nakoda kapal yang menolong
Tampomas II serta beberapa pejabat Direktorat Perhubungan Laut.
"Perkara ini termasuk kasus berat bagi mahkamah," kata Kapten
Tardana Surahardja, Ketua Mahkamah Pelayaran. Alasannya korban
manusianya banyak dan penelitiannya berat.
Nakoda Tampomas II almarhum A. Rivai, menurut Tardana, tidak
akan diadili, sekalipun secara in absentia. Karena ada prinsip
hukum, segala tuntutan hukum gugur untuk orang yang sudah
meninggal.
Namun itu tidak menutupi kemungkinan hasil pemeriksaan akhirnya
menyatakan almarhum ikut bersalah atas tenggelamnya Tampomas II.
"Tetapi tanpa vonis untuk Rivai," kata Tardana. Sedang 10 ABK
yang disidangkan bertanggungjawab masingmasing, dan bukan
mewakili nakoda yang sudah meninggal.
Tardana membenarkan, tidak tertutup kemungkinan kesalahan akan
jatuh pada para pejabat Direktorat Perla atau Pelni. "Kami akan
menguraikan semua itu. Namun mengenai kesalahan hukumannya nanti
akan tergantung pada atasannya masing-masing," katanya.
Memang ada kemungkinan kesalahan atas terjadinya musibah suatu
kapal tidak dibebankan pada awak kapal, misalnya bila orang luar
melakukannya dengan sabotase. Dalam hal itu wewenang mengusut
orang luar itu ada pada instansi lain.
Mahkamah Pelayaran hanya mempunyai wewenang mengadili ABK
berbendera Indonesia saja. Terhadap kapal asing, wewenang MP
terbatas pada ABK yang berkebangsaan Indonesia, Jika ada.
Hukuman yang dijatuhkannya juga bersifat administratif saja.
Yang paling ringan beupa teguran tertulis. Yang terberat,
pencabutan wewenang berlayar ABK sesuai dengan ijazah yang
dimilikinya selama waktu tertentu.
Vonis
Yang menjadi pertanyaan banyak yang meragukan kondisi teknis
kapal Tampomas II tatkala dibeli pihak Indonesia. Namun kapal
tetap dilayarkan. Apakah Mahkamah nanti akan bisa menentukan
pihak mana yang bersalah: nakoda, syahbandar yang memberikan
surat izin berlayar ataukah pihak pembeli? Menurut Tardana,
semua itu tergantung pada hasil pemeriksaan. Namun ada prinsip
tiap kejadian di atas kapal menjadi tanggungjawab nakoda, walau
tanggungjawab itu bisa dibagi-bagi. Hal ini tercantum dalam
pasalpasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Sidang MP mengenai musibah Tampomas II ini diperkirakan akan
selesai dalam waktu 3 bulan. Sidang akan dilangsungkan seminggu
tiga kali, diselingi perkara kecelakaan kapal lainnya karena
dalam agenda MP dalam 3 bulan mendatang ini ada 19 perkara yang
harus disidangkan.
Ada sementara pihak yang tidak percaya MP akan bisa mengungkap
misteri musibah Tampomas II. "Mahkamah Pelayaran kan di bawah
Ditjen Perla, sedang yang berkuasa terhadap kapal itu pun di
bawah direktorat yang sama. Saya tidak yakin musibah itu akan
terungkap latar belakangnya," kata seorang pejabat Pelni.
Tardana agak marah mendengar pendapat ini. "Siapa yang bilang
begitu? Mahkamah ini ada di bawah Departemen Perhubungan. Itu
pun dari segi admnistrasi saja seperti pengadilan di bawah
Departemen Kehakiman. Penyidangan itu wewenang penuh kami
sebagai lembaga yudikatif," ujarnya pasti.
Kalau begitu tidak tertutup Mahkamah akan menyatakan pejabat
Perla yang bersalah? "Tidak tertutup, tapi bukan memvonis.
Kekuasaan kami itu tidak usah digembar-gemborkan, nanti dikira
membusungkan dada," jawab Tardana.
Banyak orang yang sekarang menunggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini