Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, meminta Polri menjelaskan soal duduk perkara kasus pemerasan yang terjadi terhadap pengusaha Tony Trisno. Hinca menilai hal ini berkaitan dengan integritas personel Polri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Komisi III DPR RI ini menyatakan Polri dan harus membuka secara luas masalah ini agar tidak timbul kesalahpahaman di masyarakat. Dia berharap masalah ini bisa selesai sebelum Komisi III menggelar rapat kerja dengan Polri pada masa sidang selanjutnya tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebelum nanti saya rapat dengan Kapolri, seharusnya Wakapolri bisa menjelaskan pertanyaan publik ini. Selain itu Kadiv Propam yang mengetahui hal ini, juga harus membuka dan menjelaskan karena ini sudah menjadi kasus publik," tutur Hinca, Senin, 26 Desember 2022.
Awal mula mencuatnya kasus pemerasan terhadap Tony
Kasus pemerasan terhadap Tony Trisno oleh sejumlah anggota Polri mencuat setelah dua buah diagram viral di dunia maya pada awal Oktober lalu. Dalam diagram pertama, Tony disebut memberikan suap kepada sejumlah aparat agar tiga laporan kasusnya di Badan Reserse Kriminial Polri berjalan.
Pada diagram kedua, Tony disebut sebagai korban pemerasan oleh sejumlah anggota Polri. "Pemerasan Oknum Perwira Polri terhadap korban penipuan arloji Richard Mille, Ferrari dan McLaren (Tony Sutrisno)," begitu judul diagram kedua.
Kepada Tempo pada 25 Oktober lalu, Tony pun telah membenarkan bahwa dirinya menjadi korban pemerasan anggota Polri. Dia menyatakan diperas agar laporannya berjalan.
“Saat keluar diagram pertama itu, saya bingung, kok disebut suap. Pas diagram kedua baru benar, saya diperas,” kata Tony.
Hinca soroti soal pemotongan sanksi demosi
Hinca juga menyoroti soal sanksi demosi kepada salah satu anggota Polri yang disebut terlibat pemerasan tersebut, yaitu Kombes Rizal Irawan. Dalam diagram yang viral, Rizal awalnya disebut mendapatkan sanksi demosi 5 tahun. Sanksi tersebut kemudian dipotong menjadi 1 tahun atas perintah dari Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.
Hinca menilai langkah Wakapolri ini tak adil, pasalnya seorang anggota Polri lainnya menerima sanksi demosi selama 10 tahun dan tak mendapatkan potongan.
"Wakapolri harus menjelaskan ke publik mengapa dan apa alasannya," kata dia. "Sekalipun ada mekanisme banding kepada Wakapolri, karena persoalan integritas ini menyangkut bukan satu orang dua orang, tentu ini tidak adil dan melanggar etika itu sendiri."
Kasus yang dilaporkan Tony
Tony Trisno merupakan pengusaha yang mencuat namanya ke publik setelah berseteru dengan pihak Richard Mille Indonesia. Dia melaporkan pihak Richard Mille Indonesia karena dianggap melakukan penipuan dalam hal jual beli dua arloji mewah bernilai Rp 77 miliar.
Tak hanya itu, Tony Trisno juga mengaku mengalami penipuan dalam pembelian sejumlah mobil super seperti McLaren, Ferrari dan Lamborghini.
Sejauh ini, dari tiga laporan Tony tersebut, laporan kasus Richard Mille telah dihentikan. Kepala Direktorat Tindak Pidana Ekonomi (Dittipideksus) Khusus Brigjen Whisnu Hermawan Februanto mengakui penanganan awal kasus ini bermasalah, namun dia tak mau berbicara soal detail masalah tersebut.
"Perkara ini awalnya ditangani direktorat pidana umum, ada masalah sebenarnya. Tapi saya nggak ngomong ada masalah apa di sana. Dipindahkanlah ke direktorat kami," kata Wisnu kepada Tempo, 7 November lalu.
Menurut Wishnu, berdasarkan penelusuran timnya tak ditemukan unsur pidana dalam kasus Richard Mille. Untuk laporan Tony Trisno soal penipuan mobil McLaren saat ini masih dalam proses penyelidikan. Wishnu juga menyatakan bahwa pihaknya sudah menaikkan laporan kasus pembelian Ferrari ke tahap penyidikan meskipun belum ada tersangka.
"Kami masih menunggu pemeriksaan pelapor selanjutnya. Kami minta kepada pelapor untuk menyerahkan alat bukti," kata Wishnu.