Seorang anggota DPRD ditahan polisi. Ia terlibat pengguguran kandungan pacarnya. Akibatnya, si pacar tewas. BINTANG Ibrahim Puteh Kumba, 31 tahun, sebenarnya lagi bersinar. Empat tahun lalu, ketika usia belia, ia sudah terpilih sebagai anggota DPRD tingkat II Banda Aceh. Ia, dosen FKIP di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, dikenal sebagai Ketua AMPI Banda Aceh. Namun, reputasi kader Golkar ini diramalkan akan tenggelam. Sejak Jumat dua pekan lalu ia ditahan polisi. Ia dituduh bekerja sama dengan seorang bidan, Riah Ukur Sembiring, 52 tahun, menggugurkan kandungan Khalidawati, 24 tahun. Apalagi gadis manis mahasiswi FKIP Banda Aceh itu tewas akibat aborsi tersebut. Pada Kamis pekan lalu, Polres Aceh Besar juga meringkus Riah Ukur. "Polisi sudah menemukan bukti- bukti keterlibatan mereka," kata Kepala Dinas Penerangan Polda Aceh, Kapten Sujiman. Kisah ini nyaris tak tersibak karena Eti, begitu panggilan akrab gadis itu, sudah dimakamkan 10 Juni lalu tanpa sempat divisum. Toh desas-desus berkembang juga. Soalnya, ada saksi mata yang mengaku "melihat" Ibrahim menginap dengan gadis itu di kamar 38 Hotel Medan sejak 7 hingga 9 Juni. Ketika menginap, nama yang tercatat adalah Hasan Ibrahim. Polisi pun menurunkan resersenya. Ternyata, saksi mata di Hotel Medan itu mengaku menyaksikan Eti dibopong seorang wanita dan lelaki keluar dari hotel dan naik ke mobil. Bahkan, sebelum mereka meninggalkan kamar hotel, ada pula petugas hotel yang melihat sehelai seprei berdarah dalam kantong plastik. Di kamar mandi juga terlihat genangan darah. Saksi lain menyatakan melihat ada bercak darah di tilam dan keranjang sampah. Berdasarkan itu polisi melakukan otopsi pada 15 Juni lalu. Otopsi selama 40 menit di bawah pohon mangga dekat makam Eti di Rantau Panjang, Peureulak, Aceh Timur -- yang dikerjakan tim forensik Fakultas Kedokteran USU dan RS Pirngadi Medan -- menyimpulkan Eti tewas karena pendarahan. Di mulut rahim korban ditemukan tampon -- yang biasa dipakai untuk menyerap darah. Ada bagian tubuh yang terkoyak. Diduga inilah yang membuat darah terus mengalir hingga gadis semampai itu meninggal dunia. Sayang, kasus ini tak bisa dikonfirmasikan langsung kepada Ibrahim. Menurut penasihat hukum Ibrahim, Darwis, kisah ini bermula ketika Eti menelepon Ibrahim pada Jumat pagi, 7 Juni. "Waktu itu Eti mengeluh kandungannya sudah empat bulan," kata Darwis, mengutip pengakuan Ibrahim kepadanya. Sorenya Ibrahim menjemput Eti dan membawanya ke rumah Riah Ukur. Karena pasien Riah banyak, mereka kembali ke rumah bidan itu setelah magrib. Di dalam bilik pemeriksaan, Riah memberi obat untuk merangsang pengguguran. Sambil menunggu reaksi obat itu, mereka memesan kamar dan menginap di Hotel Medan. Sekitar pukul empat subuh, Ibrahim mengantarkan Eti ke rumah Riah. Nah, sepeninggal lelaki yang pulang ke rumahnya inilah, aborsi itu berlangsung. Ibrahim kembali menjemput Eti pada pukul 09.00 dan memboyong pacarnya itu kembali ke hotel untuk beristirahat. Sejak itu Eti bolak-balik ke kamar mandi. "Mulanya, saya pikir ia hanya mau buang air," kata Ibrahim, menurut Darwis. Rupanya, darah mulai menetes. Ibrahim jadi sibuk membeli pakaian dan makanan ke luar hotel. Ada tiga pasang celana dalam Eti yang sudah diganti. Karena panik, pukul 3 sore Ibrahim memanggil Riah datang ke hotel. Upaya Riah menghentikan pendarahan itu, selama berjamjam hingga fajar menyingsing, ternyata gagal. Karena tak melihat jalan lain, mereka melarikan Eti ke rumah sakit. Tapi Eti duduk di mobil pun tak berdaya lagi menegakkan kepalanya. Begitu tiba di rumah sakit, ia meninggal. Kabar duka yang disampaikan Ibrahim ke tempat kos Eti di kawasan Keuramat, Banda Aceh, membuat teman-temannya kaget. Soalnya, Eti, ketika Jumat pagi akan pamit menjalani kuliah kerja nyata (KKN) ke Indrapuri, Aceh Besar, masih segar-bugar. "Tak diduga ia pergi untuk selamanya," kata Erma, kawan sekamar Eti. Betulkah janin di rahim Eti itu adalah buah cinta Ibrahim? Ibrahim membantahnya walau mengaku pernah bermesraan dengan Eti di sebuah hotel di Medan, November 1990. Juga pada Maret lalu di Banda Aceh. Riah, kepada polisi, juga menyangkal menggugurkan kandungan Eti. Namun, menurut sumber polisi, wanita itu sudah dikenal mempunyai kerja pengguguran itu. Konon, tarifnya Rp 100 ribu untuk yang hamil sebulan dan naik Rp 100 ribu untuk setiap pertambahan bulan kehamilan. Ibrahim, yang beranak satu itu, mengaku membayar hampir Rp 300 ribu. Dengan melihat kasus Eti, sumber itu berteori bahwa Riah tidak tahu ukuran janin almarhumah sepanjang 26 sentimeter itu. "Buktinya, ketika janin dikorek, rahim ikut terkoyak," katanya. Ini terjadi karena Riah menggunakan kayu abortus yang banyak dijual di apotek. Apabila tuduhan ini benar, perbuatan Riah yang menyebabkan kematian Eti itu dapat dibawa ke pengadilan. Apalagi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kita aborsi terlarang. Dan laki-laki yang mengupayakan pasangannya menggugurkan bisa dituduh membantu kejahatan itu. Bersihar Lubis & Mukhlisardy Mukhtar (Banda Aceh)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini