Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyatakan belum menerima Surat Pemberitahan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ihwal kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur dengan tersangka Ismail Bolong Cs. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan bahwa ia baru mengetahui informasi soal Ismail Bolong ini dari media.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Nanti saya cek dulu apakah ini sudah ada SPDP apa tidak. Biasanya dalam waktu 3 hari penyidik itu wajib menyerahkan SPDP kepada penuntut umum," kata Ketut di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis 8 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketut menyatakan penyidik masih memiliki waktu untuk mengirimkan SPDP ke Kejaksaan Agung. Pasalnya, Ismail baru ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu kemarin 7 Desember 2022.
"Iya karena baru kemarin mungkin kita baru menunggu ini ya. Saya juga cek, kalau seandainya sudah dikirim pasti kita terima dan kita sampaikan ke media," ujarnya.
Kejagung tak ikut menyelidiki kasus Ismail Bolong
Dia pun memastikan Kejaksaan Agung tak menyelidiki kasus suap yang diduga dilakukan Ismail Bolong terhadap sejumlah perwira tinggi Polri. Menurut dia, penyelidikan dan penyidikan kasus ini secara penuh dilakukan pihak Bareskrim Polri.
"Kejagung tidak menyelidiki, tidak kapasitas sebagai penyidik tetapi di sini dalam kapasitas prapenuntutan perkara aja," ucapnya.
Penyidikan terhadap kasus ini diungkapkan Ketut sudah dilakukan oleh penyidik dari Kepolisian. Oleh karena itu ia belum tahu soal kasus ini akan ditangani oleh Jampidum ataupun Jampidsus.
"Itu tentu mereka sendiri yang melakukan penyidikan bahwa itu ada perkara tambang, perkara suap dan sebagainya, mereka punya kewenangan untuk itu. Jadi kita tinggal menunggu apakah SPDP-nya nanti di pidsus apa pidum, nanti kita tunggu," tuturnya.
Selanjutnya, Bareskrim menjerat Ismail Bolong dengan UU Minerba dan KUHP
Bareskrim Polri kemarin menyatakan telah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur. Mereka adalah Ismail Bolong alias IB selaku pemilik PT Energindo Mitra Pratama (EMP) yang dituding melakukan penambangan batu bara ilegal, Rinto alias RP selaku Direktur PT EMP , dan Budi alias BP selaku operator pertambangan.
Mereka bertiga dikenakan Pasal 158 dan 161 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan Mineral dan Batu bara atau Minerba. Mereka juga dikenakan pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Bareskrim Polri tak menjerat ketiga terdakwa dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Mereka juga tak mengusut soal dugaan aliran dana Ismail Bolong ke sejumlah perwira tinggi Polri.
Kronologi kasus Ismail Bolong
Kasus tambang ilegal Ismail Bolong mencuri perhatian publik pada awal November lalu saat video pengakuannya tersebar luas. Dalam video tersebut, Ismail mengaku mengalirkan dana tambang ilegal ke sejumlah perwira Polri. Diantaranya adalah Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
Setelah video itu tersebar luas, Ismail balik membantah. Dia menyatakan video itu dibuat pada Februari 2022 saat diperiksa oleh Divisi Propam Polri. Dia mengaku dibawa ke sebuah hotel dan diminta membacakan pernyataan tertulis yang telah disiapkan oleh seorang perwira Polri.
Setelah video itu tersebar, muncul pula laporan hasil penyelidikan yang dibuat oleh Divisi Propam Polri. Satu laporan ditandatangani oleh mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Brigjen Hendra Kurniawan, sementara satu laporan lainnya ditandatangani oleh mantan Kepala Div Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Keduanya kini menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
Dalam laporan itu juga dijelaskan secara rinci aliran dana Ismail Bolong ke para perwira Polri. Nilainya mencapai puluhan miliar. Sambo dalam laporannya kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan telah memiliki bukti yang cukup adanya aliran dana dan pembiaran aktivitas tambang ilegal oleh Ismail Bolong tersebut.
Hendra dan Sambo membenarkan dokumen tersebut. Namun, mereka tak mau berbicara soal tindak lanjut penyelidikan tersebut.
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto membantah menerima aliran dana dari Ismail Bolong. Agus justru balik menyerang Hendra dan Sambo dengan mencurigai keduanya sebagai penerima aliran dana itu. Agus mempertanyakan kenapa Hendra dan Sambo tak segera menangkap Ismail.