Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Karena Diputar Tak Bisa Kembali

Bos Sarijaya disangka memakai investor fiktif buat meraup duit nasabah. Dibidik dengan tuduhan pencucian uang.

19 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARTONO memarkir mobil Toyota Kijang metaliknya di pelataran kantor PT Sarijaya Permana Sekuritas. Mengapit map hijau berisi sejumlah berkas, pada Rabu pekan lalu, dengan bergegas ia masuk ke kantor yang terletak di kawasan Balapan, Yogyakarta. Sarijaya cabang Kota Gudeg ini salah satu dari 48 cabang PT Sarijaya yang tersebar di 24 kota di seluruh Indonesia.

Hartono satu dari ribuan nasabah yang menyerbu Sarijaya setelah penghentian sementara (suspensi) aktivitas perdagangan perusahaan itu, 6 Januari 2009. Sekitar 10 menit, pengusaha peternakan ayam di Kabupaten Sleman itu memverifikasi. Raut wajahnya yang semula tegang berubah tenang setelah urusan verifikasi beres. ”Saya rugi banyak. Yang jelas, saya enggak bisa trading,” kata Hartono. Ia enggan menyebut jumlah saham yang ditanamnya.

Sementara di Yogya terjadi antrean cukup panjang, terutama pada Senin dan Selasa pekan lalu, tak begitu di Sarijaya Tegal. Waktu verifikasi yang dibuka sejak Senin pekan lalu itu tak membuat nasabah membludak. ”Kami sudah menjaminkan uang nasabah sehingga mereka tak akan kena dampak,” kata Direktur PT Sarijaya cabang Tegal, Ari Wibowo.

Di Jakarta, polisi terus mengejar mereka yang terlibat kasus ini. Setelah Komisaris Utama PT Sarijaya Pratama Sekuritas, Herman Ramli, ditahan pada 24 Desember lalu, polisi pekan lalu menahan dua direkturnya: Zulfiyah Alamsyah, direktur marketing, dan Teguh Jaya, direktur operasional. ”Mereka ditangkap di kantornya,” kata juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira.

Dosa keduanya bagi polisi sudah jelas: ikut memberikan persetujuan menaikkan trading available (TA) atau batas transaksi nomine (nama investor lain). Selain itu, mereka dianggap mengetahui adanya 17 investor fiktif yang dipakai Herman Ramli untuk menarik uang perusahaan. Herman, menurut polisi, telah melakukan aksi penaikan trading available selama enam tahun (2002-2008). Jumlah duit yang digelapkan Herman dari 8.000 nasabah sekitar Rp 285 miliar. Duit itulah yang diharapkan para nasabah bisa kembali.

Polisi sudah menyiapkan sejumlah pasal untuk menyeret para pelaku ke meja hijau. Mereka akan dijerat dengan Undang-Undang tentang Pencucian Uang atau minimal melakukan penipuan dan penggelapan. Perbuatan yang mereka lakukan itu bisa diganjar 20 tahun penjara.

Modus operandi yang dilakukan Herman menggondol duit nasabah terhitung sederhana. Ia menciptakan 17 investor yang ternyata nama-namanya adalah nama teman dekatnya. ”Dengan alasan untuk kepentingan perusahaan, Herman menjadikan kawan-kawannya seolah nasabah,” kata Abubakar. Sebagian memang melakukan transaksi, tapi sebagian lainnya tidak. Lalu di sinilah permainan Herman. Menurut seorang penyelidik polisi, ia lantas memalsukan tanda tangan para ”investor” itu dan meraup duitnya.

Pengacara PT Sarijaya, Luthfie Hakim, menampik jika disebut ada nasabah fiktif dalam bisnis kliennya. Ia berkukuh Herman tak melakukan kejahatan seperti dituduhkan polisi. Ia juga menolak menyebutkan nomine itu. ”Masih terlalu prematur untuk menyebutkannya,” katanya. Ia menegaskan tidak ada aliran uang sepeser pun yang lari ke rekening pribadi Herman. ”Pihak aparat distortif,” katanya.

Menurut Luthfie, jika polisi menerapkan pelanggaran terhadap Undang-Undang Pencucian Uang untuk kliennya, itu juga keliru. ”Tidak ada uang ilegal yang dibuat menjadi legal dalam kasus ini,” ujarnya. Adapun tuduhan penggelapan dan penipuan yang akan dipakai polisi, kata Luthfie, itu biasa disandingkan. ”Karena itu perlu didengar suara nasabah,” tutur pengacara yang mengaku telah mengenal Herman sejak sepuluh tahun silam itu. Di mata Luthfie, Herman sekadar sial. ”Dia apes.”

Desember lalu, menurut Luthfie, kliennya memang beberapa kali diperiksa Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam). Bulan itu pula Herman ke Malaysia untuk berobat. ”Saya katakan, pergi saja, tak ada masalah.” Karena itu Luthfie menolak jika dikatakan kliennya ke luar negeri untuk melarikan dana milik nasabah. Adapun pemeriksaan Herman itu berdasar laporan modal kerja yang disampaikan kepada bursa dan Kustodian Sentral Efek Indonesia. Menurut Ketua Bapepam Fuad Rahmany, dari kesaksian direksi Sarijaya, diketahui Herman telah meminjam uang perusahaan. Uang ini ia putar dan tak bisa kembali.

Polisi tentu tak begitu saja percaya argumen pihak Herman. Mereka masih melacak aset Herman, termasuk rumah dan tanahnya di Jakarta. Adapun rekeningnya di sejumlah bank sudah diblokir. Kata Abubakar, ”Kemungkinan akan ada tersangka baru.”

Martha Silaban, Anton S., Pito A. (Yogyakarta), Edi Faisol (Tegal)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus