Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Terjegal Saksi Ahli

Para aktivis lingkungan bersiap mempraperadilankan kepolisian Riau. Mereka kecewa terhadap langkah aparat yang menghentikan kasus pembalakan hutan di provinsi itu.

19 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH hampir sebulan kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau di kawasan Sukajadi, Pekanbaru, buka hingga larut malam. Di sana, hampir setiap hari, para aktivis lingkungan di provinsi itu menggelar rapat dan diskusi. ”Kami terus membahas ihwal penghentian penyidikan pembalakan liar,” kata Johny Setiawan Mundung, Direktur Eksekutif Walhi Riau, Kamis pekan lalu, kepada Tempo.

Tak hanya berapat, siang harinya mereka juga turun ke jalan. Bersama, antara lain, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), Susanto Kurniawan, Johny memimpin ratusan demonstran menggelar unjuk rasa di depan kantor instansi pemerintah, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga DPRD. Sampai akhir pekan lalu mereka sudah 14 kali menggelar unjuk rasa. ”Aksi ini akan terus kami lakukan hingga pemerintah serius menyelamatkan hutan,” kata Susanto.

Aksi para aktivis ini dipicu oleh surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Kepolisian Daerah Riau terhadap 13 dari 14 perusahaan perambah hutan yang diduga terlibat pembalakan liar pada pertengahan bulan lalu. Keputusan yang dilakukan kepolisian Riau itu tentu saja menyengat para aktivis. Adapun Kepala Kepolisian Daerah Riau, Brigadir Jenderal Hadiatmoko, menyatakan SP3 itu dikeluarkan karena sejumlah syarat hukum tidak terpenuhi. ”Ini semata demi pertimbangan hukum,” ujar Hadiatmoko. ”Tak ada tekanan dari mana pun.”

Dari 14 perusahaan itu, separuhnya anak perusahaan PT Riau Andalan Pulp & Paper, dan sisanya milik PT Indah Kiat Pulp & Paper. Satu-satunya yang segera sampai ke pengadilan adalah berkas kasus PT Ruas Utama Jaya, salah satu anak perusahaan Indah Kiat. Kejaksaan menyatakan ”dosa” Ruas Utama jelas: membabat hutan jauh sebelum memiliki izin.

Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Suro-so, mengakui kejaksaan memang menolak ”berkas pembalakan” yang disodorkan kepolisian. Menurut dia, banyak kasus pembalakan yang divonis bebas lantaran dianggap kurang bukti. Di mata kejaksaan, kasus kayu yang disidik kepolisian pun akan mengalami nasib sama. Walhasil, kerja keras selama dua tahun oleh Brigadir Jenderal Sutjiptadi—saat itu Kepala Kepolisian Daerah Riau dan kini Gubernur Akademi Kepolisian—memerangi pembalakan ilegal jadi sia-sia.

Inilah yang menjadi kerisauan para aktivis lingkungan di Bumi Lancang Kuning. Karena itulah, begitu SP3 keluar, para aktivis—yang dulu berhubungan erat dengan Sutjiptadi—mengambil sikap tegas: melakukan perlawanan terhadap SP3 yang dikeluarkan kepolisian. Langkah hukum segera mereka siapkan. Menurut Johny, Walhi dan Jikalahari akan segera mendaftarkan praperadilan di delapan pengadilan tempat 13 perusahaan penebang kayu itu beroperasi. ”Kami masih melakukan kajian hukum untuk memperkuat gugatan,” kata Ali Husein Nasution, anggota tim pengacara yang mewakili para aktivis. Adapun Kepolisian Riau mempersilakan para aktivis itu menempuh jalur hukum jika tak puas terhadap langkah yang dilakukan kepolisian. ”Soal gugatan atau praperadilan, itu hak siapa saja. Kami akan menghadapinya,” kata Hadiatmoko.

Keluarnya surat perintah itu memang menjadi akhir yang mengecewakan setelah sepanjang 2007 hingga pertengahan tahun lalu kepolisian Riau menjadi pusat perhatian dan menuai pujian kelompok pemerhati kelestarian alam. Berbekal Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Pembalakan Liar, Sutjiptadi, yang sejak Desember 2006 memimpin kepolisian Riau, menabuh genderang perang melawan pembalakan ilegal.

Aksi polisi dimulai pada 17 Januari 2007. Ketika itu 36 truk bermuatan kayu tanpa dokumen sah disita. Polisi menahan sopir dan dua orang yang diduga mengatur pengiriman kayu. Dari keterangan mereka, diketahui bahwa kayu jarahan itu dibawa ke pabrik bubur kertas PT Riau Andalan Pulp & Paper, anak perusahaan Raja Garuda Mas, milik taipan Sukanto Tanoto. Sutjiptadi pun memerintahkan anak buahnya menyegel tumpukan kayu di pabrik itu.

Tak tanggung-tanggung, sebanyak 17 blok tumpukan kayu, yang setiap blok panjangnya mencapai 400 meter, dililit garis polisi di pabrik yang berjarak 95 kilometer arah timur Pekanbaru itu. Tak sampai akhir bulan, puluhan sopir dan dua orang yang diketahui menjabat manajer di perusahaan tersebut resmi menjadi tersangka. Dari sinilah polisi menelisik anak-anak perusahaan Riau Andalan yang menjadi penyuplai kayu yang ternyata menurut polisi berdokumen palsu.

Pengusutan anak-anak perusahaan PT Indah Kiat Pulp & Paper juga berawal dari penyitaan empat truk kayu tanpa dokumen. Truk-truk itu dicegat ketika melintas di jalur lintas timur Minas, Riau, hanya tiga hari berselang setelah penyitaan truk Riau Andalan. Walhasil, hingga Maret tahun itu, polisi telah menahan seratusan tersangka, menyita sekitar dua juta kubik kayu, 15 alat berat pemindah kayu, 90 truk, 17 kapal, 1 ponton, 2 gergaji rantai.

Berulang kali Sutjiptadi menegaskan polisi punya alasan kuat dalam beraksi. ”Semua perusahaan penyuplai kayu Riau Andalan dan Indah Kiat bermasalah, baik urusan administrasi maupun perizinan,” katanya. Hampir semua perusahaan punya modus serupa, yaitu bekerja sama dengan pemilik izin hak pengusahaan hutan (HPH) atau hutan tanaman industri (HTI). Sejumlah penyuplai kayu tersebut memang diduga kuat tak memiliki lahan, apalagi izin.

Para penyuplai juga diduga merusak lingkungan sehingga didakwa dengan Undang-Undang Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Kehutanan mengatur hutan tanaman industri hanya boleh di lahan dengan potensi kayu maksimal 5 meter kubik per hektare dan diameter kayu tak lebih dari 10 sentimeter. Tapi perusahaan-perusahaan itu beroperasi di hutan alam, bahkan gambut, dengan potensi ratusan meter kubik dan diameter lebih dari 30 sentimeter.

Demi menguatkan bukti, polisi memakai kesaksian pakar kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero Saharjo dan Basuki Wasis. Menurut Bambang, izin 14 perusahaan itu menyalahi prosedur. Adapun Basuki menegaskan, penebangan yang dilakukan di lahan gambut telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah. ”Banjir, kekeringan, serta kebakaran lahan dan hutan terus-menerus sepanjang tahun di Riau. Ini bukti kasatmata,” katanya.

Justru keterangan para saksi ahli inilah yang dianggap kejaksaan tinggi bakal mengandaskan dakwaan di pengadilan. Kejaksaan meminta polisi melengkapi bukti dengan keterangan saksi ahli yang dianggap berwenang, yaitu dari Departemen Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Permintaan ini baru dipenuhi setelah Sutjiptadi digantikan oleh Hadiatmoko. Hingga Hadiatmoko tiba, berkas sudah 17 kali dikembalikan jaksa.

Saksi ahli pun didatangkan. Bejo Santoso dari Kehutanan—instansi yang sejak awal berkeras bahwa perusahaan-perusahaan yang diproses hukum itu tidak bersalah—menyatakan izin dikeluarkan dengan sah. Kerusakan lahan dianggap bukan alasan untuk mempidanakan pemegang izin. Segendang sepenarian, saksi dari Lingkungan Hidup menganggap tidak ada kerusakan lingkungan selama perusahaan mengantongi izin.

Pengacara Walhi dan Jikalahari, Ali Husein, mengatakan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan itu jelas melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Mestinya, ujarnya, dengan dua bukti sah, berkas sudah dapat diajukan. Adanya saksi, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa sudah lebih dari cukup untuk melanjutkan kasus. ”Meskipun penuntut meminta saksi ahli lain, itu tak menghalangi pengajuan berkas,” kata Ali Husein. Kini ”bolong-bolong” itulah yang akan dipersoalkan para aktivis lingkungan di meja hijau.

Adek Media, Jupernalis Samosir (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus