Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Prajurit dua atau Prada Josua Lumban Tobing ditemukan tewas gantung diri di tempat dinasnya Batalyon Infanteri 132 Salo–Bangkinang (Yonif 132/BS) pada 30 Juni 2024 lalu sekitar pukul 22.30. Pihak keluarga menemukan sejumlah kejanggalan dalam meninggalnya prajurit TNI berusia 22 tahun itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada kejanggalan yang membuat keluarga tidak terima Josua dikatakan bunuh diri," kata pengacara keluarga Josua, Freddy Simanjuntak, saat dihubungi Tempo pada Rabu, 7 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menuturkan pada Ahad, 30 Juni 2024 sekitar pukul 22.00, ada foto dan video yang dikirim dari WhatsApp (WA) Josua ke pacarnya Juli Sihombing. Pesan-pesan itu menunjukkan Josua akan menghabisi nyawanya sendiri karena putus cinta.
"Padahal hubungan mereka enggak ada masalah, selalu berdua, video call," tutur Freddy. "Ini jelas bukan dia sebenarnya yang nge-WA, tapi menggunakan handphone Josua, seolah-olah Josua putus cinta."
Kejanggalan lainnya, menurut dia, terletak pada foto dan video itu yang menunjukkan Josua dalam kondisi leher terjerat. Freddy mempertanyakan bagaimana bisa seseorang yang terjerat tali di lehernya bisa mengambil video sendiri.
Video berdurasi 36 detik yang diterima Tempo memperlihatkan Josua dengan lilitan tali di leher. Rekaman itu diambil dari angle atau sudut bawah, seolah-olah dipegang Josua. Josua juga sempat membuka matanya sekejap di video ini.
"Di video ini detik ke 28, jelas terdengar ada suara yang mirip suara pintu, artinya berarti ada orang lain di tempat kejadian perkara (TKP)," tuding Freddy.
Selain itu, kata dia, biasanya orang gantung diri ditemukan dengan keadaan mata membelalak dan lidah terjulur. Tapi dalam video dan foto itu, Josua tampak memejamkan mata dengan lidah terlipat ke dalam.
Kejanggalan berikutnya adalah tidak ada kamera pengawas atau CCTV di TKP. Padahal, Josua ditemukan tewas di Gudang-1 Logistik Yonif 132/BS. Selain itu, kondisi lampu di tempat itu juga mati pada saat kejadian. Namun, dalam video Josua ada sorot cahaya dari handphone.
"Justru tempat penyimpanan senjata atau alutsista justru harus pakai penerang kan? Karena itu barang-barang yang berharga, alat-alat perang," ucap Freddy.
Kejanggalan lainnya adalah TKP yang sudah dibongkar. "Setelah kejadian itu, beberapa hari langsung dibongkar itu. Kayak menghilangkan jejak supaya tidak bisa reka ulang, supaya tidak bisa nanti rekonstruksi," tutur Freddy.
"Kemudian badannya itu kan lebam-lebam, biru-biru, merah-merah itu. Cuma orang Korem (komando resor militer) pada waktu itu tidak mengakui bahwa itu disiksa," ucap Freddy.
Tak hanya itu, pihak keluarga juga diminta menandatangani sebuah surat oleh komandan resor militer atau Danrem setempat. Kejadian ini terjadi pada Senin malam, 1 Juli 2024 di Rumah Sakit TNI Pekanbaru.
Saat itu, pihak keluarga sampai di rumah sakit usai melewati sekitar tujuh jam perjalanan. Namun, pihak keluarga tidak boleh masuk ke dalam ruangan Josua. Beberapa jam kemudian, keluarga diperbolehkan masuk tapi dilarang mengambil gambar Josua.
"Kemudian malam hari itu, Danrem bersama dengan tim dokter menyodorkan satu lembar surat kepada orang tua Josua untuk ditandatangani," ujar Freddy.
Tempo melihat salinan surat yang telah ditandatangani oleh ayah Josua, Wilson Lumbang Tobing. Ini adalah surat pernyataan oleh Wilson yang memuat tiga poin, yaitu tidak akan melakukan autopsi terhadap Josua, tidak akan menuntut secara hukum atas meningganya Josua, dan permasalahan diselesaikan secara kekeluargaan.
"Nah ini kan aneh, kok dia takut diautopsi?" tanya Freddy heran.
Pada saat itu, kata Freddy, keluarga Josua belum didampingi oleh kuasa hukum. Selain itu, ayah Josua saat itu juga tengah kalut karena anaknya meninggal. Akhirnya, ayah Josua menandatangani surat tersebut.
"Keluarga menuntut kepada Presiden Jokowi, kepada Komisi III DPR RI, dan kepada Komnas HAM untuk membentuk TPF, tim pencari fakta untuk mengusut kejadian ini," kata Freddy. "Kok bisa kejadian seperti ini di dalam barak TNI? Anaknya dipercaya kepada negara untuk berdinas, tahu-tahu mati katanya bunuh diri."