Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) buka suara soal kemungkinan gagalnya ekstradisi Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, yang merupakan buronan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru Bicara Kemlu, Rolliansyah Soemirat alias Roy Soemirat, enggan menanggapi secara gamblang ihwal potensi gagalnya ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura. Dia hanya menjawab normatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Technical question silakan cek dengan lembaga penegak hukum indonesia," ujarnya lewat pesan singkat kepada Tempo, Rabu malam, 29 Januari 2025. "Kemlu terus fasilitasi komunikasi dengan negara terkait."
Pemerintah Indonesia saat ini sedang mengupayakan ekstradisi Paulus Tannos. Pria berusia 70 tahun itu ditangkap Biro Investigasi Praktik Korups Singapura (The Corrupt Practices Investigation Bureau/CPIB) pada 17 Januari 2025. Dia kemudian ditahan di Changi Prison berdasarkan permintaan penangkapan sementara (provisional arrest request/PAR) dari pemerintah Indonesia.
Bagaimana Upaya Ekstradisi Paulus Tannos Bisa Kandas
Paulus Tannos sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Singapura. Dinukil dari The Straits Times, pria dengan alias Thian Po Tjhin itu menjalani sidang pembacaan dakwaan lewat daring pada 23 Januari 2025.
Dalam sidang tersebut, sempat dibahas mengenai Paulus yang memiliki paspor diplomatik dari Guinea-Bissau, sebuah negara Afrika Barat. Berdasarkan hal itu, pengacara Paulus mengklaim penahanan kliennya tidak sah. Sebaliknya, penasihat negara mengatakan berdasarkan pemeriksaan Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA) terhadap tiga nama alias Paulus, dia tidak memiliki status diplomatik.
Hakim Pengadilan Negeri Singapura, Brenda Tan, sempat menanyakan apakah Paulus bersedia menyerahkan diri kepada negara asing. Paulus yang menjawab lewat penerjemah mengatakan, dia bersedia kembali ke Guinea-Bissau. Paulus mengatakan, dia tak mau dipulangkan ke Indonesia. Sidang pun dilanjutkan kembali pada 28 Januari 2025.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum (Dirjen AHU Kemenkum) Widodo mengakui, ada kemungkinan Indonesia kalah di pengadilan tersebut. "Potensi, kan, pasti ada, tapi paling tidak kami berusaha maksimal melengkapi semua dokumen," ujarnya usai konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu.
Dia engan menjawab secara gamblang, apakah Paulus Tannos tidak bisa dipulangkan apabila Indonesia kalah di pengadilan. Widodo menyebut, pemerintah tidak memikirkan hal tersebut. "Kami berpikir optimis bahwa semua dokumen bisa dilengkapi dan secara prosedural bisa dikembalikan," tuturnya.
Proses ekstradisi tak semuanya mulus. Misalnya, upaya pemulangan Hendra Rahardja alias Tan Tjoe Hing dari Australia pada 2002 silam yang mengalami jalan berliku. Hendra adalah tersangka korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dia diduga menilap uang bantuan sebesar Rp 1,95 triliun melalui Bank Harapan Santosa miliknya.
Menurut catatan Tempo, pada 24 September 1999, hakim pengadilan di Sydney, Brian Lulham, memutuskan memulangkan Hendra ke Indonesia. Hendra melawan dengan mengajukan banding. Hakim pengadilan tinggi Australia pada Desember 2002 memberikan putusan yang sama. Namun, polisi Indonesia kalah cepat oleh malaikat maut. Hendra meninggal pada Januari 2003 karena kanker ginjal.