Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAGI tiga ratusan penghuni Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang,Meirika Franola alias Ola alias Tania bukan narapidana sembarangan. Julukannya di penjara sudah menunjukkan "kelas"-nya. "Dia biasa dipanggil Jenderal," kata Dharmawati Dareho,bekas narapidana yang pernah tinggal di penjara Tangerang,kepada Tempo,Rabu pekan lalu. Panggilan lainnya "Mama Ola".
Berbeda dengan penghuni penjara lainnya,Ola bisa kapan saja keluar-masuk sel. Jika bosan di selnya yang pengap,ibu dua anak itu biasanya "mengungsi" ke klinik penjara yang memiliki penyejuk udara.
Dharmawati menghuni penjara itu sejak Januari 2010 karena terjerat kasus korupsi di Kementerian Perhubungan. Divonis 2 tahun 6 bulan,dia semula menghuni Rumah Tahanan Pondok Bambu,Jakarta Timur. Sewaktu kasus sel mewah Artalyta Suryani alias Ayin di rumah tahanan itu terbongkar,ia ikut dipindahkan bersama Ayin ke penjara Tangerang. Dharmawati hanya setahun di penjara perempuan itu lantaran pada pertengahan Desember 2010 dia memperoleh pembebasan bersyarat. Kini dia menekuni bisnis penginapan.
Saat Dharmawati dipindahkan ke penjara Tangerang,Ola sudah sepuluh tahun mendekam di sana. Dia menjadi penghuni di sana sejak Pengadilan Negeri Tangerang memvonisnya hukuman mati pada 22 Agustus 2000. Majelis hakim pimpinan Asep Iwan Iriawan menyatakan ia terbukti menjadi pengedar dan penyedia narkoba.
Wanita asal Cianjur,Jawa Barat,ini ditangkap petugas Kepolisian Daerah Metro Jaya di parkiran Bandara Soekarno-Hatta,Tangerang,pada Januari 2000. Beberapa jam sebelumnya,juga di tempat yang sama,polisi menangkap dua sepupu Ola: Rani Andriani dan Deni Setia Maharwan. Kala itu keduanya sudah di dalam pesawat Cathay Pacific yang hendak bertolak ke London. Keduanya membawa 3,5 kilogram heroin dan 3 kilogram kokain. Kepada polisi,mereka mengaku disuruh Ola.
Polisi langsung menginterogasi Ola,yang lalu mengungkapkan benda haram itu dipasok Tajudin Ganiyu alias Tony,suaminya. Hari itu juga polisi menyergap pria asal Nigeria tersebut di Cipete,Jakarta Selatan. Tony tewas dalam baku tembak dengan polisi. Di rumah Ola,polisi menemukan 3,6 kilogram kokain.
Ketika kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang,peran Ola terungÂkap: perempuan kelahiran 23 November 1970 ini adalah drug trafficker atau pengatur lalu lintas narkoba dalam sindikat internasional. "Karena itu,tak aneh jika dia kerap bolak-balik ke luar negeri," kata Asep,hakim yang mengadili kasus Ola. Ola pula,ujar Asep,yang menyiapkan semua dokumen kelengkapan kurir-kurirnya untuk keluar-masuk suatu negara.
Dalam persidangan,Ola berkukuh dia hanya diperalat suaminya. "Jika menolak,saya disiksa," ujarnya saat itu. Asep dan dua rekan hakimnya tak percaya. Vonis mati pun diketukkan. "Kalau terpaksa,kenapa dilakukan berkali-kali?" kata Asep.
Atas vonis mati itu,Ola melawan. Tapi upayanya untuk mengajukan permohonan banding,kasasi,hingga peninjauan kembali tak membawa hasil. Dia tetap dihukum mati. Menggandeng kantor pengacara Farhat Abbas,Ola lantas mengajukan grasi ke presiden. Kali ini upayanya tak sia-sia. Pada 26 September 2011,Presiden mengabulkan grasi Ola dan mengurangi hukumannya menjadi seumur hidup.
Kepada Tempo,seorang narapidana penjara Tangerang bercerita,sejak masuk penjara Tangerang,Ola sudah menjadi jagoan. Para sipir terlihat segan jika berhadapan dengan Ola. "Belakangan saya baru tahu,ternyata banyak anak buahnya yang juga berada di penjara ini," ujarnya.
Menurut dia,di penjara,Ola memiliki pengikut ratusan. "Jika sedang marah,ia tak segan-segan menghajar anak buahnya," ujar napi yang dibui karena kasus pembunuhan itu. Dia,misalnya,pernah melihat Ola menginjak-injak anak buahnya sembari berteriak-teriak. Sebaliknya,kata dia,kalau hatinya gembira,Ola tak segan-segan membagi-bagikan makanan kepada semua penghuni penjara. "Semua penghuni lapas tahu uang Ola dari mana," katanya.
Ola juga kerap menggelar pesta untuk memperingati hari ulang tahunnya. Saat itulah biasanya ia mendatangkan makanan dari luar penjara. "Dia sendiri jarang makan makanan penjara,lebih banyak dari luar," ujarnya.
Perlakuan yang diberikan pihak lembaga pemasyarakatan kepada Ola,ujar narapidana itu,juga sangat istimewa. Sementara narapidana lain harus berbagi sel empat meter persegi dengan dua narapidana lainnya,Ola menghuni sel dengan luas yang sama di Blok Melati sendirian. Sehari-hari Ola menenteng tiga telepon seluler. "Saya pernah melihat dia menelepon di depan sipir penjara," kata perempuan muda ini.
Menurut sumber Tempo,dari penjara Tangerang ini Ola kerap menelepon jaringannya di penjara lain untuk mengatur transaksi narkoba. Soal bisnis narkobanya,kata dia,Ola terbuka kepada para penghuni lembaga pemasyarakatan yang pernah dekat dengannya.
Narapidana ini mengaku pernah menguping Ola menghubungi seorang pria asal Nigeria untuk menyediakan stok narkoba. Ia tahu karena Ola juga bercerita kepadanya. Beberapa kali,kata narapidana ini,ia pernah mendengar Ola mengontak jaringan narkobanya di luar negeri. "Bahasa Inggrisnya fasih," katanya.
Ola memiliki cara untuk menyembunyikan ulahnya di penjara. Kalau ada inspeksi mendadak atau kunjungan pejabat dari pusat,ia selalu mengaku mempunyai kegiatan membatik dan membuat hiasan bunga. Menurut sumber Tempo,jika ada tamu datang dan menanyakan batiknya,dengan sigap sipir akan berlari untuk mengambil batik "karya" Ola itu. Padahal,ujar sang sumber,itu bukan buatannya.
Ola juga dikenal senang bergosip. Salah satu teman gosipnya adalah Ayin. Kepada seorang teman gosipnya,misalnya,suatu ketika ia mengaku pernah berpacaran dengan bekas vokalis sebuah grup band yang juga terbelit perkara narkoba,dan saat itu tengah dibui di Rutan Salemba,Jakarta Pusat. Kepada Tempo,Dharmawati mengaku pernah mendengar soal ini. "Tapi benar atau tidak,saya tidak tahu," katanya.
Sepintar-pintarnya Ola menutupi kelakuan busuknya,toh akhirnya terbongkar juga. Pada 4 Oktober lalu,Badan Narkotika Nasional menangkap kurir narkoba Nur Aisyah di Bandara Husein Satranegara,Bandung. Kepada BNN,Nur mengaku disuruh Ola. Untuk mengembangkan kasus ini,pertengahan Oktober lalu,Ola diangkut dan ditahan di rumah tahanan BNN.
Pengacara Ola,Rakhmat Jaya,membantah jika kliennya disebut berbisnis narkoba di dalam penjara. Buktinya,kata Rakhmat,Ketua Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang meneken surat kelakuan baik Ola,yang menjadi syarat pengajuan grasi. "Ola selalu menjalankan aturan penjara," katanya.
Ditemui Tempo di Cianjur,adik kandung Ola,Endik Fitriadi,mengaku kaget mengetahui kakaknya masih mengedarkan narkoba di penjara. Menurut dia,setelah Ola masuk penjara Tangerang,pihak keluarga tidak pernah lagi berkomunikasi lagi dengannya.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sihabuddin mengakui Ola pernah melakukan pelanggaran ketika dibui di Tangerang. Tapi ia tak tahu detail pelanggaran itu. Yang jelas,kata dia,pelanggaran itu bukan pelanggaran berat yang masuk "register F". Salah satu larangan di register itu adalah membawa alat komunikasi di dalam penjara. Sebelumnya,menurut laporan kepala lembaga pemasyarakatan,kata Sihabuddin,selama sepuluh tahun di sana,Ola tercatat berkelakuan baik. "Tapi,setelah menerima grasi,dia ternyata mengulangi perbuatannya."
Anton Aprianto (Jakarta),Ayu Cipta (Tangerang),Deden Abdul Aziz (Cianjur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo